(Sumber Gambar: Fitrah) |
Budaya Mudik Tonggak Kemajuan di Indonesia (2)
KULIAHALISLAM.COM - Mudik lebaran di Indonesia merupakan fenomena sosial, budaya dan ekonomi yang rutin dilakukan oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya. Bahkan setiap tahun terdapat perkembangan dan peningkatan mudik sesuai dengan besarnya jumlah migrasi penduduk yang terjadi.
Kegiatan mudik yang dilakukan masyarakat Indonesia sudah mendarah daging dan merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan dan dipenuhi menjelang idul fitri tiba sebab peristiwa mudik semacam ini merupakan ciri khas masyarakat Indonesia yang dilakukan setahun sekali menjelang idul fitri.
Mudik yang merupakan lawan perilaku dari urbanisasi dan mempunyai pengertian sebagai perpindahan seseorang dari suatu daerah ke daerah yang lainnya dengan tujuan untuk mencari pekerjaaan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Sebab-sebab terjadinya urbanisasi yang dirasakan secara umum oleh berbagai negara karena adanya ketimpangan kependudukan dan ekonomi (Bintarto, 1983).
Perpindahan
seseorang dari desa ke kota karena adanya dorongan yang kuat akibat rendahnya
ekonomi dari penghasilan yang di dapat. Banyaknya pengangguran dan minimnya
pelatihan-pelatihan yang ada di desa serta daya tarik perkotaan yang menjadi
penentu akan masa depan yang lebih baik seperti banyaknya lapangan pekerjaan,
tingginya upah yang didapat serta banyak pelatihan dan informasi yang akan
didapatkan di kota.
Mudik
mengambarkan hubungan antara budaya dan agama di kalangan masyarakat muslim
Indonesia dan sangat populer sekali karena sering dilaksanakan sebelum
menjelang idul fitri. Terdapat keunikan dan kerepotan yang dapat kita lihat
ketika seseorang ingin melakukan mudik lebaran menjelang idul fitri mulai dari
bersih-bersih rumah, packing barang bawaan, beli tiket, beli berbagai barang
baru dan lain sebagainya, bahkan terkena macet yang berjam-jam dijalannya
sebelum sampai ke tujuan (Fuad, 2011).
Mengenai kajian mudik, maka terdapat beberapa temuan kajian sebelumnya yang membahas tentang mudik dari berbagai perspektif, sebagaimana yang dilakukan oleh Bambang B. Soebyakto (2011) dengan melalui kajian kualitatif terhadap mudik lebaran, Adul Hamid Arribathi dan Quratul Aini (2018) dengan melakukan kajian realistis pelaku mudik melalui perspektif budaya dan agama, Muskinul Fuad (2011) dengan penekanan kajian pada fenomenologi kepada pelaku mudik, Fadjar Lestasi (2019) dengan menggunakan survei online terhadap karakteristik arus mudik lebaran.
Mengenai angkutan tranportasi yang dijadikan kendaraan oleh para pemudik pada
waktu mudik lebaran dijadikan kajian penelitian oleh Narti, Ahmad, dan Dharma
Setiyadi (2020) dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process. Tidak
hanya itu saja, pemantauan kualitas udara saat terjadi alus mudik juga
dilakukan kajian oleh Radyan Putra Pradana dan Ekon Heriyanto (2011). Sedangkan
kajian pelarangan mudik dan dampaknya terhadap tingkat pertumbuhan perekonomian
dilakukan oleh Muhammad Ubaidillah dan Rizqon Halal Syah Aji (2020).
Jika dicermati dari berbagai kajian sebelumnya, maka tidak ada yang secara spesifik membahas mengenai integrasi budaya dan agama pada fenomena mudik lebaran, padahal jika dikaji secara akademis, maka akan muncul pernyataan yang rasional bahwa dalam fenomena mudik lebaran akan terdapat beberapa pengetahuan antropologi, konsep sosial, pandangan hukum dan adat serta paham Islamic religion yang di percaya dengan sepenuh hati dan telah mendarah daging di setiap sanubari masyarakat muslim Indonesia.
Bahkan mudik juga berdampak
positif pada aspek ekonomi masyarakat karena dengan mudik terdapat pemerataan
ekonomi ke daerah, sebab mudik mempercepat kontribusi uang dari kota ke desa
yang menjadi tempat pemudik pulang (Iriyanto, 2012). Oleh karena itu, fokus pada
kajian ini terletak pada bagaimana konsep Islam dalam melihat fenomena mudik
lebaran?, dan bagaimana tinjauan antropologi hukum dan budaya terhadap mudik
lebaran masyarakat Indonesia?.
Hasil Dan Pembahasan
Terdapat
sebuah tradisi masyarakat Nusantara yang khas dan unik, suatu peristiwa yang
saling berkesinambungan dan bersinergi antara doktrin agama dengan budaya yang
melahirkan sebuah gerakan moral, dan peristiwa ini mungkin tidak pernah
dilakukan oleh negara lain yang patut untuk tetap dilestarikan dan diapresiasi
keberadaannya yaitu sebuah tradisi yang dilakukan setahun sekali menjelang
lebaran tiba yang biasanya pelakunya adalah seorang perantau yang tinggal di
luar daerahnya atau kampung halamannya.
Tradisi ini adalah mudik lebaran yang kegiatannya memiliki kaitan erat dengan bahasa agama yaitu idul fitri, karena mudik sendiri dilakukan sebelum idul fitri tiba, yang biasanya dilakukan di akhir-akhir puasa di bulan Ramadan. Kata "udik" merupakan asal dari kata mudik yang mempunyai arti kampung dan aktivitas yang mempunyai tujuan untuk pulang ke kampung kelahiran juga bisa dikatakan sebagai mudik.
Ada pula yang menyebutkan bahwa ‘mulih dilik’ dalam bahasa Jawa Ngoko, yang memiliki arti "pulang sebentar" adalah asal kata dari mudik. Mudik merupakan suatu proses migrasi sirkuler sebab mempunyai sifat yang terporer dalam waktu singkat (Soebyakto, 2011). Di samping itu, mudik juga sebagai sebuah proses migrasi yang berlangsung sebelum adanya hari libur atau pasca terjadinya libur panjang dan juga menjadi sebuah simbol kultur komunitas.
Dengan kata lain, mudik merupakan agenda tahunan yang dilakukan oleh
orang Indonesia yang sedang hidup di tanah perantauan baik karena mencari
pekerjaan atau mencari ilmu (sekolah/kuliah) untuk kembali lagi ke kampung
kelahiranya dan berkumpul kembali dengan keluarga.
Manfaat dari Pelaksanaan Mudik
Esensi
dari mudik sendiri merupakan suatu ekspresi kegembiraan dan kebebasan sebagai
suatu simbol hari kemenangan, setelah menjalani kurang lebih satu bulan
berpuasa di bulan Ramadan, dan juga ekspresi sebuah kerinduan terhadap suasana
kehidupan di kampung kelahiran yang begitu nyaman dan aman dengan cuaca yang
sejuk jauh dari keramaian bunyi knalpot kendaraan dan kemacetan lalu lintas. Siklus mudik sebuah
ekspresi psikologis manusia untuk kembali memulai menjalani kehidupan secara
lebih baik, bermoral, beradab, dan berdasarkan pada spirit Islam dalam
kehidupan sosial masyarakat.
Pada fenomena mudik mempunyai hubungan erat dengan kebiasaan perilaku sosial manusia untuk selalu berperilaku baik, saling menghargai, dan menghormati serta saling bekerjasama antar sesamanya. Secara sifat dan kejiwaan dalam diri setiap manusia terdapat sikap sabar, ikhlas, dan spirit kerja sama serta gotong royong, saling berjabat tangan ketika bertemu, saling memaafkan dan menerima atas segala keadaan hidup.
Hal yang seperti inilah akan membangun persepsi dan
sifat positif. Sifat positif inilah yang nantinya akan membangun ketenangan
dalam jiwa dan memberikan pengaruh besar yang positif dalam hidup manusia dalam
menjalani kehidupan sosial. Dapat kita ketahui juga bahwa mudik lebaran
merupakan perilaku sosial dalam melakukan interaksi secara kolektif untuk
saling memaafkan antar sesama manusia. Silaturahmi dan saling memberi maaf
serta menebar senyum kepada sanak keluarga, saudara, tetangga.
Hal seperti ini telah menjadi tradisi bangsa Indonesia yang dipandang memiliki keunikan tersendiri yang mungkin tidak bisa ditemukan dan dilakukan oleh bangsa lain. Terdapat beberapa manfaat dari pelaksanaan mudik bagi masyarakat Indonesia, beberapa mengatakan bahwa manfaat mudik hanya sebagai ajang untuk bersilaturahim.
Selain itu, mudik dapat memberikan banyak manfaat, antara lain yang ia rasakan
adalah bisa berkumpul dengan keluarga dan juga bisa bersilaturahmi dengan
kerabat dekat, saudara dan teman serta tetangganya. Lebih lanjut bahwa, mudik
bukan hanya silaturahim yang menjadi manfaat dari mudik, akan tetapi banyak
seperti sungkeman pada orang tua, refreshing bersama keluarga, dan berziarah ke
kuburan keluarga yang telah mendahuluhinya.