Bagaimana Hubungan Ilmu, Pendidik, dan Peserta Didik

Bagaimana Hubungan Ilmu, Pendidik, dan Peserta Didik

Oleh: Achfan Aziz Zulfandika

KULIAHALISLAM.COM - Menuntut ilmu merupakan sesuatu yang tidak asing bagi para kalangan umat muslim, dikarenakan hal tersebut dibenarkan dalam ajaran agama dan menjadi salah satu jalan untuk beribadah kepada Allah SWT. 

Terdapat sebuah hadis yang menyatakan bahwa menuntut ilmu itu diwajibkan bagi laki-laki dan perempuan sejak dari lahir sampai liang lahat. Hal ini menegaskan bahwasanya mencari ilmu tidak ada kata terlambat dan tidak memandang usia. 

Hadis tersebut secara tidak kita sadari memberikan arti bahwa menuntut ilmu harus dilandasi dengan pendidikan yang demokratis, maksudnya, pendidikan tanpa pilih kasih dan menerapkan pembelajaran yang moderat.

Konteks menuntut ilmu disini juga wajib didasarkan pada tiga aspek, yaitu keteguhan niat, keikhlasan, dan kejujuran. Keteguhan niat menjadi cikal bakal menentukan apa yang akan kita dapatkan nantinya.

Jika niat hanya untuk kesenangan duniawi maka seorang muslim tidak akan mendapatkan wanginya surga di hari kiamat, namun jika diniatkan semata-mata untuk mencari ridha-Nya maka akan mendapatkan kesenangan duniawi maupun akhirat. 

Keikhlasan disini maksudnya sebagai Hablum Minallah menunjukkan kebenaran dalam ketaatan. Sedangkan kejujuran diarahkan untuk mensucikan keangkuhan jiwa yang ada pada diri manusia, serta sebagai tonggak dari berbagai hal.

Imam Syafi'i berpendapat juga bahwasanya menuntut ilmu bagi seorang muslim itu lebih utama daripada ibadah salat sunnah. Hal demikian dikarenakan ilmu akan mendatangkan kebahagian, kebaikan serta orang yang mencintai ilmu pengetahuan dalam dirinya akan tumbuh sebuah kebijaksanaan. 

Sebuah ilmu disini akan mengubah segalanya berupa orang yang dulunya lemah akan menjadi orang yang kuat, orang yang hina dihadapan Allah atau manusia akan menjadi mulia, dan orang yang tersesat akan berubah menjadi orang yang selamat.

Keutaman seorang muslim yang berilmu akan mendatangkan banyak kebaikan, seperti halnya mempelajari sebuah ilmu merupakan salah satu kepatuhan kepada Allah, mencari ilmu adalah sarana peribadatan, mengingatnya bentuk penyucian dalam diri manusia. 

Mengkaji ilmu sebagai bentuk perjuangan, mendiskusikan ilmu bentuk ajang untuk menjalin hubungan silaturahmi, dan mengajarkan ilmu salah satu bentuk kepedulian untuk melaksanakan ajaran Hablum Minannas

Dalam hubungan menuntut ilmu tidak akan bisa jauh dari dua kata yaitu pendidik dan peserta didik. Kedua hal tersebut saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan dalam konteksnya.

Etika Seorang Pendidik

Seorang pendidik disini menjadi subjek yang penting dalam keberlangsungan peserta didik dalam menuntut ilmu. Pendidik yang baik adalah pendidik yang mengedepankan etika didalam personal dirinya. 

Pertama, seorang pendidik harus bisa meluruskan niatnya dalam proses pembelajaran, yaitu tujuannya hanya untuk mencari ridha Allah semata, jika seorang pendidik sedikit saja memiliki niat yang yang salah maka akan mengotori niat sucinya dan berdampak pada proses belajar mengajar. 

Kedua, pendidik memiliki karakter dan perilaku yang terpuji, karena hal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan peserta didik dan terdapat sebuah istilah bahwasanya seorang pendidik akan digugu lan ditiru. 

Ketiga, menanamkan prinsip tidak vulgar dalam menggunakan ilmunya, pendidik harus bisa menanamkan hal-hal positif dengan apa yang dikuasainya dan tidak bersikap semena-mena dengan kekuatan ilmu yang dimiliki.

Dalam Alquran surat Al-Baqarah: 159 ditekankan bahwasanya seorang pendidik harus bisa mengedepankan sikap lemah lembut, hal ini sangat berpengaruh dalam proses mengajar jika pendidik memiliki sikap keras dan berhati kasar maka peserta didik akan menjauhkan diri baik lahiriyah maupun batiniah.

Seorang pendidik harus bisa memaafkan untuk bisa menarik hati peserta didik dan selalu bertawakal kepada-Nya dalam setiap urusan. Proses mengajar disini pendidik harus bisa menerapkan etika, salah satu diantaranya yaitu mendidik secara bertahap, peduli terhadap keadaan peserta didik, pendidik tidak boleh menyembunyikan ilmu yang diketahuinya, dan semangat serta serius ketika melakukan proses belajar mengajar.

Etika Peserta Didik

Proses menuntut ilmu tidak hanya pendidik saja, tanpa adanya peserta didik maka hal ini tidak akan berlangsung. Konteks peserta didik yang baik dalam proses belajar juga memiliki etika yang harus diutamakan. 

Pertama, peserta didik harus bisa membersihkan hatinya dari hal-hal yang dapat menodai niatnya dalam belajar. 

Kedua, dapat menghilangkan sesuatu hal yang dapat mengganggu belajar seperti halnya mengurangi kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat dan peserta didik harus bisa bersikap prihatin baik dalam menjalani proses hidupnya dan makan dengan seadanya. 

Ketiga, memiliki sikap kerendahan hati karena hal ini menjadi salah satu jembatan untuk bisa menyerap ilmu pengetahuan. 

Keempat, peserta didik harus bisa menampakkan perilaku terpujinya dan dapat menggunakan akal sehatnya dengan baik. 

Keenam, harus hormat kepada gurunya, selalu menatapnya penuh dengan kemuliaan, dan mencari keridhaan Allah dan gurunya, sehingga peserta didik dapat menyerap ilmu dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya serta orang lain.

Alquran surat Al-Kahfi: 66-68, menjelaskan bahwasanya peserta didik harus memiliki sebuah guru untuk bisa mencapai ilmu yang benar. Ketika sudah memiliki guru, sebagai peserta didik harus memiliki sikap sabar dalam konteks memahami ilmu yang disampaikannya. 

Maksud sabar disini mencakup banyak aspek dalam proses mencari ilmu, yaitu sabar dengan segala rintangan hidup, sabar untuk bisa memahami ilmu dengan baik, sabar finansial, dan sabar menikmati sebuah proses yang ada. Dengan kesabaran dan kerendahan hati yang peserta didik pupuk maka sebuah ilmu akan masuk dengan baik.

Pendidik dan peserta didik wajib memiliki hubungan batiniah dan lahiriyah yang baik, karena akan mempengaruhi kelancaran hidup keduanya, hal ini dapat dilakukan dengan saling menghormati dan mendoakan. 

Keduanya juga harus menanamkan sikap tidak saling merendahkan dan tidak menanyakan sesuatu hal yang sulit. Dengan sebuah ilmu, pendidik dan peserta didik dapat mengimplementasikan Ulul Albab dengan baik, sehinggasehingga menjadi makhluk ciptaan Allah yang sempurna wujud dan pengetahuannya (Insan Kamil).

Rujukan: Nawawi, Imam. (2021). Buku “Adab di Atas Ilmu” Terj. Adab al-Alim wa al-Muta’alim. Yogyakarta: Diva Press.

Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah, UIN Raden Mas Said Surakarta. Pengiat di UKM LPM Dinamika.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال