Tragedi Para Orientalis Yang Ingin Mengubah Alquran 

Tragedi Para Orientalis Yang Ingin Mengubah Alquran 

Ternyata jika ingin mempelajari Alquran, kita bisa memulainya dari ayat manapun. Tergantung tema masalah yang kita hadapi, misalnya, tentang wajibnya  salat salah satunya ada di Al Baqarah: 43, tentang puasa loncat ke Al Baqarah:183. Mau tau lagi tentang aturan zakat bisa loncat ke At Taubah, kalau ga salah.

Terus apakah sama metode mempelajari Alquran dengan membaca Alquran? Tentu beda dong... mau membaca Alquran harus dengan bahasa Arab, ga boleh dengan bahasa Indonesia. Dan yang paling penting itu urutannya, kita seharusnya membacanya dari awal surat hingga ke akhir surat Seperti yang dilakukan nabi Muhammad dan jejak para sahabat. Ini penting dibahas, karena Urusan urutan membaca quran ini bukan hal yang sepele. Dan Yah itulah kemukjizatan Alquran, Allah jadikan mudah dihafalkan dan juga mudah untuk dipelajari.

Tulisan ini ingin sebenarnya ingin membahas kemukjizatan terjaminnya keaslian alquran. Karena kita harus percaya, Alqur’an (bacaan) ini diyakini dijaga oleh Allah keasliannya. Mulai dari dialeknya , tulisannya hingga tata letak teksnya. Sampai sekarang urutan alquran yang dibacakan nabi di depan para sahabat itu sama persis dengan susunan Alqur’an yang sering kita baca dalam mushaf ini (dari surat alfatihah sampai surat annas). Tidak pernah berubah! MasyaAllah.

Aku sendiri bingung menentukan judul dari tulisan ini, beberapa judul sempat muncul. Namun yah semoga judul di atas bisa menarik peminat pembaca yang suka dengan hal yang dramatis. Kebanyakan nonton sinetron kali. Padahal kita tidak sedang membahas orientalis garis keras seperti mustafa kamal  AtTUrk yang berani mengubah alquran dengan bahasa Turki. Sekarang Kita sedang membahas nasib orientalis yang meragukan wahyu untuk menafsirkan teks alquran.

Izinkan pembahasan ini kita mulai dari pertanyaan: pernahkah kita bertanya sekilas, mengapa Alquran tidak disusun sesuai urutan turunnya saja? Bukankah ayat yang pertama kali turun itu di gua hira? Tau ga, pertanyaan kita itu ternyata sama dengan  pertanyaan yang dilontarkan para peneliti orang Barat. Padahal, para generasi setelah sahabat Rasululullah, ulama di zaman dahulu tidak pernah mempermasalahkan itu. Jangankan bertanya, terlintas pun tidak. Apakah itu artinya, jangan-jangan pikiran kita sudah bercampur dengan pikiran orang-orang sekuler itu? orang-orang yang ingin menyingkirkan agama dari kehidupan. Apakah itu artinya otak kita sudah sama seperti kaum liberal? Kaum yang menganggap bila wahyu Allah tak sesuai dengan akal otak mereka, maka wahyu tidak lebih rendah dari pada mitos klenik dan dongeng pangeran kodok. Berbahaya! Pikiran seperti ini jika didiamkan akan merusak tauhid bahkan menyebabkan kita gila, sehingga perlu lah kita sedikit merenung, apa yang terjadi terjadi dengan orang yang berfikir sesat. Hayo... siapa yang pernah mikir seperti itu?

Seperti yang kita tau lah, Sebelum abad pencerahan, pihak otoritas gereja sering memenjarakan para ilmuan yang tidak sesuai dengan doktrin gereja. Sejak masuknya pengaruh keilmuan islam, tafsir gereja terhadap Injil sering dianggap bertabrakan dengan nilai dan norma keilmuan sains. Sehingga banyak para ahli ilmu pengetahuan barat ingin membantah tafsir pihak gereja dengan metode kritis berdasarkan logika rasionalisme akal (Biblical Criticism). Keraguan kaum orientalis tersebut mengharuskan mereka menelusuri teks asli lembaran injil. Sampai-sampai  mempertanyakan ulang teks bibel berdasarkan penelusuran sejarahnya. Maka terciptalah studi teks berdasarkan sosio-historis. Teks tercipta dipengaruhi oleh kondisi psikis dan sosial si pengarang. bahkan Studi teks tersebut berkembang melahirkan  studi intertekstualitas.  Benarkah  teks terdahulu mempengaruhi teks yang sekarang? Sebagai studi bahasa, mereka ingin menafsirkan teks yang ada ini jangan sekedar dari segi tata bahasanya saja, tetapi juga harus menelusuri rekam jejak latar belakang penulis teks tersebut. Lebih jauh, lahirlah studi hermenutika, studi tentang penafsiran ala Barat. Demikianlah, bagaimana Peneliti Barat yang sedari awal sudah ragu dengan teks agamanya sendiri berhasil  menciptakan metode penafsiran terhadap teks berdasarkan pendekatan kronologis sejarahnya.

Ternyata sejak abad ke-19, banyak para ilmuwan Barat yang ingin mempelajari AlQuran dengan menerapkan metode mempelajari bibel tersebut. Wow? Siapa sih orang pertama yang mengkaji Alquran pakai metode kajian injil? Ini dia seorang pendiri gerakan Yahudi Liberal Jerman, namanya Abraham Geiger. Pada tahun 1833 M, dia menulis buku berjudul Was  Hat Mohammed aus Dem ludenthume Aufgenomme (Apa yang dipinjam Muhammad dari Yahudi?) dari judulnya saja kita udah bisa menebak isinya. Isinya adalah hasil penelitian bahwa AlQuran mengambil materi syariatnya dari agama Yahudi. Beberapa misalnya tentang  muhammad mengganti arah kiblat dan puasa karena alasan politik. Astagafirullah...  setahun kemudian nongol Gustav Weil  (1844 M) menulis buku berjudul Mukadimah Al-Qur'an: Kritik Sejarah. Beberapa tahun berikutnya, ada Penelitian tentang kritik terhadap asal-usul Al-Qur'an dan sumber-sumbernya yang digagas oleh Theodore Noldeke dan dicetak tahun 1860 M. Setelah buku tersebut muncul terus kajian alquran berdasarkan sejarah dan politik si Muhammad. Dr. Arthur Jeffry sangat menyanjung karya Noldeke tersebut dengan mengatakan bahwa inilah dasar-dasar ilmiah yang hakiki. Padahal tolol. sampai-sampai buku itu dicetak ulang dan dipatenkan tahun 1898 M oleh murid-muridnya namun keburu meninggal saat akan menulis edisi yang ke-3.

Banyak pendata-Pendeta dan misionaris yang terinspiras terinspirasi dari karya Noldeke. ada Edward Sell (1909 M), salah seorang misionaris India dan Alphonse Mingana (1937 M),  mereka menulis buku yang mempropagandakan  penelitian historisitas untuk kajian Al-Qur'an. Bahkan orientalis kristen Methodist, Dr. Arthur Jeffry (1952 M) mengatakan bahwa para mufassir quran tidak akan pernah bisa melakukan tafsir ilmiah yang kritis jika tidak melakukan studi kritis historis seperti bibel.

Mulai dari sini, aku cukup curiga para orietalis itu akhirnya punya niat menghancurkan islam dari dalam. Gotthelf Bergstrasser(1886-1933 M) dan muridnya Otto Pretzl (1893-1941 M). Mereka mulai membuat projek penyusunan teks alQuran berdasarkan sejarahnya. Namun sayang, kematian Bergstrasser yang misterius dan mendadak karena kecelakaan olahraga panjat tebing hobinya telah menghalangi projek ragam qiroat dan kritis teks alQur’an. Padahal, Bergstrasser adalah tokoh yang paling kompeten dalam masalah bagian ini dari sejarah Al-Qur'an, yaitu bagian ragam Al- Qur'an (qiroat) dengan kesiapannya yang memiliki pengetahuan luas tentang kitab-kitab berbahasa Arab yang dikarang mengenai ragam bacaan Al-Qur'an. Ia juga bahkan  menghimpun mikrofilm cukup banyak dari Perpustakaan Nasional di Istanbul dan Kairo.

Akademia  Sains Bavaria memberikan tugas kepada Otto Pretzl untuk meneruskan projek gurunya. Namun sayang, Pada tahun 1937 M dia terbunuh saat melaksanakan wajib militernya dalam kejadian pesawat yang jatuh di luar Sebastopo. Arthur Jeffry sangat atas insiden tersebut. Bukan hanya karena kematian kedua temannya itu, tetapi tetapi karena hilangnya semua arsip gambar (mikrofilm) dan data tentang semua manuskrip Al-Qur'an yang pertama serta semua bahan penting yang berhubungan dengannya yang hancur ludes karena terkena bom dan api . semua usaha yang telah mereka kumpulkan bertahun-tahun dari generasi ke genarasi hilang dalam sekejap sehingga harus dimulai dari awal lagi.

 Begitulah nasib Para ilmuan barat yang ingin  menerapkan metode tolol ini untuk mengkaji AlQuran.. Mungkin karena akal mereka tidak pernah menyangka bahwa Alquran kita tidak seperti bibel mereka, meski teksnya ditulis oleh manusia, tetapi tetap terjaga keasliannya..  Seolah kejadian yang menimpa kaum orientalis tadi itu menjadi teguran bagi kita. Bahwa sekali lagi, Alquran itu adalah wahyu, bukan produk sejarah. alQuran adalah kalamullah yang suci bukan hasil pikiran manusia.  Ia bukan berasal dari pikiran orang terdahulu Sehingga alquran tidak bisa diinterpretasi dengan nalar historis.  Sehingga susunannya berdasarkan ketentuan Allah, bukan ketentuan sejarawan, termasuk Muhammad SAW. Siapa sih orang yang bisa menelusuri kondisi Tuhan saat menurunkan wahyu? Atau mulai meragukan Muhammad SAW sebagai penyampai wahyu. Jadi sesiapa pun yang menganggap alquran adalah hasil buah pikiran muhammad SAW yang resah dengan budaya Arab jahiliyah, maka ia tersesat.

Dari fakta sejarah tersebut, tidak adakah pakar tafsir muslim yang justru mengikuti gaya penafsiran ala Barat tersebut. Tentu saja ada. Dan pastinya, penafsiran itulah yang akan jadi cikal bakal penafsiran sesat kaum sekuler islam di masa kini. 

Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa S3 Ilmu Qur’an-Tafsir Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal & Universitas PTIQ Jakarta)

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال