Bid'ah, Aswaja & Salafi di Masyarakat Islam Nusantara (2)

(Sumber gambar : dokumen penulis)

KULIAHALISLAM.COM–Orang Salafi memang tampak aneh bin ajaib, mereka gemar sekali menuduh umat Islam melakukan amal perbuatan yang mereka tuduhkan sebagai Bid`ah dhalalah/sesat, seperti umat Islam yang pada bulan Sya`ban sedang giat-giatnya mengadakan pembacaan shalawat keliling, karena ayat perintah bershalawat itu turunnya adalah di bulan Sya`ban.

Bahkan orang Salafi berani mengancam umat Islam yang mereka tuduh sebagai pelaku bid`ah sesat itu akan dimasukkan neraka. Tentunya yang dimaksud bid`ah oleh orang Salafi adalah bid`ah yang sesuai dengan definisi mereka sendiri, bukan bid`ah berdasarkan definisi para ulama salaf.

Adapun definisi bid`ah sesat yang diyakini oleh orang Salafi adalah: Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para sahabat secara mutlak maka dinamakan bid`ah, contohnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tidak pernah melakukan pembacaan shalawat keliling.

Intinya orang Salafi selalu mengatakan, bahwa hukum semua amal perbuatan itu pada dasarnya adalah dilarang (haram) sehingga ditemukan dalil Alquran maupun Hadis shahih yang memperbolehkannya. Bahkan secara kaku, orang Salafi memandang jika ada amalan yang hanya didasari oleh dalil hadis (bukan ayat Alquran), maka hadis yang dapat diterima itu terbatas pada Hadis Shahih saja.

Dengan demikian, hampir semua umat Islam di dunia ini tidak ada yang luput dari tuduhan sebagai pelaku bid`ah oleh kaum Salafi. Karena orang Salafi menganggap bahwa kebanyakan amal perbuatan umat Islam itu tidak didasari dalil secara tekstual (harfi) baik dari Alquran maupun Hadis shahih (tidak dicontohkan secara langsung oleh Nabi Muhammad SAW)

Orang Salafi sering kali menolak dalil kontekstual (ma`nawi) dari Alquran maupun Hadis, jika menghukumi suatu amalan yang dilakukan oleh umat Islam. Misalnya, Allah perintah: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat dan bersalam kepada Nabi dengan sebenar-benar salam..!

Kemudian umat Islam mengarang redaksi shalawat dengan berbagai macam bentuk kalimatnya dan metode pembacaan, sebut saja shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih, dan sebagainya. 

Maka dengan mudahnya orang Salafi mengatakan bahwa macam-macam bentuk redaksi shalawat ini adalah bid`ah, karena Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan secara langsung redaksi shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya, sekalipun shalawat-shalawat ini telah diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia.

Namun runyamnya, di sisi lain orang Salafi sendiri ternyata banyak mengamalkan perbuatan bid`ah yang tidak didasari dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadis shahih itu sendiri (tidak pernah dicontohkan secara langsung oleh Nabi Muhammad SAW).

Jadi, pada hakikatnya orang Salafi itu kerap melanggar keyakinan yang mereka buat sendiri, sehingga jika diteliti, banyak sekali amalan-amalan mereka yang tidak luput dari perbuatan bid`ah sesuai dengan definisi mereka itu.

Coba diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Salafi sebagai berikut:

Pertama, tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Salafi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tidak pernah naik mobil? 
Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Salafi tiba-tiba secara serampangan membagi bid`ah itu menjadi dua.

Yaitu Bid`ah Diniyah, seperti Bid`ahnya naik mobil dan Bid`ah Duniawiyah seperti Bid`ahnya shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya. Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Salafi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadis shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadis tidak pernah membagi Bid`ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah.

Kedua, Nabi Muhammad SAW perintah: Khudzuu`anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi Muhammad SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. 

Jika saja kaum Salafi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Tapi kenyataannya tidak demikian.

Ketiga, orang Salafi menyakini bahwa tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma was shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadis shahih manapun.

Keempat, kaum Salafi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadis shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Hadis shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadis Nabi Muhammad SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Salafi sendiri.

Kelima, belum lagi pembagian derajat hadis menjadi shahih, hasan dan dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadis Nabi Muhammad SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadis. Anehnya orang Salafi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil.

Keenam, jika datang bulan Ramadan, orang Salafi Saudi Arabia mengadakan salat tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadan (dari awal hingga akhir bulan Ramadan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Salafi. Tradisi tata cara amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ketujuh, bilal salat Tahajjudnya juga orang Salafi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum salat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi maupun para sahabat.

Kedelapan, orang Salafi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun para sahabat.

Kesembilan, orang Salafi Indonesia juga mendirikan yayasan / organisasi tapi disisi lain mereka sering menghina orang yang berorganisasi dengan “Hizbiyun”. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadis shahih.

Kesepuluh, orang Salafi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadis.

Kesebelas, orang Wahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percetakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi Muhammad SAW maupun para sahabat.

Keduabelas, orang Salafi juga menerima upaya pengelompokan Hadis shahih dalam satu buku karangan seperti kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun para sahabat.

Ketigabelas, penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Salafi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Salafi Indonesia sendiri.

Keempatbelas, orang Salafi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadis shahih.

Kelimabelas, masih banyak amal perbuatan orang Salafi yang tergolong bid`ah, menurut definisi orang Salafi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadis shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Salafi, bahwa semua bid`ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Salafi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi sesat.
______

Dirangkum dari kajian Aswaja bersama:

- KH. Luthfi Bashori
- KH. Idrus Ramli
- Buya Yahya Ma`arif.

Penulis : Tawfiq Ndon

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال