Sejarah Singkat Syiah Zaidiyah yang Mendekati Ahlussunnah

Sumber Gambar : Peci Hitam

Sejarah Syiah Zaidiyah - Syiah Zaidiyah dinisbatkan kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin ibnul Husain bin Ali bin Abi Thalib. Imam Asy Syahrastani (ulama ahli sejarah dan teologi terkemuka dari abad VI H.) Dalam bukunya “Al Milal Wa Al Nihal” dijelaskan bahwa, Zaid bin Ali belajar akidah dari Washil bin Atha', pendiri mazhab Muktazilah.

Prof. Ali Ash Shalabi (ulama internasional dari Universitas Al Azhar, Mesir) menyatakan, golongan Zaidiyah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk diakui sebagai Imam yaitu dia keturunan Ali dan Fatimah Az-Zahra, berpengetahuan luas, zahid, berani, dermawan serta berusaha menuntut haknya atas jabatan itu. Sebab itu, kalau ia tidak berusaha menuntut haknya atas jabatan tersebut maka ia bukanlah Imam dan bolehlah orang lain diangkat menjadi Imam.

Berdasarkan prinsip ini, maka Zaid bin Ali mengakui Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, walaupun ketika itu Ali bin Abi Thalib ada, karena Ali sendiri tidak berusaha untuk menuntut dan mempertahankan haknya. Lebih-lebih lagi karena Zaid bin Ali ini berpendapat bahwa mengangkat seseorang yang tidak utama menjadi Imam adalah boleh, walaupun ketika itu ada orang yang lebih utama.

Al Milal Wa Al Nihal Asy Syahrastani

Mengenai ini Zaid bin Ali mempunyai pendapat-pendapat istimewa yang pernah diriwayatkan Imam Asy Syahrastani. Zaid bin Ali berkata "Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Rasulullah yang tebaik. Akan tetapi Khilafah diserahkan kepada Abu Bakar demi kemaslahatan rakyat dan kepentingan agama." 

"Peperangan yang terjadi dimasa hidup Rasulullah belumlah lama berselang. Pedang Ali belumlah kering dari tetesan darah orang-orang musyrikin kaum Quraisy. Rasa dendam untuk menuntut balas masih tetap nyala dalam dada bangsa Arab. Sebab itu tokoh Ali tidak disenangi. Karena itu lebih tepat apabila Khilafah itu dipegang oleh seseorang yang telah mereka kenal bersifat lunak, penyantun, lebih tua usianya, dahulu masuk Islam dan dekat kepada Rasulullah SAW.”

Zaidiyah sangat menentang para pengaku Syiah yang tersiar yang menyatakan “Imam adalah diperoleh dari wahyu dan pelajaran yang langsung dari Tuhan.” Prof. Ali Ash Shalabi dalam bukunya “Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2” menyebutkan bahwa mazhab Zaidiyah adalah yang terdekat kepada mazhab Ahlusunnah, sebab mereka mengakui dan membolehkan Abu Bakar dan Umar bin Khattab sebagai Khalifah.

Syiah Zaidiyah ditentang oleh golongan Syiah lainnya, bahkan mereka perangi sebab Syiah Zaidiyah tidak membenci Abu Bakar maupun Umar bin Khattab. Zaid bin Ali juga ditentang oleh Syiah lainnya karena berguru pada Washil ibn Atha' padahal Washil adalah seorang manusia biasa, bukan turunan suci Imam Ali bin Abi Thalib. 

Zaidiyah juga menerima pendapat Muktazilah tentang teori qadar, padahal sangat bertentangan dengan keyakinan Syiah lainnya. Zaid bin Ali mati terbunuh ditangan golongan Syiah lainnya akibat ia mengangkat dirinya sebagai “Imam”. Dia digantikan oleh Yahya bin Zaid yang sempat melarikan diri ke Khurasan. Kedatangannya di Khurasan disambut hangat dan mendapat dukungan dari masyarakat sekitar.

Syiah Zaidiyah mendapat tekanan berat dari penguasa sampai munculnya di Khurasan, seseorang bernama Nashir Al-Athrusy yang mengambil alih kepemimpinan golongan Syiah Zaidiyah. Penganut Syiah Zaidiyah kebanyakan berada di Yaman. 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال