Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Bersatu dalam Menjaga Pancasila dan NKRI

KULIAHALISLAM.COM - Risalah untuk toleransi antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bersatu dalam menjaga pancasila dan negara kesatuan republik Indonesia.

Negara Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah PP Muhammadiyah

Di Jakarta, pada tanggal 23 Maret 2018 Masehi bertepatan dengan tanggal 5 Rajab 1439 Hijriah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertemu, berkumpul, dan mengeluarkan pernyataan bersama, berikut pernyataan bersama yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pernyataan Bersama PBNU dan PP Muhammadiyah

بِسْمِ الله الرحمن الرَّحِيم 

Rasa syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah senantiasa menjaga sekaligus melindungi bangsa Indonesia. Atas berkah kasih sayang dan rahmat-Nya semata kita semua, seluruh komponen bangsa Indonesia, masih bisa saling merasakan kedamaian hidup di Bumi Pertiwi tercinta kita: Indonesia. Sholawat serta salam selalu kita haturkan ke hadirat Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa membimbing dan memberikan teladan bagi kita semua.
 
Kami Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) sebagai bagian dari organisasi umat beragama hari ini berkumpul tidak lain memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan tiga hal: Pertama, terus menerus menyerukan saling tolong menolong melalui sedekah dan derma. Kedua, menegakkan kebaikan. Ketiga, mengupayakan rekonsilisasi atau perdamaian kemanusiaan.
 
Parameter dan ukuran sehatnya sebuah bangsa dan negara salah satunya bisa dilihat dari tegak dan kokohnya tali persaudaraan kebangsaan, ekonomi yang tumbuh merata, akses pendidikan yang mudah, terbukanya ruang-ruang dalam menyampaikan pendapat, serta tegaknya hukum sebagai instrumen untuk meraih keadilan. Bangsa yang kuat dan sehat juga tercermin dari semakin berkualitas dan berdayanya masyarakat sipil. Berkaitan dengan hal tersebut, PBNU dan PP Muhammadiyah menegaskan:
 
Pertama, NU dan Muhammadiyah akan senantiasa mengawal dan mengokohkan konsensus para pendiri bangsa bahwa Pancasila dan NKRI adalah bentuk final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah Negara yang memiliki keanekaragaman etnis suku, golongan, agama yang tetap harus dijaga dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
 
Kedua, NU dan Muhammadiyah secara pro aktif terus melakukan ikhtiar-ikhtiar bagi peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup warga terutama mengembangkan pendidikan karakter yang mengedepankan akhlakul karimah di semua tingkatan atau jenjang pendidikan serta penguatan basis-basis ekonomi keumatan dan juga peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
 
Ketiga, NU dan Muhammadiyah menyeru kepada pemerintah agar bersungguh-sungguh dalam upaya mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi angka pengaguran serta melakukan upaya-upaya yang terukur agar kesenjangan ekonomi dan sosial segera teratasi dengan baik.
 
Keempat, mengimbau kepada seluruh warga NU dan Muhammadiyah agar bersama-sama membangun iklim yang kondusif, suasana yang kondusif dalam kehiduapan kemasyarakatan dan keberagamaan di tengah era sosial media yang membutuhkan kehatian-hatian yang lebih. Mengingat bertebarannya pelbagai macam informasi hoaks, ujaran kebencian dan fitnah yang berpotensi mengganggu keutuhan bangsa. NU dan Muhammadiyah berkomitmen untuk menghadirkan narasi yang mencerahkan melalui ikhtiar-ikhtiar dalam bentuk penguatan dan peningkatan literasi digital sehingga terwujud masyarakat informatif yang berakhlakul karimah.
 
Kelima, memasuki tahun 2018, di mana kita akan menghadapi apa yang diistilahkan sebagai tahun politik maka marilah kita bersama-sama menjadikan ajang demokrasi sebagai bagian dari cara kita sebagai bangsa untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hendaknya dalam demokrasi perbedaan jangan sampai menjadi sumber perpecahan. Perbedaan harus dijadikan sebagai rahmat yang menopang harmoni kehidupan yang beranekaragam. Karena demokrasi tidak sekadar membutuhkan kerelaan hati menerima adanya perbedaan pendapat dan perbedaan pikiran, namun demokrasi juga membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan cinta kasih antar sesama.
 
Jakarta, 23 Maret 2018/5 Rajab 1439 H
 
 
والسّــــــــــــلام عليكم ورحمة الله وبركاته
 
 
Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj, MA dan Dr. H. Haedar Nashir

(Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum PP Muhammadiyah)


Point pertama, dari lima point yang bersama-sama ditegaskan adalah tentang menjaga, melindungi, dan mendukung Pancasila sebagai dasar negara yang final dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara yang final. 

Pelajaran toleransi kali ini meski kedua organisasi massa Islam ini banyak berbeda dalam beberapa hal amaliyah, seperti dalam masalah tawassul kepada kuburan, masalah istighatsah kepada Wali yang sudah wafat,  masalah dzikir berjama'ah, masalah tahlilan, masalah tarekat-tarekat, masalah barzanjian, dan lain-lain. 

NU dan Muhammadiyah Melindungi Pancasila dan NKRI

Namun keduanya bertemu dan bersatu dalam menerima dan melindungi Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Disebutkan di salah satu artikel dalam Cnnindonesia.com:

"Penelitian Doktor FISIP Universitas Indonesia (UI), Said Romadlan menyebut bahwa bagi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), Pancasila adalah pilihan final dan terbaik.

Hasil penelitian itu jadi salah satu kesimpulan disertasinya yang berjudul Diskursus Gerakan Radikalisme dalam Organisasi Islam (Studi Hermeneutika pada Organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tentang Dasar Negara, Jihad, dan Toleransi).

"Bagi organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama Pancasila adalah pilihan final dan terbaik karena Pancasila merupakan hasil perjanjian seluruh elemen bangsa," jelas Said dalam sidang terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi yang dilaksanakan secara daring, Senin (27/7).

Tim promotor gelar doktoral Said terdiri dari Prof. Dr. Ibnu Hamad, M.Si (promotor) dan Prof. Effendi Gazali, M.Si, M.P.SI.D., Ph.D (kopromotor). Said berhasil dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan.

Said menjelaskan bahwa penerimaan Muhammadiyah dan NU terhadap Pancasila bukanlah pandangan politik yang didasarkan atas kepentingan pragmatis dan jangka pendek.

Pandangan kedua organisasi Islam moderat ini dihasilkan melalui proses refleksi dan dialektika keduanya atas sejarah lahirnya Pancasila, di mana tokoh-tokoh Muhammadiyah dan NU terlibat langsung.

"Selain itu, secara kontekstual peneguhan sikap Muhammadiyah dan NU atas Pancasila juga merupakan perlawanan kedua organisasi Islam ini terhadap upaya-upaya kelompok-kelompok tertentu yang hendak mengganti dan mengubah Pancasila," ujar Said.

Said dalam disertasinya juga mengungkap ada perbedaan pemahaman dan sikap antara Muhammadiyah dan NU terhadap Pancasila.

Dalam pemahaman Muhammadiyah, kata dia, Pancasila adalah darul ahdi wa syahadah (Negara Konsensus dan Kesaksian). Sedangkan NU memahami Pancasila sebagai mu'ahadah wathaniyah (Kesepakatan Kebangsaan).

Menggunakan metode penelitian analisis isi hermeneutika, Ia menjelaskan perbedaan pemahaman dan sikap Muhammadiyah dan NU atas Pancasila merupakan hasil penafsiran ayat Alquran yang juga berbeda.

"Muhammadiyah merujuk pada Alquran Surat Saba' ayat 15 "baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur", yang artinya: "sebuah negeri yang baik dan berada dalam ampunan Allah SWT". Kalimat tersebut oleh Muhammadiyah ditafsirkan sebagai Negara Pancasila," kata Said.

"Sedangkan NU mengacu pada Alquran Surat al-Baqarah ayat 30: "khalifah fil ardhi", "khalifah" ditafsirkan NU sebagai melaksanakan amanat Allah melalui NKRI dan Pancasila," jelas dia.

Disertasi Said juga menjelaskan pandangan Muhammadiyah dan NU mengenai jihad dan toleransi terhadap non-muslim.

"Dalam pandangan Muhammadiyah dan NU jihad bukanlah diwujudkan dalam bentuk kekerasan, apalagi terorisme," kata dia.

Bagi Muhammadiyah jihad adalah jihad lil-muwajahah, yakni bersungguh-sungguh menciptakan sesuatu yang unggul dan kompetitif.

Sedangkan bagi NU jihad adalah sebagai mabadi' khaira ummah, yaitu bersungguh-sungguh mengutamakan kemaslahatan umat.

Ia menuturkan, sejak awal Muhammadiyah dan NU dikenal sebagai organisasi Islam yang toleran terhadap non-muslim.

Bagi Muhammadiyah toleransi terhadap non-muslim sebagai 'ukhuwah insaniyah' (persaudaraan kemanusiaan), sedangkan bagi NU adalah sebagai 'ukhuwah wathaniyah' (persaudaraan kebangsaan).

Muhammadiyah dan NU, lanjut Said, punya peran penting sebagai kekuatan civil Islam. Terutama dalam melakukan gerakan penyadaran dan perlawanan terhadap gerakan radikalisme yang dianggap antidemokrasi dan menyimpang dari ajaran Islam sebagai agama rahmatan lil-alamin.

"Salah satu bentuk penyadaran dan perlawanan terhadap gerakan radikalisme adalah dengan terus menciptakan narasi-narasi sebagai kontra-diskursus atas pemahaman kelompok-kelompok Islam radikal mengenai isu-isu radikalisme," kata dia." [Silahkan Lihat https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200728115151-32-529695/disertasi-ui-pancasila-pilihan-final-muhammadiyah-dan-nu].

Oleh: Ustaz Raihan Ramadhan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال