Merawat Etika dan Moralitas: Peran Fikih dalam Kehidupan Masyarakat Sehari-hari


Penulis: `Azza Bilak Lai Tazkiyah*

Abstrak

Dalam Islam mengajarkan bahwa dalam berhubungan dengan sesama manusia harus menghindari kezaliman dan memberikan manfaat. Setiap muslim harus berperilaku sesuai dengan syariat Islam untuk mendapatkan keridaan Allah dalam kegiatan sehari-hari, termasuk kehidupan bermasyarakat. 

Setiap praktik sosial dalam kehidupan masyarakat harus sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW khususnya dalam bermasyarakat. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman masyarakat tentang peran fikih untuk merawat etika dan moralitas. 

Pendahuluan

Beberapa masalah yang ada di Indonesia, seperti konflik sosial yang masih berlangsung di berbagai daerah, seperti kekerasan yang sering terjadi sebagai cara menyelesaikan konflik, tingginya tingkat korupsi, perkelahian antar pelajar yang masih sering terjadi, pelanggaran etika dan moral, serta demokrasi liberal yang terlalu berlebihan sehingga bertentangan dengan nilai-nilai moral dan spiritual yang diyakini oleh masyarakat Indonesia sebagai bangsa Timur yang religius.

Berbagai masalah ini menimbulkan pertanyaan tentang peran fikih dalam membentuk etika dan moral sosial dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Meskipun cukup kompleks yang mempengaruhi masalah-masalah tersebut, pertanyaan semacam ini dianggap beralasan karena akar dari banyak permasalahan tersebut adalah krisis moral dan etika. 

Peran fikih dalam kehidupan masyarakat adalah untuk membentuk masyarakat yang memiliki moralitas, etika, dan akhlak yang baik. Begitu juga, pentingnya pendidikan agama yang memiliki peran strategis harus ditingkatkan mutunya dan relevansinya dalam upaya membangun moralitas bangsa.

Istilah kata "moral" berasal dari bahasa Belanda "moural," yang mengacu pada kesusilaan dan budi pekerti. W.J.S. Poerwadarminta menjelaskan bahwa moral adalah "ajaran mengenai nilai baik dan buruk dari tindakan dan perilaku." Dalam Islam, konsep moral dikenal dengan istilah al-akhlaq atau al-adab. Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa akhlak adalah bentuk perilaku jiwa yang secara alami menghasilkan tindakan-tindakan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 

Jika perilaku tersebut menghasilkan tindakan-tindakan baik dan terpuji, sesuai dengan akal dan prinsip agama, maka perilaku tersebut dianggap memiliki akhlak yang baik. Namun, jika tindakan yang dihasilkan tersebut buruk, maka perilaku tersebut dianggap memiliki akhlak yang buruk.

Etika sering kali dikaitkan dengan moralitas. Di dalam bahasa Arab, padanan kata etika adalah al-adab. Dalam tradisi Islam, sering kali etika, moral, dan akhlak dianggap sama. Meskipun semuanya berkaitan dengan penilaian atas baik dan buruknya tindakan manusia, namun memiliki perbedaan dalam konsepnya. 

Secara sederhana, moral lebih mengacu pada penilaian atas baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri, sementara etika merujuk pada ilmu yang mempelajari baik dan buruk. Dengan demikian, etika berperan sebagai teori dari tindakan baik dan buruk, sementara moral merupakan penerapannya dalam praktik. 

Meskipun begitu, Al Ghazali membedakan antara etika atau al-adab dengan akhlak. Al-adab mengacu pada tata krama baik dan buruk yang telah ditetapkan, sedangkan akhlak merujuk pada sifat batin yang mendasar, yang mendorong tindakan langsung tanpa melalui proses pemikiran.

Pembahasan

A. Etika dan Moralitas dalam Fiqih

Dua konsep terkait dalam hukum Islam adalah Shari'ah dan Fikih. Shari'ah adalah panduan hukum langsung yang dinyatakan oleh Allah, sedangkan Fikih adalah interpretasi manusia terhadap prinsip-prinsip utama hukum Islam yang dikembangkan melalui ijtihad.

Dalam kehidupan sehari-hari, kedua konsep ini disatukan dalam istilah "hukum Islam" dan keduanya saling terkait erat. Shari'ah adalah dasar dari Fikih, sedangkan Fikih merupakan pemahaman manusia tentang Shari'ah. Secara esensial, Shari'ah adalah wahyu Allah yang terdapat dalam Alqur'an dan Sunnah Rasul, sementara Fikih adalah pemahaman manusia yang sesuai dengan syarat-syarat Shari'ah yang terdapat dalam kitab-kitab Fikih.

Dalam konteks Shari'ah Islam yang diberikan sebagai rahmat bagi umat manusia, Islam mengarahkan hukumnya  dalam bermasyarakat pada tiga tujuan utama:

1. Membina individu agar menjadi anggota masyarakat yang baik, mencegah perilaku buruk dalam interaksi sosial.

2. Mewujudkan keadilan di antara umat Islam dan antara mereka dengan umat lainnya. Prinsip keadilan Islam tercermin dalam hukum-hukumnya, proses pengadilan, kesaksian, serta interaksi dengan non-Muslim.

3. Mengutamakan kemaslahatan sebagai tujuan pokok dalam semua hukum Islam. Setiap perintah dalam Alqur'an dan Sunnah memiliki manfaat yang nyata di dalamnya.

B. Peranan Fiqih dalam Merawat Etika dan Moralitas

Berikut ini dikemukakan bentuk-bentuk  dalam merawat etika dan moralitas masyarakat di kehidupan sehari hari :

1. Sillaturrahmi (menyambung tali kasih) 

Nilai cinta kasih di antara manusia adalah fondasi etika sosial yang esensial untuk membangun hubungan persaudaraan dan perdamaian. Sifat Allah, cinta kasih, menjadi prinsip pokok dalam agama Islam, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tercermin dalam praktik silaturrahim. 

Silaturrahim, sebagai ikatan kasih sayang di antara individu, terutama antara keluarga, tetangga, dan teman, menjadi sarana penting untuk memupuk toleransi, empati, dan kasih sayang. Komunikasi dan hubungan antar sesama haruslah bersandar pada prinsip cinta kasih. Melalui silaturrahim, prasangka negatif, curiga, pertikaian, kebencian, dan permusuhan dapat terhapuskan, dan persaudaraan dapat diteguhkan.

2. Husnudlon (berbaik sangka)

Husnudlon adalah keyakinan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan baik, sebagai makhluk yang paling mulia di antara ciptaan Tuhan lainnya. Toleransi, sebagai sikap saling menghormati, peduli, dan bekerja sama di antara beragam kelompok masyarakat, termasuk yang berbeda etnik, bahasa, budaya, politik, dan agama, adalah konsep yang penting. Toleransi memiliki nilai yang tinggi dan mulia; ketika diterapkan, dapat menghasilkan kehidupan yang indah, damai, harmonis, dan maju.

3. Ihtiram (saling hormat-menghormati)

Ihtiram adalah bentuk saling menghargai atau memberikan hormat kepada sesama manusia melalui penggunaan bahasa yang sopan, sikap dan perilaku yang baik, pakaian yang pantas, serta interaksi sosial yang lebih baik daripada orang lain. Contoh perilaku yang menunjukkan saling menghormati termasuk menjaga etika, bersikap rendah hati, toleran, menjaga martabat, memaafkan, menepati janji, dan bertindak dengan keadilan. Saling memberikan hormat merupakan salah satu nilai yang mulia yang harus diterapkan dan diperjuangkan oleh setiap individu Muslim dalam upaya mewujudkan tujuan utama Islam, yaitu mencapai kesempurnaan akhlak yang baik.

4. Ta’aruf, Tafahum dan ta’awun (saling mengenal, saling memahami dan tolong menolong)

Hubungan antara ta'aruf, tafahum, dan ta'awun membentuk suatu proses dalam membangun persaudaraan dan perdamaian. Tahapan dimulai dengan ta'aruf, yang merupakan upaya saling mengenal satu sama lain dengan informasi dasar seperti nama, asal daerah, dan latar belakang keluarga. Setelah itu, tahapan berlanjut ke tafahum, di mana terjadi pemahaman yang lebih mendalam tentang orang lain, termasuk pengertian terhadap sifat, karakter, kebiasaan, dan minat mereka. 

Tafahum memungkinkan hubungan sosial menjadi lebih harmonis dan terhindar dari konflik karena kesalahpahaman. Selain itu, jika ta'aruf menghasilkan pertemanan, tafahum dapat membentuk hubungan yang lebih dekat, bahkan menjadi sahabat karib. Namun, tahapan terakhir yang tak kalah pentingnya adalah ta'awun, di mana terjadi saling bantu-membantu dan saling memenuhi kebutuhan. Melalui ta'awun, kelemahan bisa diubah menjadi kekuatan dan kekuatan pun dapat semakin diperkuat.

5. ’Afw (memberikan maaf)

Kita dapat membayangkan pada tentang kedermawanan jiwa, ketenangan hati, pemahaman yang luas, pola pikir yang optimis, keteguhan mental, keanggunan perilaku, serta keutamaan dan keagungan moral seseorang yang mampu memberikan maaf. Oleh karena itu dalam bermasyarakat kita harus saling memaafkan kesalahan orang lain, agar terjalin hubungan social yang baik dan harmonis.

Kesimpulan

Dari artikel diatas dapat kita simpulkan bahwa moral dikenal dengan istilah al-akhlaq atau al-adab. Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa akhlak adalah bentuk perilaku jiwa yang secara alami menghasilkan tindakan-tindakan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Etika sering kali dikaitkan dengan moralitas. 

Di dalam bahasa Arab, padanan kata etika adalah al-adab. Dalam tradisi Islam, sering kali etika, moral, dan akhlak dianggap sama. Meskipun semuanya berkaitan dengan penilaian atas baik dan buruknya tindakan manusia, namun memiliki perbedaan dalam konsepnya. 

Secara sederhana, moral lebih mengacu pada penilaian atas baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia itu sendiri, sementara etika merujuk pada ilmu yang mempelajari baik dan buruk. Peran fiqih merawat etika dan moralitas masyarakat di kehidupan sehari hari seperti Sillaturrahmi (menyambung tali kasih), Husnudlon (berbaik sangka), Ihtiram (saling hormat-menghormati), Ta’aruf, Tafahum dan ta’awun (saling mengenal, saling memahami dan tolong menolong), ’Afw (memberikan maaf).

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال