Zaragoza Saksi Biksu Kejayaan Islam di Spanyol

Gambar Katedral El-Salvador di Zaragoza yang dahulunya Masjid

Kerajaan Zaragoza termasuk kerajaan Islam yang starategis dan penting di Andalusia (Spanyol). Zaragoza merupakan kawasan yang subur dan dilintasi oleh Sungai Ebro dari sumbernya di kota Tortosa hingga pintu masuknya di dekat kota Colahhura di wilayah Kerajaan Navarre, lalu kemudian dibelah oleh cabangnya di bagian Timur. 

Gambar Jembatan di Sungai El-Ebro yang dibangun Pada Masa Kejayaan Islam.

Di kawasan yang luas dan banyak lembah yang subur dan wilayah yang strategis berdirilah Kerajaan Zaragoza.

Peta Zaragoza di Spanyol

Letak Zaragoza yang starategis secara militer dan politis menjadikannya sebagai benteng penahan pertama dan terpenting untuk umat Islam di Andalusia dari serangan Kerajaan-Kerajaan Kristen Spanyol. 

Kerajaan Zaragoza terletak di antara Kerajaan Catolona di Timur dan Kerajaan Navarre di Barat daya, lalu Kerajaan Castille di bagian Timur Laut. Karena itu Zaragosa terus-menerus dalam kondisi siaga Jihad sebab pihak Kristen tidak pernah berhenti untuk menyerang negeri Islam di Andalusia. Karena itu kaum Muslimin menyebutnya dengan nama Ats-Tsaghr Al-A’la (Benteng Teratas).

Bani Tujaib di Zaragoza

Bani Tujaib yang merupakan Kabilah Arab menguasai wilayah Zaragoza dan menduduki posisi yang tinggi di sana pada masa kekuasaan Al-Manshur bin Abi Amir lalu dialnjutkan puteranya bernama Al-Mundzir bin Yahya  At-Tujaibi yang dapat dikatakan sebagai penguasa Bani Tujaib terkuat di Andalusia. Ia memperbaiki hubungan dengan Ramon (Pemimpin Barcelona), Sanco Sr (penguasa Navarre) puteranya Ferdinand I ( Raja Castille) dan Alfonso (Raja Leon).

Al-Munzir bin Yahya At-Tujaibi menyelenggarakan pesta di dalam Istananya untuk menjalin hubungan perbesanan antara Sancho dan Ramon. Pesta itu dihadiri oleh kalangan Ulama dan Pendeta Kristen.

 Orang-orang marah karenanya dan menuduhnya telah berkhianat. Padahal mereka tidak tahu bahwa strategi yang bijak ini mempunyai jangkauan yang lebih jauh dalam pandangan Al-Munzir. Al-Munzir menginginkan adanya perdamaian antara Kristen dan Islam. Setelah Al-Munzir Wafat, pihak Kristen menyerang kaum muslimin kembali.

Setelah Al-Munzir wafat, mereka terlibat dalam perpecahan yang menyebakan kelemahan Kerajaan Zaragoza. Akibatnya mereka tidak mempunyai pilihan selain memberikan harta mereka kepada musuh-musuh mereka demi menyelamatkan diri, kemudian bersekutu dengan musuh untuk menghadapi saudara-saudaranya sendiri. 

Al Munzir bin Yahya mampu mendirikan kerajaannya yang kuat di Zaragoza dan wilayah-wilayahnya menggelarinya dengan gelar-gelar para Sultan. Ia memerintah Zaragoza hingga tahun 414 H, selanjutnya ia digantikan puteranya.

Setelah Al-Munzir bin Yahya wafat dan puteranya wafat, ia digantikan puteranya yang bernama Al-Muzhaffar  hingga ia wafat pada tahun 420 H karena dibunuh sepupunya. Kemudian sang pembunuh yaitu Abdullah bin Hakim mengangkat dirinya sebagai pemimpin namun ditolak rakyat Zaragoza. 

Abdullah bin Hakim pun melarikan diri dari rakyat Zaragoza yang memberontak kepadanya. Rakyat Zaragoza pun mengirimkan surat kepada Sulaiman bin Hud penguasa La Reda. Rakyat Zaragoza mengangkat Sulaiman bin Hud sebagai pemimpin di Zaragoza pada bulan Muharram tahun 431 H/September 1039 M.

Pemerintahan Bani Hud di Zaragoza

Penduduk Zaragoza sepakat mengangkat Sulaiman bin Hud sebagai pemimpi mereka lalu menggelarinya dengan Musta’in Billah pada bulan Muharram tahun 431 H. Sejak itu Bani Hud memperluas wilayahnya di Andalusia. 

Sulaiman bin Hud bekerja sama dengan Al-Ma’mun bin Dzinun penguasa kota Toledo dan pihak Kristen untuk menghadapi saudaranya sendiri (kaum Muslimin). Dan kaum Kristen saat itu terus menerus meniupkan api fitnah antara kaum Muslimin sehingga tragedi hebat pun nyaris menimpa seluruh wilayah kaum Muslimin.

Namun Allah melindungi kaum Muslimin dari keburukan langkah tersebut sengan kematian Sulaiman Al-Musta’in bin Hud pada tahun 438 H/1046 M. 

Menjelang wafatnya Sulaiman bin Hud, ia telah membagi wilayah-wilayah negaranya kepada lima anaknya. Untuk urusan kepimpinan diserahkan kepada puteranya Ahmad Al-Muqtadir bin Sulaiman, Benteng Ayyub diserahkan kepada Qal’ah dan wilayah La Reda diserahkan kepada Yusuf, wilalyah Wasywah kepada Lubb dan wilayah Totila kepada Al-Munzir.

Peningalan Istana Zaragoza

Setelah wafatnya Sulaiman bin Hud wafat, kelima puteranya saling berebut kekuasaan dan berperang sesama saudaranya. Ahmad bin Sulaiman terus bermuslihat untuk menyingkirkan saudara-saudaranya. Dan negeri itu menjadi api perang saudara antara saudara. Perang antar saudara ini dimenangkan oleh Ahmad Al-Muqtadir dengan bantuan pihak Kristen.

Tragedi Barbastro                                 

Salah satu tragedi umat Islam yang cukup besar terjadi pada kaum Muslimin di Barbastro. Saat itu bangsa Normandia menyerang kota tersebut pada tahun 456 H/1064 M dan menindas, menghabisi kaum Muslimin dengan cara yang paling keji dalam sejarah. 

Namun Al-Muqtadir tidak menyelamatkan kota itu. Ibnu Hayan menggambarkan kejadian itu : “ Musuh di sana tinggal selama 40 hari, musuh mengerakan 5000 pasukan berbaju besi. Pihak musuh membantai warga sipil dan mendapatkan harta kekayaan yang tidak terhitung, mereka mendapatkan 1500 wanita yang dijadikan budak. Korban terbunuh sekitar 500.00 orang kaum Muslimin”.

Kaum Muslimin yang lari ke puncak Gunung, kemudia diberikan janji jaminan keamanan setelah mereka turun, mereka semua dibantai habis hingga tidak ada yang tersisa. 

Mereka merusak kehormatan gadis dihadapan ayahnya atau seorang isteri dihadapan suaminya. Situasi seperti ini belum pernah disaksikan kaum Muslimin sebelumnya. Keberutalan orang-orang kafir saat itu tidak dapat dilukiskan.

Al-Faqih Ibn Al-‘Assal menggambarkan peristiwa it dengan menyatakan :

“Tidak ada lagi gunung dan daratan yang tersisa

Mereka berjalan di sela-sela negeri dan setiap hari

Mereka menciptakan kebengisan di sana.

Tanpa belas kasih kepada anak kecil, orang tua dan gadis perawan

Bayi yang menyusui mereka pisahkan dari bundanya

Andaikan bukan karena dosa-dosa kaum Muslimin

Dan karena mereka melakukan dosa besa

Kaum Kristen itu tak akan mungkin menang untuk selamanya".

Kabar tragedi di Andalusia itu pun terbang ke segenap penjuru dan mengguncang hati dan menggemparkan jiwa. 

Al-Muqtadir bin Hud merasa hina akibat membiarkan kota tersebut tanpa membantunya. Maka ia segera mengumumkan Jihad besar-besaran di seluruh kawasan Andalusia.

 Pertempuran sengit terjadi antara kaum Muslimin dengan pihak Kristen yang pada akhirnya dimenangkan kaum Muslimin dan kota Barbastro kembali ke tangan kaum Muslimin.

Al-Mutaqdir merupakan pemimpin besar di Andalusia. Ia berhasil membangun Istana yang sangat megah dan terbesar di Andalusia. Al-Mutaqdir juga sanga ahli di bidang Filsafat, Matematika dan ilmu Falak dan bahkan menulis banyak buku Filsafat dan Matematika.

 Karya besarnya adalah Risalah Al-Istikmal wa Al-Munazhir. Buku ini telah diterjemahkan di abad ke-12 ke dalam bahasa Latin. Karyanya ini nilai akademisnya lebih tinggi dibandingkan Ecledius dan Magnesti.

 Ia meninggal dunia tahun 1081 M akibat digigit seekor Anjing. Ia memerintah selama 35 tahun. Al-Mutaqdir mengulangin kesalahan ayahnya yang membagi-bagi wilayah kekuasaannya pada anaknya sehingga setelah ia wafat terjadi pertempuran sesama saudara.

Yusuf Al-Mu’taman bin Hud

Al-Mutaqdir memberikan Zaragosa kepada puteranya yang bernama Yusuf Al-Mu’taman. Ia bersekutu dengan Sir Compedor dan pasukan dari Castille untuk menyerang saudaranya yang bernama Al-Munzir. Al-Muzir juga meminta bantuan kepada Sancho, Raja Argon, dan Ramon penguasa Barcelona. Dalam peperangan dia antara mereka, Yusuf Al-Mu’taman berhasil menang.

Gambar Istana Aljaferia dibangun umat Islam di Zaragoza

Setelah Yusuf Al-Mu’taman wafat, ia digantikan putranya bernama Ahmad Al-Musta’in yang lebih dikenal dengan Al-Musta’in Al-Ashghar. Hal yang pertama dihadapinya adalah menghadapi serangan pihak Kristen dan menghadapi nafsu serakah Alfonso yang ingin merebut Zaragoza. Tidak lama Alfonso berhasil menguasai Toledo dari kaum Muslimin.

 Pengepungan pihak Castille terhadap Zaragoza berlangsung tanpa hasil hingga kemudian datang berita Daulah Murabithun dari Afrika datang menyelamatkan Andalusia tahun 1086.

Al-Musta’in berambisi kuat untuk menahlukan Valecia, untuk mewujudkan ambisinya itu ia melakukan apapun. Al-Musta’in meminta bantuan Campedor untuk merebut Valecia.

Gambar Irigasi Peninggalan umat Islam di Valecia

 Akibatnya kaum Muslimin di Valecia menderita kelaparan akibat serangan dari Al-Musta’in yang dibantu Campedor.  Setelah Valecia berhasil dikuasai, Campedor pun menguasai Valecia dan mengkhiantai Al-Mustra’in. Valecia dikuasai Kristen kembali hingga dibebaskan Daulah Murabithun tahun 495 H.

Akibat dari ambisinya, Al-Musta’in akhirnyab terbunuh dalam pertempuran melawan Raja Alfonso dan Raja Argon pada tahun 1110 M. Ia digantikan oleh puteranya bernama Abdul Malik yang bergelar “Imad Ad-Daulah”.

 Ia dibaiat penduduk Zaragoza dengan syarat tidak bersekutu dengan pihak Kristen. Tetapi saat ia memerintah, ia bersekutu dengan pihak Kristen. Rakyatnya pun marah dan memberontak kepadanya.

Kekuasaan umat Muslim di Zaragosa pada akhirnya runtuh setelah para pemimpinnya menjalankan pemerintahan hanya berdasarkan ambisi kekuasaan yang tidak habis-habisnya, perpecahan di antara kaum Muslimin. 

Saat ini kekuasaan umat Islam di Zaragoza hanya tinggal sejarah yang bahkan telah banyak dilupakan kaum Muslimin sendiri sehingga mereka tidak mengambil hikmah dari sejarah yang telah berlalu.

Sumber : Prof. Dr. Raghib As-Sirjani “ Bangkit dan Runtuhnya Andalusia” yang diterbitkan Pustaka Al-Kautsar.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال