Mengenang Perjalan Buya Syafii Maarif: Dari Kemanusiaan Menuju Keislaman

Mengenang Perjalan Buya Syafii Maarif: Dari Kemanusiaan Menuju Keislaman 

Setelah mendapat informasi dari pemberitahuaan Google, You Tube, Instagram, Facebook mendapat kabar mengharukan dari kalangan Muhammadiyah yang banyak kehilangan tokohnya. Tokoh yang dimana menjadi inspirasi semua golongan Islam, maupun non Islam tentang prinsip kemanusiaan dan keislaman. 


Yaitu Buya Safi’I Ma’arif salah satu mantan ketua PP Muhammadiyah periode 1998-2005. Bahkan bisa disejajarkan oleh K.H Abdurahman Wahid, Nurcholis Majdid tentang kemanusiaan dan Keindonesiaan. Saya benar-benar terpukul ketika melihat beliau meninggal yang sebenarnya terkena penyakit sesak nafas. 

Karena sudah 3 bulan lalu saya menuliskan di media kalimahsawa.id yang berisikan biografi serta perjalanan intelektualnya. Abdul Mu’ti selaku Sekretaris menyampaikan “Buya adalah sosok sederhana dan bersahaja kepada siapa saja, dan pikiran-pikirannya membawa pengaruh terhadap bangsa dan negara“ Jum’at (27/05/22). 

Ini membuktikkan Buya Syafi’I memiliki dedikasi tinggi yang sudah dibangun sedemikian rupa. Dan sekaligus reprentasi kecermelangannya dalam membawa kemajuan Islam modern dengan prinsip "Hablum Minallah" (kemanusiaan). 

Sikapnya juga harus kita tiru yang memberi kedamaiaan Islam Rahmatalill’alamin. Saya teringat kata-kata Gus Dur pada setiap Quotesnya di plaform pamflet “kemanusiaan lebih penting daripada politik”. 

Bisa kita tarik kata-katanya kemanusiaan adalah nilai yang harus dipertahankan sebagai manusia abadi dan perlu diindahkan melalui gerakan-gerakan toleransi. Sosok Buya ini yang perlu diimplementasikan kedalam dunia Islam pada zaman saat ini. 

Gerakan kemanusiaan lahir sebagai gerakan cinta sesama umat Islam ataupun non Islam. Kemanusiaan juga menjadi penerapan segalanya atas konflik agama yang belum terpecahkan dari dulu sampai sekarang. Inilah mengapa pentingnya peran Buya untuk bagaimana memanusiakan manusia, mengamakan agama, membumikan Keindonesiaan, dan memposisikan arah gerak Islam yang sebenarnya. 

Perlu kita ingat ada beberapa catatan-catatan penting Buya Syafi’i Ma’arif selaku bapak Pluralisme sudut pandang terhadap Islam jika membahas tokoh pembaruan kali ini, tentu peran yang dikembangkan Buya Syafi’i adalah falsafah penerapan ajaran Islam itu sendiri. 

Cendekiawan Muslim ini juga mempunyai dedikasi pengetahuan Islam yang sangat kuat. Sehingga kaum Muhammadiyahlah yang seharusnya mampu mengejawantahkan Islam ke dalam zaman modern demi kemajuannya. Buya berhasil mengadopsi Pancasila kepada Islam yang sesungguhnya pada prinsip-prinsip keadilan atau biasa kenal “ Fiqih Kebangsaan “. (www.madrasahdigital.co)

Dan menganggap Islam adalah bagian dari negara pentingya perintah Allah SWT kepada Manusia. Apalagi sudah digambarkan Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 107 “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam."

Pengambaran inilah yang Buya Syafi’i sangat menampakan prinsip rahmat ke kehidupan sehari-hari. Digambarkan sebagai jalan menuju kekuataan menempuh kesempurnaan. Islam yang benar-benar memposisikan keadilan diatas ketindasan. 

Buya pun menekankan jati diri seseorang agar kita benar-benar mencintai bangsa dan negara sesuai kriteria Islam. Buya Syafi’i juga menekankan kita selaku umat Islam supaya bisa menerapkan komitmen humanisme (akhlak) yang sudah sangat menyimpang ajaran Islam. 

Begitu juga Islam yang wajibnya bagi umat Islam sanantiasa menerapkan humanisme bermasyarakat “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti."

Penerapannya terhadap nilai-nilai kemanusiaan selain menjadi tokoh agamawan, Buya juga ternyata menyimpan rasa kemanusiaan dalam kajiannya beberapa tahun lalu. Prinsip ini sudah ditekuni semenjak masih menjabat ketua PP Muhammadiyah 12 tahun. 

Menurutnya toleransi itu penting bagi wajah majemuk Keindonesiaan dilansir (www.Tirto.id/buya-syafii-maarif-membangun-islam-indonesia-dengan-toleransi-cKve). Prinsip yang selaras dalam beragama apa yang menjadi titik awal membuka hati kita. 

Harapannya kedepan bisa membawa wajah kebinekaan mementingkan ketindasan di dalam kekuasaan yang ada di negara ini. Maka Islam sangat menekankan hal itu mengukir keberhasilam melalui kedamian pada umat Islam sendiri. Artinya kemanusiaan dibangun atas kesadaran penuh dengan cakrawala kemaapanan dan keberagaman untuk wadah keindonesiaan. 

Hal itu sudah digariskan oleh Allah SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 10 “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”. 

Ucapan selamat tinggal kepada Buya Syafi’i Masih banyak prinsip-prinsip yang terlalu banyak kita bicarakan mengenai Buya Syafii terhadap jasa dan perjuangannya. Islam yang digambarkan pendekatan humanisme, kemudian diterapkan pluralisme menuju Keislaman rahmattalil’alamin. 

Buya sangatlah luar biasa dan kita perlu berterima kasih banyak atas dedikasi serta perjuangannya menindas kaum tertindas. Sekaligus kado termanis kesederhanaan mengambaran filosofis Islam yang tidak pintar dalam hal agamis, tetapi bersifat ta’limis (keilmuan). Selamat jalan Buya Syafi’i untuk segala-galannya. Dan karyamu terus akan dikenang dan dikekang suatu.

Ahmad Zuhdy Alkhariri

Pegiat Literasi, essais, Kontributor NU Online. Beberapa karyanya bisa dijumpai di :Islamsantun.org, Kuliah Al-Islam, Alif.id, Semilir.co., kalimahsawa.id, dan masih banyak lagi

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال