Perjuangan Timnas dan Bentuk Nasionalisme Pemain

Timnas mengalami perkembangan yang sangat pesat dari tahun pertahanan dalam setiap regenerasi Senior sampai tingkat Junior sekalipun. Perjalanan era Shin Tae Yong berawal dari masuknya Indonesia final AFF melawan Thailand hingga mengejutkannya Indonesia U23 melaju semifinal melawan Korea Selatan U23 lewat Adu penalti. 



Di semifinal Indonesia U23 berhadapan dengan Uzbekistan U3 terkenal dengan kombinasi umpan-umpan pendek khas Eropa. Sayangnya Indonesia U23 kalah melawan Uzbekistan U23 dengan Score 2-0. 

Secara permainan Uzbekistan U23 unggul banyak. Umpan-umpan manis, ditambah cairnya hampir setiap Lini membuat Indonesia U23 kewalahan. Walaupun secara kualitas dibawahnya, tetapi dukungan warga Indonesia merupakan bentuk cinta Nasionalisme sebagai wujud bela negara yang biasa kita sebut Hubbul Waton Minal Iman memiliki makna Mencintai tanah air adalah salah bentuk landasan kuat keimanan. 

KH Hasyim Asy'ari pendiri Nahdlatul Ulama pernah menjelaskan bahwa Membela Tanah air hukumnya Fardhu 'ain meskipun konteksnya sangat berbeda jauh hingga zaman sekarang. 

Setidaknya representasi Hasyim Asy'ari benar sebagai catatan tanah air adalah sebuah kebanggaan warga sendiri ( bisa dilihat film Sang Kyai). Artinya siapa saja yang membela tanah air sudah seharusnya tanah air bagian dari tanah kelahirannya maupun leluhurnya. 

Begitu pula penjelasan surat Al-Qashash ayat 85 berbunyi yu "Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu ( melaksanakan Hukum-hukum) Al-Qur'an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali". Dalam penjelasan Muffasir Kata Ma'a din yakni Mekkah. Hal ini juga selaras yang diutarakan Imam Ar-Razi bahwa para Muffasir lebih mendekati menafsirkan kata Ma'adin adalah Mekkah. 

Tetapi pemaknaan Ma'din yang berarti ke tempat kembali bisa dikontekskan pembahasan sekarang adalah tanah Air jika menurut penjelasan Wahbab Al-Zuhaily dalam tafsirnya berjudul "Tafsir Al-Munir Aqidah Wal-syariat wal Manhaj". 

Untuk itulah, kita sudah seharusnya patut berbangga rasa Nasionalisme Pemain menunjukkan semangat luar biasa dalam memberikan kado terindah bagi Nusa dan bangsa. Namun, banyak beberapa Nitizen yang menyoroti pemain Naturalisasi atau pemain keturunan bukanlah hasil yang bagus untuk masa depan Indonesia dan merupakan akselerasi kalau dalam pandangan Bung Towel beberapa diskusinya. 

Biarmanapun mereka punya hak membela tanah leluhurnya sebagaimana tanah luhurnya hidup ditempat tinggalnya. Program Naturalisasi dan keturunan sebenarnya sudah diterapkan oleh negara lain Perancis yang mayoritasnya Afrika, Inggris, Italia juga ada satu pemain naturalisasi pada era Coach Mancini, Spanyol dan masih banyak negara-negara lain. Kita bisa ambil contoh mantan Pemain Real Madrid yang saat ini masih menganggur Zinedine Zidane juga salah satu pemain Kelahiran Marseile memiliki darah Dari keluarganya di Aljazair yang berimigran di Perancis ( bisa dilihat di Youtube Bola). 

Bisa saja ia memilih Aljazair karena punya darah Dari orang tuanya. Tetapi keputusannya membela Perancis sangat berpengaruh di piala dunia 1998 menjuarainya (bola. Com). Bahkan ia meraih balon Do'or ditahun tersebut pada membela Juventus. Betapa luar biasa Zidane dikancah sepakbola untuk membuktikan bahwa ia layak sebagai pahlawan sepakbola Perancis. 

Tidak hanya berprestasi pada saat jadi pemain, Zidane juga pernah meraih kesuksesan menjadi Pelatih saat menukangi Real Madrid meraih Hatrick liga Campion secara back to back. Sangat luar biasa kan?. Inilah salah satu mentalitas pemain menunjukkan betapa besarnya pengaruh dalam sebuah tim maupun negara. 

Pemain-pemain yang punya darah keturunan juga berhak membela negara pada saat kecil maupun pada saat besarnya. Kenapa mereka diperbolehkan secara hukum negara?

Dan apa sih yang membuat mereka mau menerimanya? Berikut akan saya analisis sesuai keinginan para Nitizen Proyek kedepannya Pemain keturunan ataupun naturalisasi akan sangat tertarik bergabung negara leluhurnya ataupun tempat tinggalnya selama bertahun-tahun mungkin karena faktor kepengurusan federasi maupun liganya yang sangat solid. 

Hal ini sangat realistis menunjukkan federasi dan petinggi liga memberikan fasilitas yang diinginkan untuk menunjang kualitas para pemain. Yups itulah mengapa banyak pemain naturalisasi dan keturunan bermain di luar merasa tertarik. 

Misalnya kita bisa ambil contoh Sandy wals yang memiliki darah Indonesia pada mbah-mbahnya. Bermain yang sekarang meruput diliga Belanda ini sudah sangat menginginkannya berkat proyek PSSI kedepannya. Bahkan sampai saat ini PSSI mengusahakannya keturunan Indonesia untuk mau bergabung membela Timnas Indonesia. Otomatis bukan pemaksaan kan?

Terakhir pak Erik Thohir selaku PSSI juga tidak memaksakan kiper pemain Intermilan Bernama emil untuk masuk di skuad Indonesia. Walaupun dia awalnya menolak dan berharap masuk skuad Italia. Faktor mungkin kita bahas segmen selanjutnya. 

Tetapi ini keuntungan besar untuk Indonesia untuk terus berkembang dalam transisi permainan. Mepet Dalam urusan bernegara Di atas kita sudah membahas tentang bagaimana pemain keturunan memilih dua pilihan antara negara nenek moyangnya atau negara yang saat kecil dibelanya. Ini dua hal yang sulit untuk dilakukan oleh pemain sepak bola profesionalitas. 

Karena mereka butuh jam terbang demi memenuhi panggilan Timnas. Jika satu proyek kedepan federasi tidak sesuai apa yang diharapkan, maka selanjutnya yakni mepet memilih negara. Cara ini memang sangat realistis bagi pesepakbola manapun dis bermain dan dia dibesarkan sekaligus. 

Bukan salah pemain juga. Ini soal keyakinan dan dimana dia dihargai. Biasanya pemain semacam ini agak tua sekitaran 26 tahun lebih sedikit atau lebihlah. Padahal mereka sudah yakin membela negara asalnya. 

Namun disisi lain, tidak ada tempat baginya, maka hal yang sangat masuk akal adalah membela tanah leluhurnya. Ini adalah fakta dimana pemain ingin mencapai level permainan diinginkan hampir semua pemain. Sangat wajar bila kesempatan itu bisa kapan saja sesuai waktu yang tepat bagi pemain. 

Bila ada tekanan luar biasa, mau tidak mau pemain lebih memilih plan B yang memungkinkan pemain punya peluang besar untuk masuk di Timnas masing-masing. Keinginannya juga termasuk bentuk kerja keras pemain supaya kualitas permainannya semakin meningkat drastis. 

Secara otomatis, pemain memiliki mimpi bermain antara membuat tanah leluhurnya atau asalnya. Jika sudah masuk disalah satunya maka bisa dibilang Nasionalisme secara keinginan besar diri pemain. Apalagi sampai bertekad membantu negaranya dikejuaraan dunia mewujudkan mimpi yang belum tersampaikan. Semua membutuhkan waktu dan kesempatan yang baik dalam proses kinerjannya. 

Di Indonesia juga sangat banyak pemain Naturalisasi dan pemain keturunan membela saat ini. Karena mereka punya hak dan kewajibannya dalam jangka waktu pendek dan panjang. Tergantung setiap kepribadianya pemain. Cukup rasanya menyalahkan pemain untuk membela negaranya sesuai apa yang mereka harapkan. 

Mereka punya keinginan besar membawa perubahan juga. Bukan berarti mereka tidak Nasionalisme, justru mereka Nasionalisme sesuai harapan masyarakat. Dan perlu Adannya harapan besar untuk menaikkan level permainan yang lebih tingginya. Kita hanya berharap untuk terbaik Indonesia. 

Sudah saatnya menyalahkan bukan solusi utama. Karena dalam islam kita dianjurkan untuk menghargai hak masing-masing salah satunya pemain naturalisasi dan keturunan. Jangan mudah mengkambing Hitam kan mereka seolah-olah kita berkualitas lokal Pride. 

Mereka punya andil besar untuk negara ini. Sebagaimana dalam islam bahwa warga yang punya peran besar merupakan Hubbul Waton Minal Iman. Mencintai tanah air leluhurnya atau tempat tinggal adalah sebagian dari iman.

Ahmad Zuhdy Alkhariri

Jurnalis Kuliahalislam. Com. Karyanya bisa dijumpai NU Online, kuliah Al-islam. Com, alif. Id, islamsantun.org, dan masih banyak lagi

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال