Kekurangan Da'i dan Ulama di Muhammadiyah Menurut Robby Karman

KULIHALISLAM.COM - Sering kita mendengar asumsi-asumsi bahwa Muhammadiyah kekurangan da'i dan Ulama. Muhammadiyah gerakan keagaman kalau tidak ada da'i dan ulama bisa jadi musibah. Menurut Robby Karman mantan Sekjend DPP IMM 2018-2020 dalam status Facebooknya menjawab asumsi tersebut juga dengan asumsi sebagai berikut.

Apakah Muhammadiyah kekurangan da'i? Apakah Muhammadiyah kekurangan ulama? 

"Saya gak tahu." 

Apakah pernah ada penelitian khusus untuk menjawab dua pertanyaan di atas? 

"Lagi-lagi jawabannya saya gak tahu. "

Karena gak tahu, maka kita hanya bisa bermain di ranah hipotesis atau asumsi. 

Dan asumsi yang populer adalah bahwa Muhammadiyah kekurangan dua entitas tersebut. 

Benarkah asumsi ini? Lagi-lagi terpaksa kita hanya bisa menjawab menggunakan asumsi lagi. 

Mendefinisikan Da'i

Namun sebelum menjawab hal itu, yang perlu kita lakukan adalah mendefinisikan terlebih dahulu indikator da'i dan ulama secara umum. Selanjutnya mendefinisikan da'i dan ulama secara khusus yakni da'i dan ulama Muhammadiyah. 

Secara umum, da'i adalah pendakwah, sedangkan ulama adalah pemikir keIslaman. 

Untuk menjadi da'i, yang perlu anda kuasai adalah materi-materi keagamaan dan retorika penyampaiannya kepada jamaah. Itu saja. Anda gak perlu menguasai bahasa Arab. Karena sudah banyak buku terjemahan. 

Sementara itu, untuk menjadi ulama lebih sulit daripada menjadi da'i. Anda harus menguasai bahasa Arab untuk bisa mengakses khazanah keIslaman dari sumber aslinya. Anda juga harus menguasai ilmu-ilmu alat. 

Seorang ulama boleh jadi sekaligus seorang da'i. Tapi seorang da'i, belum tentu mencapai level ulama. 

Dalam konteks Muhammadiyah, yang mengurusi da'i itu Majelis Tabligh dan lembaga dakwah khusus. Sementara yang bertugas dalam soal keulamaan itu Majelis Tarjih dan Tajdid

Lantas apa definisi da'i dan ulama Muhammadiyah? Ya sama saja dengan definisi di atas, namun bedanya da'i dan ulama Muhammadiyah bermanhaj Muhammadiyah. Sementara da'i dan ulama secara umum belum tentu bermanhaj Muhammadiyah. 

Nah saya ingin mengajak anda berasumsi yang boleh jadi benar atau salah. 

Muhammadiyah saya yakin tidak akan kekurangan da'i secara umum. Karena menjadi da'i ini cukup mudah untuk dipelajari. 

Background pendidikan apapun anda, asal rajin baca buku agama, dan percaya diri menyampaikannya, anda bisa jadi ustadz. 

Di tingkat (PRM) Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan (PCM) Pimpinan Cabang Muhammadiyah tidak mungkin tidak ada da'i. Kalaupun benar-benar tidak ada, bisa pinjam dari PRM, atau PCM lain. Bisa juga minta dari (PDM) Pimpinan Daerah Muhammadiyah. 

Nah untuk ulama ini, boleh jadi tidak setiap PRM atau PCM punya ulama. Tapi saya masih yakin dalam satu PDM ada ulamanya. Kalau di satu PDM sama sekali tidak ada ulama, ini musibah. Perlu segera dicari jalan keluar agar punya. 

Lebih Lanjut Robby Karman mengatakan:

"Nah pertanyaan selanjutnya apakah yang ada di Pimpinan Muhammadiyah sekarang adalah da'i dan ulama Muhammadiyah, atau masih da'i dan ulama secara umum?"

Saya hanya bisa berharap semoga sudah da'i dan ulama Muhammadiyah. Cirinya dalam persoalan yang memang sudah ada fatwanya dari persyarikatan, dia merujuk ke sana. Dalam persoalan yang belum ada fatwanya dari Persyarikatan Muhammadiyah, dia merujuk sumber lain tapi masih dengan spirit Persyarikatan Muhammadiyah. 

Hanya saja begini. Saya beberapa kali mengikuti pengajian Tarjih. Yang mengisi tentu ulama sekaligus da'i Muhammadiyah. Tentu materinya sangat berbobot. Tapi cara penyampaiannya kayak dosen menerangkan kepada mahasiswa di kelas. Datar-datar saja. Tapi sangat sistematis. 

Boleh jadi jamaah kita sukanya ulama dan da'i yang seperti UAH, UAS, Gus Baha, Ustadz Anwar Zahid, AA Gym, dll. 

Mereka itu ustadz kondang yang memang punya retorika di atas rata-rata. Kalau keilmuan masih berani ngadu lah dengan akademisi-akademisi di Muhammadiyah.

Kalau berharap da'i-da'i di level (PWM) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan PDM kita bisa punya kemampuan seperti mereka, ya bagus-bagus saja. 

Tapi jangan sampai harapan ini menafikan bahwa kita masih punya banyak stok ulama yang cara penyampaiannya seperti dosen, kemudian mereka gak dianggap ulama karena retorikanya gak bisa bikin jamaah ketawa. 

Tidak semua ulama bisa jadi ustadz seleb yang populer. Tidak semua ulama dikaruniai retorika yang memikat. Sebaliknya tidak semua da'i motivator dikaruniai keulamaan. Nah sebagai jamaah gak realistis kalau kita berharap ulama di Persyarikatan Muhammadiyah jadi kayak Gus Baha atau UAH semua. 

Bagi saya asal penyampaiannya ya cukup bisa dimengerti, materinya berbobot dan ada landasannya, ya sudah mereka itu sudah da'i. Kalau mereka juga menguasai kitab-kitab turats bisa baca Arab gundul mereka ulama. Dan model begini sebenarnya sudah banyak. Kita gak kekurangan. 

Jangan-jangan kita merasa kekurangan da'i dan ulama karena ulama kita dianggap belum memenuhi standar ustadz seleb yang sering tampil di TV atau subscriber YouTubenya jutaan orang. Aduh repot kalau begini. 

Ya tentu saja kita perlu mengorbitkan tokoh-tokoh kita supaya punya subscriber dan viewers yang banyak. Tokoh-tokoh Muhammadiyah level nasional seharusnya bisa. Dan saya lihat ini sudah berjalan di pengelolaan (medsos) media sosial resmi Persyarikatan Muhammadiyah maupun yang kultural di luar Persyarikatan. 

Kita hargai upaya ini dan harus terus didukung serta didorong. Namun menganggap Muhammadiyah kekurangan ulama atau da'i karena stok yang ada menurut kita standarnya di bawah ustadz seleb, ini gak benar.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال