Sirah Ibnu Ishaq: Kitab Sirah Pertama Dalam Islam

KULIAHALISLAM.COM - Muhammad bin Ishaq bin Yasar –selanjutnya disebut Ibnu Ishaq dikenal sebagai gurunya para ahli sirah dan maghazi.

Asalnya dari Madinah (meskipun keluarga asalnya dari Kufah). Kemudian melakukan pengembaraan intelektual ke Alexandria, Kufah, Ray, Baghdad dan sebagainya. Riwayat Ibnu Ishaq dari kota-kota ini (terutama Iraq) lebih banyak ketimbang riwayat-riwayatnya dari para ulama Madinah.

Bisa dibilang, Baghdad adalah pemberhentian terakhir dari perjalanan keilmuannya. Ibnu Ishaq bertemu dengan Khalifah al-Manshur kemudian menuliskan Sirah untuk Pangeran al-Mahdi. Ibnu Ishaq meninggal di Baghdad pada tahun 150-an Hijriyah.

Sirah Ibnu Ishaq
Sampul Kitab Sirah Ibnu Ishaq
Memang ada perdebatan terkait status Jarh wa Ta`dil Ibn Ishaq yang wafat tahun 150-an Hijriyah ini. Imam Bukhari dan gurunya, Ali bin al-Madini, kemudian Syu`bah, Sufyan al-Tsauri misalnya, mengatakan bahwa ia tsiqah.

Sedangkan Abu Zur`ah al-Razi mengatakan bahwa ia shaduq, begitu juga Imam Ahmad dalam sebuah riwayat. Imam Malik dan Hisyam bin Urwah dikenal memiliki penilaian yang sangat keras kepadanya. Pun ditambah Ibnu Ishaq punya catatan melakukan tadlis.

Perdebatan ini dapat ditemukan dalam berbagai literatur al-Jarh wa al-Ta`dîl. Namun, rangkumannya dapat disimak melalui Tahdzib al-Tahdzib-nya (9/38) Ibnu Hajar.

Prof. Dr. Ahmad Ma`bad Abdul Karim, melalui disertasinya, tahkik kitab al-Nafh al-Syadzi fî Syarh Jâmi` al-Tirmdzi karya Ibnu Sayyid al-Nas (2/698-792) melalukan penelitian terhadap status Ibnu Ishaq dan memaparkan hasilnya secara panjang lebar.

Dapat disimpulkan dari perbedaan ulama tentang status Ibnu Ishaq bahwa beliau berderajat shaduq.

Maka hadis-hadis yang beliau riwayatkan dihukumi hasan li dzatihi selama itu bukan hadis yang beliau tadlis dan tidak menyelisihi riwayat dari rawi lain yang lebih tsiqah atau lebih banyak (syadz). Hal ini berlaku baik dalam hadis hukum maupun dalam hadis-hadis yang berbicara soal sirah dan maghazi.

Bahkan apabila pertentangan dengan rawi lain dalam riwayat hadis tentang sirah dan maghazi, Ibnu Ishaq lebih diutamakan mengingat keimaman beliau dalam hal tersebut.

Terkait keimaman beliau soal sirah dan maghazi, ulama sekaliber Imam Syafi`i mengatakan: “Siapa saja yang ingin memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam terkait maghazi, ia butuh kepada seorang Ibnu Ishaq”.

Pengakuan sejenis juga datang dari Imam Zuhri yang notabene merupakan guru Ibnu Ishaq sendiri.

Part II: Tentang Sirah Ibnu Ishaq

Sirah Ibnu Ishaq berisi tiga hal: al-Mubtada, al-Mab`ats dan al-Maghazi.

Bagian pertama (al-Mubtada’) berisi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum masa kenabian. Dalam bagian tersebut disebutkan nasab Rasulullah ShallalLâhu `alaihi wa Sallama sampai kepada Nabi Adam `alaihi al-Salâm. Kemudian cerita tentang kisah Abdul Muthalib, Sumur Zamzam sampai pernikahan kedua orangtua Rasulullah ShallalLâhu `alaihi wa Sallama.

Sedangkan bagian kedua (al-Mab`ats) berisi tentang kelahiran Nabi, menerima wahyu pertama di gua Hira sampai hijrah ke Madinah. Sementara bagian ketiga (al-Ghazawat) berisi tentang berbagai peperangan yang Beliau ShallalLâhu `alaihi wa Sallama ikuti.

Dalam menyajikan sirah, Ibnu Ishaq menyebutkan sanad beliau secara lengkap. Namun ada kalanya beliau tidak menyebutkan sanad secara lengkap, biasanya yang terkait dengan peristiwa sejarah secara umum. Mengingat sejarah juga tersebar berdasarkan kemasyhuran sebuah cerita yang beredar di tengah umat dan diturunkan dari generasi ke generasi.

Memang, setelah datangnya Sirah Ibnu Hisyam yang ‘mengkaji dan menyajikan ulang’ Sirah Ibnu Ishaq, perhatian nampak lebih banyak kepada Sirah Ibnu Hisyam. Tapi bagaimanapun, Sirah Ibnu Ishaq tetaplah merupakan salah satu sumber utama literatur Sirah Nabawiyah. Pun, tidak sedikit maklumat yang sebenarnya sangat penting namun justru dihapus oleh Ibnu Hisyam.

Misalnya riwayat ‘mursal’ dari Imam Mujahid bahwa dulu ketika al-Quran turun kepada Rasulullah ShallalLâhu `alaihi wa Sallama, Beliau membacakannya kepada kaum pria kemudian membacakanya kepada kaum wanita.

Satu testimoni menarik tentang Sirah Ibnu Ishaq datang dari Ibnu `Adi dalam al-Kâmil fî Dhu`afâ’ al-Rijâl-nya (9/48):

“Seandainya Sirah Ibnu Ishaq tidak memiliki keutamaan lain selain ‘menyibukkan para khalifah dari buku-buku lain yang tidak bermanfaat untuk membaca tentang peperangan-peperangan Rasulullah ShallalLâhu `alaihi wa Sallama, awal penciptaan makhluk dan diutusnya Rasulullah ShallalLâhu `alaihi wa Sallama’, maka cukuplah itu merupakan keutamaan bagi Sirah Ibnu Ishaq yang pertama kali ia meraihnya. Kemudian orang lain juga ikut menulis tentang sirah namun tidak mencapai apa yang telah dicapai Ibnu Ishaq…”

Penulis: Ustadz Musa Al Azhar, Lc,


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال