Apakah Pasangan Selingkuh Bisa Dilaporkan Ke Polisi ?

KULIAHALISLAM.COM - Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Suami dan Istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, (Pasal 1 UU Perkawinan). Namun ada kalanya suami atau istri tidak menegakan kewajiban rumah tangga yang luhur sebagaimana yang diamanahkan dalam UU Perkawinan salah satunya dengan melakukan perselingkuhan.

Pasangan Selingkuh
Gambar Film Tentang Perselingkuhan berjudul Layangan Putus

Apakah Pasangan Selingkuh Bisa Dilaporkan Ke Polisi ?

Selingkuh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus terang, tidak jujur, curang, serong, suka menyeleweng. 

Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak menjelaskan tentang perselingkuhan. Ketentuan hukum tentang perselingkuhan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Penjelasan Pasal 284 KUHP

Dalam Pasal 284 KUHP disebutkan :

1.   Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan : (a). Laki-laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya bahwa Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku padanya dan (b).  Perempuan bersuami, berbuat zina.

2.   a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.

b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku baginya.

3.   Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan ranjang karena alasan itu juga.

4.   Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

Penjelasan

R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyatakan bahwa Perselingkuhan dapat dilaporkan ke Polisi dengan menggunakan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman sembilan (9) bulan penjara jika laki-laki dan perempuan masih terikat Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata saat ini telah diganti dengan UU Perkawinan No 1 Tahun 1974). Jadi, syarat yang pertama untuk melaporkan ke Polisi adalah pria dan perempuan tersebut masih terikat dalam perkawinan sebagaimana yang diatur dalam UU Perkawinan, kalau statusnya masih Tunangan kemudian selingkuh maka tidak dapat dilaporkan ke Polisi.

Syarat yang kedua adalah, yang melaporkan adalah si suami atau istri yang menjadi korban perselingkuhan karena pada dasarnya Pasal 284 KUHP ini adalah Tindak Pidana Aduan. Syarat yang ketiga adalah, wanita atau pria yang menjadi teman selingkuhannya juga harus ikut dilaporkan ke Polisi, hal ini berdasarkan Pasal 284 ayat 2 (a) dan (b) sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal di atas. Syarat keempat adalah Perselingkuhan itu disertai dengan perzinahan.

R. Soesilo mendefinisikan perzinahan sebagai persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Supaya masuk Pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka. 

Keempat syarat ini harus terpenuhi jika mau melaporkan perselingkuhan yang dilakukan suami atau istrinya. Jadi, suami atau istri sebelum melaporkan ke Polisi setidak-tidaknya memiliki dua (2) alat bukti. 

Alat bukti dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Selain Pasal 284 KUHP di atas, ada juga Pasal yang bisa dikenakan diantaranya adalah :

Pasal 45 Undang-Undang Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga

Pasal 45 Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU KDRT) menyebutkan  bahwa ayat (1). Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak RP. 9.000.000 (Sembilan Juta Rupiah).

Pasal 5 huruf  berbunyi : Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara (a). kekerasan fisik, (b). kekerasan psikis, (c). kekerasan seksual, (d). penelantaran rumah tangga. Kenapa perselingkuhan bisa dikenakan Pasal 45 UU KDRT ini ?? Karena yang dimaksud kekerasan rumah tangga pada hakikatnya bukan hanya penganiyaan fisik saja.

Dalam Pasal 1 UU KDRT menyebutkan bahwa Kekerasan Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Jadi, jika perselingkuhan tersebut mengakibatkan kesesengsaraan secara kejiwaan (psikis) terhadap suami atau istri yang diselingkuhi maka suami atau istri tersebut bisa melaporkan ke Polisi dengan menggunakan Pasal 45 UU KDRT disertai dengan alat-alat bukti sesuai 184 KUHAP seperti keterangan saksi dalam hal ini minimal dua orang saksi, surat dari ahli seperti Psikolog, Psikiater atau keterangan ahli lainnya, hasil cetak dari informasi elektronik/dokumen elektronik seperti yang diatur dalam UU Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE) semisal dari dari Whatsapp, Email, serta bukti lainnya yang dapat menguatkan bukti-bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

Selain Tuntutan Pidana, suami atau istri yang selingkuh dapat dituntut secara perdata ke Pengadilan, jika sebelum perkawinan telah melangsungkan “Perjanjian Kawin”. Pasal 29 Undang-Undang perkawinan ini mengatur tentang “Perjanjian Kawin”. 

Perjanjian Kawin adalah suatu perjanjian tertulis yang dilakukan sebelum perkawinan dilangsungkan dan perjanjian itu disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan. Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan. laki-laki dan perempuan dapat melakukan perjanjian kawin yang isinya mengatur salah satunya sebab dan akibat jika terjadi perselingkuhan.

Kesimpulan dan Saran

Perselingkuhan dapat dilaporkan ke Polisi dengan jika memiliki alat bukti sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 284 KUHP dan/atau Pasal 1, 5 dan 45 Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga. 

Selain itu juga dapat dikenakan tuntutan perdata jika sebelumnya memiliki “Perjanjian Kawin”. Yang melaporkan ke Polisi harus lebih dahulu menyiapkan alat bukti yang benar-benar kuat sebab dalam beberapa kasus tidak menutup kemungkinan laporan hanya jalan ditempat (tidak sampai-sampai) ke persidangan dan jika seandainya ini terjadi maka hal ini menjadi catatan tidak baik dalam penegakan hukum di Indonesia.

Perlu ada pembaruan Pasal 284 KUHP ini, tentu DPR RI seharusnya dapat menyelesaikan KUHP yang baru dan mengatur labih rinci lagi tentang Perselingkuhan dan Mahkamah Agung RI bisa memberikan penafsiran yang lebih baru terhadap Pasal 284 KUHP ini. Demikian.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال