Pengenalan Tafsir Mengenai Konflik Agama yang Terjadi di Situbondo

Penulis: Alfiatul Rochaia*


Abstract

There have been a lot of conflicts, cases that occur in the context of diverse people. Where one of them is the conflict that I am currently reviewing so that we can find out what the point of the problem is actually like. What happened? Can it be categorized in the context of conflict between religious people? And I will look for Al-Quran verses whose context from the verse matches the case quoted. Due to the study program that I am currently diving into, as well as the course that I am currently studying. This article is there to dissect the case that reads “Religious Conflict that occurred in Situbondo”.

Keyword: Al-Quran verse research, Case, Inter-religious people, Situbondo


Abstrak

Sudah banyak sekali konflik-konflik, kasus yang terjadi dalam konteks umat beragam. Di mana salah satunya ialah konflik yang saat ini saya kaji untuk kita dapat mengetahui titik permasalahan yang terjadi sebenarnya seperti apa. Apa yang terjadi? Dapatkah di kategorikan dalam konteks konflik antar umat beragama? Serta saya akan mencari ayat Al-Quran yang konteks dari ayatnya cocok dengan kasus yang dikutip. Dikarenakan program studi yang sedang saya selami, sekaligus mata kuliah yang sedang saya kaji. Artikel ini ada untuk membedah kasus yang berbunyi “Konflik Agama yang terjadi Situbondo.”

Keyword: Penelitian ayat Al-Quran, Kasus, Antar umat beragama, Situbondo

Pendahuluan

Konflik Agama di Situbondo pada tahun 1996 terjadi akibat ketegangan antara dua kelompok agama, yaitu Islam dan umat Kristen. Konflik ini dipicu oleh insiden kekerasan yang terjadi antara anggota kedua kelompok tersebut. Ketegangan antar agama bisa dipicu oleh isu-isu sosial seperti persaingan ekonomi, Ketidaksetaraan dalam pemerataan sumber daya, atau perbedaan politik lokal. 

Ambisi politik dari kelompok-kelompok tertentu atau ketidakstabilan politik di tingkat lokal dapat memperburuk ketegangan antar kelompok agama. Politisasi agama atau penyalahgunaan agama untuk kepentingan politik juga menjadi pemicu utama. Persaingan ekonomi dalam hal sumber daya, atau lapangan kerja, bisa menciptakan ketegangan antar kelompok agama, terutama jika ada persepsi ketidakadilan atau diskriminasi dalam distribusi sumber daya. 

Perbedaan keyakinan agama, tradisi, atau praktik budaya dapat menjadi sumber konflik tidak dikelola dengan baik. Mis understanding, stereotip, atau ketidakmampuan atau menghargai keberagamaan bisa memperburuk keadaan setempat. Makalah ini akan memaparkan; Bagaimana kronologi konflik agama yang terjadi Situbondo, Apa ayat dan Tafsir yang berkaitan dengan Konflik, Konteks ayat, Generalisasi, Dan Argumentasi kami. 

Makalah ini di buat untuk menuntaskan tanggung jawab kami menyelesaikan tugas Mata Kuliah Tafsir Al Adyan. juga memecahkan apa yang ramai di publik, dalam kasus ini kami akan mencari penanganan konfilk yang mana membutuhkan sebuah pendekatan yang bersifat holistik yang memperhitungkan dinamika kompleks dan berbagai faktor yang mempengaruhi masyarakat setempat. 

Pembahasan

Kasus

Pada tanggal 10 Oktober 1996 di Situbondo, Jawa timur. Terjadi sebuah kerusuhan massal yang menargetkan masyarakat umat Kristen dan orang-orang keturunan Tionghoa, kerusuhan tersebut 24 gereja dirusak, sekolah-sekolah dan panti asuhan Kristen serta toko-toko milik Tonghoa dibakar. Dan tragisnya 5 anggota pendeta tewas terperangkap di gereja pantekosta pusat Surabaya  yang bakar oleh masa. 

Kejadian ini merupakan kejadian pertama yang menjadi kerusuhan yang mana menyita perhatian nasional. Yang akhirnya berujung pada Mei 1998. Kerusuhan Situbondo berawal dari sidang seorang pemuda muslim yang bernama Saleh yang berumur 28 tahun, Saleh dideskripsi kan oleh teman dan keluarganya dengan seorang  yang pendiam  dan taat agama. 

Oleh karna itu sangat dikejutkan dengan adanya KH. Ahmad Zaini pemimpin pesantren Nurul Islam di kecamatan Kepongan. Melaporkan Saleh ke NU cabang setepat dengan tuduhan penistaan agama pada April 1996. KH. Ahmad Zaini menyatakan dalam pernyataannya salah satu kegiatan di rumahnya, Saleh berkata bahwa adalah makhluk biasa. Dan KH. As’ad Syamsul Arifin seorang ulama NU yang sangat di hormati matinya tidak sempurna, atau dalam bahasa Madura “Mateh Terkecer”.  

KH Ahmad Zaini mengaku telah meminta saleh untuk menulis apa yang ia katakan dan menandatanganinya, namun dewan NU menolak untuk menindak lanjuti kasus ini, alasannya adalah untuk tidak memperbesar masalah yang kecil, KH Zaini yang muak atas tanggapan tersebut, menuntut penyelidikan lebih lanjut oleh kepolisian. Pada saat itu ia sudah memfotokopi pengakuan Saleh pada masyarakat, menyebabkan amarah yang meluas di masyarakat setempat. Pada akhirnya pada bulan Mei 1996 Saleh di tangkap dengan tuduhan penistaan agama dan melanggar UUD pasal 156a KUHP yang berisi tentang penodaan agama.

Pada sidang terakhir Saleh, sekitar 1000-4000 orang yang menyaksikan persidangan tersebut. Jaksa menyatakan bahwa Saleh akan dihukum dengan hukuman 5 tahun penjara. Pada saat itu pula orang-orang yang menyaksikan merasa kesal dengan hukuman yang di berikan kepada Saleh. 

Kerusuhan dimulai saat massa melemparkan batu ke arah petugas keamanan yang jumlahnya hanya 1:10 dengan massa yang ada di luar gedung. Dengan kericuhan massa yang tidak terkendali massa mulai membakar Gedung pengadilan, dan Gereja yang terletak di sekitar bukit Sion, karna ada yang mendengar teriakan petugas yang akan membawa Saleh untuk disembunyikan di bukit Sion. Total kerusakan yang terjadi:

  1. 24 Gereja
  2. 1 Kuil Buddha
  3. 6 Sekolah Kristen dan Katolik 
  4. 1 Panti Asuhan

Ayat dan Tafsir

Ayat Alquran yang Relevan dengan kasus “penistaan agama di Situbondo yang di lakukan oleh pemuda yang bernama Saleh”. Saya mengambil dari surah Al-Ankabut: 46, yang berbunyi:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


وَلَا  تُجَا دِلُوْۤا  اَهْلَ  الْكِتٰبِ  اِلَّا  بِا لَّتِيْ  هِيَ  اَحْسَنُ    ۖ اِلَّا  الَّذِيْنَ  ظَلَمُوْا  مِنْهُمْ  وَقُوْلُوْۤا  اٰمَنَّا  بِا لَّذِيْۤ  اُنْزِلَ  اِلَيْنَا  وَاُ نْزِلَ  اِلَيْكُمْ  وَاِ لٰهُـنَا  وَاِ لٰهُكُمْ  وَا حِدٌ  وَّنَحْنُ  لَهٗ  مُسْلِمُوْنَ

wa laa tujaadiluuu ahlal-kitaabi illaa billatii hiya ahsanu illallaziina zholamuu min-hum wa quuluuu aamannaa billaziii ungzila ilainaa wa ungzila ilaikum wa ilaahunaa wa ilaahukum waahiduw wa nahnu lahuu muslimuun

"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, Kami telah beriman kepada (Kitab-Kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhan kamu satu; dan hanya kepada-Nya kami berserah diri." (QS. Al-'Ankabut 29: Ayat 46).

Pada ayat sebelumnya Allah memberi umat Islam petunjuk dalam menghadapi kaum musyrik Mekah atau para penyembah berhala. Allah lalu menyusulinya dengan ayat ini, yang mengajarkan cara berdakwah kepada kaum Yahudi dan Nasrani. Dan janganlah kamu, wahai umat Islam, berdebat demi menunjukkan kebenaran ajaran Islam dengan Ahli Kitab, yakni Yahudi dan Nasrani yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad, melainkan dengan cara yang lebih lebih baik dibanding caramu menghadapi orang-orang musyrik yang tidak percaya Tuhan. 

Kaum Yahudi dan Nasrani sejatinya percaya kepada Tuhan dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa sehingga lebih mudah bagimu untuk mengajak mereka kepada agama Islam. Berdebatlah dengan cara yang lebih baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, yaitu orang-orang yang tetap membantah, membangkang, bahkan memusuhimu setelah menerima penjelasan-penjelasan yang kamu sampaikan dengan cara terbaik. 

Kamu bisa menunjukkan cara dan sikap yang lebih tegas kepada mereka itu, dan katakanlah kepada mereka, ”Kami telah beriman kepada kitab Alqur’an yang diturunkan kepada kami dan kitab-kitab yang diturunkan kepadamu, yakni Taurat dan Injil. Tuhan kami dan Tuhan kamu sesungguhnya satu, yaitu Allah; dan hanya kepada-Nya kami senantiasa berserah diri.”

Konteks ayat

Surah Al-Ankabut memberikan pandangan tentang bagaimana cara umat Islam seharusnya merespons tindakan tersebut. Di mana umat Islam, termasuk masyarakat yang terdampak oleh tindakan penistaan agama, dihadapkan pada situasi di mana keyakinan dan nilai-nilai agama mereka dihina atau disalahkan oleh individu lain juga seorang Muslim sendiri.  

Dalam situasi ini, ayat tersebut menyarankan agar umat Islam merespons dengan cara yang lebih baik dari pada membalas dendam atau kemarahan. Mereka dianjurkan untuk menjawab dengan hikmah dan kesabaran, serta memberikan contoh kebaikan dalam perilaku dan perkataan mereka. dengan ini kita dapat menjaga kesucian dan nama baik Agama kita (Islam).

Generalisasi 

Pada konflik agama di Situbondo pada tahun 1996, dengan motif penistaan agama oleh pemuda bernama Saleh, bahwa tindakan penistaan agama dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius, termasuk konflik yang merusak. Tindakan Saleh dalam menistakan agama memicu reaksi keras dari masyarakat yang beragama lain, menciptakan ketegangan dan ketidakamanan di wilayah tersebut. 

Dalam kasus ini kita harus mementingkan menghormati dan keyakinan agama lain. Penistaan agama tidak hanya merusak nilai-nilai keberagamaan dan toleransi, dan juga dapat memicu aksi balasan yang lebih masyarakat, dan konflik berkepanjangan. Kasus ini mengingatkan kita tentang urgensi untuk menyelesaikan konflik dengan cara damai dan konstruktif. 

Penyelesaian yang dasarkan pada dialog, pengertian, kompromi dapat mencegah eskalasi kekerasan dan memungkinkan masyarakat untuk membangun kembali kerukunan. Juga menyoroti pentingnya pendidikan dan pemahaman yang lebih baik tentag agama dan toleransi. Edukasi yang lebih baik tentang nilai-nilai keberagaman agama dapat membantu mencegah penistaan agama dan memperkuat toleransi antar umat beragama. 

Dengan demikian, dari sini kita dapat mengambil pemahaman yaitu, pentingnya menghormati, memahami, dan merespons perbedaan agama dengan cara konstruktif dengan damai, harmonis dan keadilan.

Argumentasi

Dalam kasus penistaan agama yang terjadi di Situbondo pada 1996, melibatkan tiga pihak, yaitu Saleh (pelaku), masyarakat, dan Petugas kementerian yang bertugas. Di sini saya memilik argumen dan perspektif yang berbeda-beda. Yaitu:

Jika mengkritik tindakan yang diperbuat Saleh, mungkin pada saat itu saleh menganggap bahwa tindakan yang ia lakukan adalah sebuah bentuk ekspresi kebebasan berbicara dan berpendapat. Mungkin ia merasa bahwa ia memiliki hak untuk menyatakan pandangannya, meskipun memang pandangan yang ia lontarkan mungkin kontroversial atau menyinggung bagi beberapa orang yang mendengarnya. 

Kedua, argumen saya mengenai masyarakat yang memberontak atas ketidakpuasannya pada hukuman yang di jatuhkan pada saleh, mungkin mereka merasa bahwa tindakan Saleh telah melukai nilai-nilai keagamaan dan sosial mereka. di mana masyarakat mungkin berpendapat bahwa protes yang mereka lakukan adalah salah satu cara yang mutlak untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap tindakan saleh, dan menuntut perlindungan terhadap nilai-nilai yang mereka pegang.

Ketiga, tindakan yang dilakukan petugas, yang mana mereka membawa lari Saleh dengan motif untuk melindungi Saleh dari amukan masyarakat. Mungkin mereka melakukan itu hanya untuk menjalakan tugasnya, untuk melindungi dan menjadi keamanan publik dan mencegah eskalasi lebih lanjut pada situasi yang menegang. Intinya mereka hanya menjalakan tugas untuk menegakkan hukum dan memastikan bahwa pihak terlindungi dari kericuhan. 


DAFTAR PUSTAKA

Aan Handriyani. “Konsep mujadalah terhadap ahlul kitab dalam tafsir Asy-sya’rawy: telaah atas tafsir surah Al-Ankabut ayat 46”. Jurnal Da’wah: risalah merintis, Da’wah melanjutkan, Vol. 6 No. 2 (2023)

Darmawan, K. (2022). Pemaknaan Jihad Secara Kontekstual (Aplikasi Metode Double Movement Fazlur Rahman). Tesis tidak diterbitkan, Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an, Jakarta.

Davit Rizal. “Tragedi konflik di Situbondo tahun 1996”. Kompasiana.com/konflik-pembakaran-gereja-di-Situbondo-tahun-1996. Diakses 17, Desember 2018

Eko Digdoyo. “Kajian isu toleransi beragama, budaya, dan tanggung jawab sosial media”. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan(JPK), Vol 3. No. 1, hal 48. Diakses Januari 2018

Muhammad Umair. “Fazlur Rahman dan Teori Double Movement: Definisi dan Aplikasi”. Al Fahmu: Jurnal ilmu Alquran dan tafsir. Vol. 2 No. 1 (2023)

Zannatun Na’imah. “Konsep Islah beragama dalam Multi agama”. Literasi Multikultural Berbasis Agama Islam (sejarah dan edukasi). Diakses pada Januari 2020

JavanLabs. “Surat Al-Ankabut ayat 46” tafsirq.com/al-ankabut/ayat 46/tafsir jalalayn. Di akses 2015

“Kerusuhan Situbondo” Research on the riot in Situbondo, Kabupaten Situbondo,        Provinsi Jawa Timur, Indonesia. 10 Oktober 1996

*) Mahasiswa Program Studi Agama-agama Fakultas Usuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Editor: Adis Setiawan


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال