Pembaharuan Islam dalam Pandangan Prof. Dr. H. Abuddin Nata

Pembaharuan Islam dalam pandangan Prof. Dr. H. Abuddin Nata oleh Rabiul Rahman Purba, S.H.

KULIAHALISLAM.COM - Prof. Dr. H. Abuddin Nata, lahir di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 02 Agustus, 1954. Ia mendapat gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam dengan konsentrasi Pendidikan Islam dari Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. 

Prof. Abuddin Nata Pembaharuan Islam (Sumber gambar: tangkapan layar YouTube) 

Pada tahun 1999-2000 mengikuti Visiting Postdoctoral Program di Islamic Studies McGill University, Montreal, Kanada. Ia merupakan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pembaharuan dalam Islam

Menurut Prof. Dr. H. Abuddin Nata menyatakan, di sebagian umat Islam tradisional hingga saat ini terlihat belum mau menerima apa yang dimaksud dengan pembaharuan Islam. 

Mereka memandang bahwa pembaharuan Islam adalah membuang ajaran Islam yang lama diganti dengan ajaran Islam baru, padahal ajaran Islam yang lama itu berdasarkan pada hasil ijtihad para Ulama besar yang dalam ilmunya, taat beribadah dan unggul kepribadiannya.

Sedangkan Ulama yang ada sekarang dipandang kurang mendalami ilmu agamanya, kurang taat dalam ibadahnya dan kurang baik budi pekertinya. Oleh karena itu mereka masih beranggapan bahwa pemikiran Ulama di abad yang lampau sudah cukup baik dan tidak perlu diganti dengan pemikiran Ulama sekarang.

Ada pula yang memahami pembaharuan Islam dengan mengubah Alqur’an dan Hadis, menurut selera orang yang memahaminya, atau mencocok-cocokan makna Alqur’an dan Hadis dengan makna yang dimaui oleh orang yang menafsirkannya, sehingga Alqur’an dan Hadis menjadi semacam stempel yang melegitimasi segala perbuatan yang dilakukan manusia.

Persepsi demikian hingga kini nampak dipegang terus oleh sebagian ummat Islam tradisional, tanpa mau melakukan dialog atau diskusi dengan para tokoh pembaharuan dalam Islam, sehingga munculah istilah kaum modernis dan kaum tradisonalis. 

Pembaharuan Islam sebenarnya bukan sebagaimana yang dipersepsikan oleh sementara kaum tradisionalis di atas.
Menurut Prof. Harun Nasution, pembaharuan Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagaman Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Dengan demikian, pembaharuan dalam Islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks Alqur’an maupun teks Hadis, melainkan hanya mengubah atau menyesuaikan paham atas keduanya sesuai dengan perkembangan zaman. 

Hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan oleh para Ulama atau pakar zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasi, sosial dan lain sebagainya.

Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang masih banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi. Selain itu pembaharuan dalam Islam dapat pula berarti mengubah keadaan ummat agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam Alqur’an dan Sunnah.

Hal ini perlu dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang dikendaki Alqur’an dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Alqur’an misalnya mendorong ummatnya agar menguasai pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan modern serta teknologi secara seimbang, hidup bersatu, rukun an damai sebagai suatu keluarga besar, bersikap dinamis, kreatif, inovatif, demokratis, terbuka, menghargai pendapat orang lain dan lainya.

Namun kenyataanya ummatnya menunjukan keadaan yang berbeda. Sebagian besar ummat Islam hanya menguasai pengetahuan agama sedangkan ilmu pengetahuan modern tidak dikuasainya bahkan dimusuhinya, hidup dalam keadaan pertentangan dan peperangan, satu dan lainnya saling bermusuhan, statis, memandang cukup ada yang ada, tidak ada kehendak meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja, bersikap diktator, kurang menghargai waktu dan lainnya.

Sikap dan pandangan hidup ummat demikian jelas tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah, dan hal demikian harus diperbarui dengan sejalan kembali kepada dua sumber ajaran Islam yang utama itu. Dengan demikian, maka pembaharuan Islam mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup ummat agar sejalan dengan petunjuk Alqur’an dan Sunnah.

Untuk mendukung pernyataan tersebut, Prof. Harun Nasution dalam bukunya “Pembahruan dalam Islam” telah banyak mengemukakan ide-ide pembaharuan dalam Islam dengan maksud seperti diungkapkan di atas. Muhammad Abduh, salah seorang pembaharu dari Mesir.

Sebagaimana dikemukakan Prof. Harun Nasution misalnya mengemukakan ide-ide pembaharuan antara lain dengan cara menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam, kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka kembali pintu ijtihad, menghargai pendapat akal, dan menghilangkan sikap dualisme dalam bidang pendidikan.

Sementara itu Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa untuk mencapai kemajuan perlu meninggalkan paham teologi Jabariah (fatalism) diganti dengan paham qadariyah (free will dan free act), perlu percaya bahwa hukum alam dengan wahyu yang ada dalam Alqur’an tidak bertentangan, karena kedua-duanya berasal dari Tuhan dan perlu dihilangkan paham taklid diganti dengan paham ijtihad.

Dari beberapa pemikiran pembaharuan tersebut di atas, terlihat bahwa yang dimaksud dengan pembaharuan dalam Islam, bukan mengubah Alqur’an dan Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang utama.

Sumber : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Terbitan PT. RajaGrasindo Persada.

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال