Sebab Agama Yahudi dan Nasrani Tersebar Ke Semenanjung Arab (1)

Jauh sebelum Islam datang, dua agama semit-tauhid-ibrahimi: agama Yahudi (pengikut Nabi Musa) dan agama Nasrani (pengikut Nabi Isa), telah tersebar di jazirah Arab dengan tingkat dan jangkauan yang berbeda. Padahal sejak awal agama itu tidak memiliki aktivitas misionaris.

Muhammad Husein Haikal berpendapat lain bahwa, para tokoh agama kedua agama tersebut mencurahkan kemampuannya untuk menyebarkan akidah yang mereka yakini. Namun, ada juga yang berpendapat, bahwa orang Yahudi berusaha menyebarkan agamanya di wilayah selatan jazirah Arab, sehingga banyak suku-suku di Yaman menganut agama Yahudi. Di antara suku itu yang paling terkenal adalah Dzu Nuwas.

Apa pun persoalannya, yang pasti bahwa kedua agama tersebut hadir dan menemukan bentuknya di semenanjung jazirah Arab. Dengan demikian, maka tidak benar jika masyarakat Arab ketika itu (sebelum kerasulan Nabi Muhammad), hidup dalam keterasingan, tidak mengenal masyarakat lain.

Agama Yahudi dan Nasrani tidak turun dari langit begitu saja kepada penduduk yang berada di sebelah Selatan dan Utara. Akan tetapi, karena hubungan mereka dengan kebudayaan masyarakat sekelilingnya. Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa masyarakat Arab merupakan masyarakat yang terasing dari lingkungannya merupakan pendapat yang tidak bisa diterima akal (uduhan itu tidak beralasan).

Sebab-sebab lain yang menjadikan kedua agama tersebut tersebar di semenanjung jazirah Arab ketika itu, menurut Husein Haikal, karena adanya hubungan masyarakat Arab dengan para saudagar yang berasal dari negeri lain. Masyarkat Arab secara alami selalu berhubungan dengan orang-orang Nasrani dari Syam dan dari Yaman dalam perjalanan dua musim, yaitu musim panas dan musim dingin.

Dua perjalanan ini, musim panas dan musim dingin, telah disebut dalam Alqur’an, yaitu dalam surat Quraisy. Allah Swt. berfirman:

اٖلٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَآءِ وَالصَّيْفِ

Artinya: “(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.” (QS. Quraisy [106]: 2).

Lebih jauh lagi Toha Husein menjelaskan, bahwa gambaran masyarakat jahiliah harus dilihat dalam Alqur’an, bagi siapa saja yang hendak meneliti kehidupannya. Dalam hal ini, mereka harus mempelajarinya dalam teks yang tidak diragukan kebenarannya, yaitu Alqur’an. Kenapa demikian? Karena Alqur’an adalah cerminan paling yang menggambarkan kehidupan masa jahiliah, dan teks Alqur’an sudah tidak diragukan lagi.

Jadi, kedua perjalanan di musim panas dan dingin, merupakan realitas sejarah yang faktual sesuai dengan teks Alqur’an. Rupanya, hal ini juga dikuatkan syair jahili, meskipun Toha Husein sedikit meragukan kesahihan syair tersebut. Seorang penyair jahiliah memuji Hasyim dalam gubahan puisinya: “Adalah Amr yang agung memberi roti kepada kaumnya di waktu perjalanan musim dingin dan mengadakan perjanjian.”

Hubungan masyarakat Arab dengan negeri, di mana mereka bepergian ke sana dua kali dalam setahun; di waktu musim dingin dan panas, membuat mereka mengenal agama Yahudi dan Nasrani dan juga mengenal ajaran tauhid, sebagaimana para penganut Yahudi dan Nasrani mengetahui dalam Kitab sucinya.

Sebab lainnya adalah, berpindahnya para saudagar yang memeluk kedua agama tersebut ke tanah Arab secara umum, dan secara khusus ke Makkah yang menjadi tempat pertemuan para saudagar dan pusat perdagangan dunia, serta menjadi tempat tinggal bagi para telik sandi kedua negara adikuasa, Romania dan Byzantium.

Tidak heran jika masyarakat Arab membaur dengan mereka di tengah-tengah interaksi dengannya, mendengar dari mereka ajaran-ajaran tauhid sampai mereka memeluknya. Penyembahan berhala (Paganisme) dan ajaran banyak tuhan (Politheisme) sudah tidak begitu banyak lagi dianut oleh mereka.

Hanya beberapa orang yang mempunyai kekayaan, yaitu kelompok aristokrat Quraisy dan beberapa partnernya dari kalangan orang kaya dan hartawan yang masih tetap mempertahankan kota Mekah sebagai ibu kota penyembahan berhala, untuk melindungi harta kekayaannya. Menurut Husein Haikal, secara khusus, orang-orang Nasrani berpindah ke sebagian suku, di antaranya beberapa orang Nasrani Habsyi diutus kepadanya.

Muhammad Said Syukri, guru besar fakultas Tarbiyah di Universitas Aden dalam makalahnya yang berjudul “Harakah Abhalah bin Ka’ab al-Unsi”, berpendapat bahwa suku-suku Arab secara umum dan suku-suku di Yaman secara khusus telah terpengaruh oleh pemikiran keagamaan Nasrani dan Yahudi, bahkan agama Majusi, terutama bagi suku Tsamamah. Dan pengikut Raja Hirah baik dari Bani Azad, Ja’fa, maupun Bani Harits bin Ka’ab adalah bukti pengaruh tersebut.

Kenasranian Bani Harits bin Ka’ab di Najran merupakan bukti tersebar-luasnya agama dan pemikiran Nasrani dalam suku-suku di Yaman, khususnya suku-suku yang dilewati jalur perdagangan yang penting. Sebagaimana diketahui bahwa, Makkah merupakan kota maju, yang terletak pada jalur perdagangan penting dan sekaligus kota bagi para rombongan saudagar pada masa itu. Bersambung...

*) Alumni PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo dan PP Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Penulis juga kontributor tetap di E-Harian Aula digital daily news Jatim.


Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال