HPT Muhammadiyah Kitab Pegangan Bertaqlid

KULIAHALISLAM.COM - Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah sebagai kitab pegangan. Bagi saya yang super sibuk tak mungkin harus meneliti dalil dari ayat Alquran, baik yang muhkamat atau yang mutasyabihat, hingga hadis yang jutaan jumlahnya, hanya untuk sekadar tahu dalil tentang tata cara niat, takbir atau bacaan iftitah dalam salat atau lainnya, disamping tak ada waktu juga tak ada kemampuan.

Kitab HPT (Himpunan Putusan Tarjih) Muhammadiyah sebagai pegangan bertaqlid

Pertimbangan praktis dan efisien menjadi pilihan — kitab Himpunan Putusan Tarjih atau HPT salah satunya, kepadanya saya bertaqlid dan ikut tanpa banyak bertanya. Sebab saya pikir fatwa ulama tarjih sudah sesuai Alquran dan as Sunnah, setidaknya ‘mendekati kebenaran’. 

Anjuran kembali kepada Alquran dan As Sunnah kian riuh — pikiranku makin gelisah, baca Alquran saja masih susah bagaimana mungkin saya harus menerjemah, memahami, menafsir dan mengistimbath untuk mengambil hukum-hukum dari firman Allah apalagi mengambil hikmahnya. 

Pasti butuh waktu dan lama sekali. Taruhlah bisa,  bobot benarnya juga masih diragukan, sebab itu HPT adalah kitab ampuh dan sakti untuk tetap berada di jalan sunnah yang efisien dan efektif. Saya hanya membaca dan mendengar fatwa para ulama tarjih yang menurut saya sudah mengikuti Alquran dan as Sunnah. Tidak dalam kapasitas meneliti, mengkomparasi apalagi mentahqiq agar disebut muttabi’. 

"Janganlah kalian banyak bertanya tentang sesuatu yang aku tidak terangkan pada kalian, karena orang-orang sebelum kalian tiada lain binasa karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi mereka’. 

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kamu, (justru) akan menyusahkan kamu. Jika kamu menanyakannya ketika Alqur’an sedang diturunkan, (niscaya) akan diterangkan kepadamu, Allah telah memaafkan (kamu) tentang hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun. (QS. Al-Mā`idah [5]: 101).

At-Tabari di dalam Jāmi’ al-Bayān (juz 11, halaman 104) menyatakan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan pertanyaan yang dilontarkan kepada Nabi Muhammad mengenai haji. 

Ketika diturukan ayat mengenai haji orang-orang bertanya “wahai Rasulullah, apakah kami haji setiap tahun? “. Rasulullah SAW diam. Orang-orang kembali mengulang lagi pertanyaan tersebut dan Rasulullah SAW akhirnya menjawab “tidak. Demi Allah, jika aku berkata “iya” niscaya wajib bagi kalian untuk haji setiap tahun.”

Benarkah taqlid itu di larang ? Ah...yang benar saja — bukankah para sahabat dan salafus saleh juga taqlid ? Taqlid kepada Nabi Muhammad SAW, maksudnya tidak banyak bertanya: kenapa begini, kenapa tidak begitu, tapi semua sami’na wa atha’na.

Yang dilarang adalah taqlid kepada orang tua, nenek moyang, leluhur atau kepercayaan sesat lain yang semisal : ‘Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah : 170)

Inilah taqlid yang dilarang dan diharamkan, sedang taqlid kepada Allah dan rasul-Nya tidak lah mengapa bahkan dianjurkan untuk tidak banyak bertanya, menunda-nunda, bahkan melawan perintah karena tidak sesuai kehendak logika. Taqlid kepada orang tua, leluhur dan nenek moyang adalah sikap tercela, sedang taqlid kepada Allah dan Rasul-Nya adalah sikap terpuji. 

Menurut hemat saya, Himpunan Putusan Tarjih (HPT) adalah kitab pegangan taqlid yang praktis, efektif dan efisien — untuk mengamalkan sunnah Nabi SAW, solusi beragama dengan sederhana dan simpel— mungkin khusus untuk orang-orang Islam kosmopolit yang super sibuk yang tak ada sempat berbagi waktu untuk duduk di sajadah berlama-lama— wallahu a’lm 
Salam hangat 

Oleh: Ustaz Nurbani Yusuf
Komunitas Padhang Makhsyar

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال