Elaborasi Pendidikan Inklusif dengan Prinsip Enterpreneurship di SD Tumbuh 1 Yogyakarta

Penulis: Roma Wijaya

Pendidikan tidak memandang usia, suku/ras, agama, bahkan fisik. Hal ini terkhusus kepada kesetaraan pendidikan anak usia 6-15 tahun. Pada realitas kehidupan terdapat sosio-kultural berbeda pada setiap anak. Berdasarkan persoalan ini tidak semua dari mereka mendapatkan akses pendidikan.


Terutama pada ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)/disabilitas. Pada tahun 2020, Sekolah Luar Biasa (SLB) hanya berjumlah 2.250, tidak sebanding dengan populasi disabilitis mencapai 4.2 juta anak (MZ & Wijaya, 2022, p. 224). Dari hal tersebut berkembang konsep pendidikan yang dikenal sebagai pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif memiliki makna sebagai hak untuk memperoleh akses pendidikan atas semua siswa yang harus diikutsertakan dalam segala kebijakan dan kegiatan sekolah (Schuelka, 2018, p. 3). 

SD Tumbuh 1 Yogyakarta dapat disebut sebagai role model pendidikan inklusi (education for all) (SD Tumbuh 1 Yogyakarta, 2021), karena intrumen pengajarannya yang melibatkan semua siswa baik regular (normal) dengan ABK/difabel. 

Pendidikan SD Tumbuh 1 Yogyakarta selain menerapkan sistem inklusi, juga mengembangkan karakter kewirausahaan/entrepreneurship (SD Tumbuh 1 Yogyakarta, 2021). Dari sini aspek menariknya adanya kolaborasi serta kerjasama antar siswa regular dengan ABK dalam project inquiry.

Perkembangan sistem penddikan mengalami kemajuan pesat mulai dari manajemen, sitem kurikulum, sampai teknis pembelajaran. Salah satu sistem yang sedang mengalami masa pertumbuhan adalah system pendidikan entrepreneurship. Hal ini dikarenakan sebuah negara maju diidentikkan dengan jumlah wirausahawan yang tinggi dan merata setiap warga negara (Nainggolan & Harny, 2020, p. 184).

Kesulitan yang dihadapi atas implementasi penanaman karakter entrepreneurship adalah salah satunya dari tenaga pendidik yang kurang memiliki jiwa entrepreneur. Hal ini mengakibatkan penerapan entrepreneur hanya menjadi ekspektasi dan teori belaka tanpa adanya aksi jelas (Indah Kusuma, 2017, p. 78). 

Terdapat kesenjangan lain juga yaitu kurang meratanya pendidikan ini ke setiap lapisan masyarakat salah satunya adalah kalangan difabel. Padahal Dalam UUD 1945, pasal 27 ayat (2) mengatur: Setiap warga negara berhak untuk bekerja dan menjalani kehidupan yang layak bagi manusia.

Kemudian ada penegasan kembali amandemen UUD 1945 tentang hak asasi manusia yang menunjukkan bahwa negara kita telah memberikan perhatian serius terhadap harkat dan martabat manusia dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Oleh karena itu, peningkatan peran penyandang disabilitas dalam pembangunan negara sangat penting untuk menarik perhatian dan pemanfaatan yang tepat guna (Nurjanah, Serikandi, & Handayani, 2022, p. 91).

SD Tumbuh 1 Yogyakarta dapat dikatakan sebagai wadah penyatuan anak berkebutuhan khusus dengan anak lainnya dalam berwirausahaan/entreprenurship. Namun tidak hanya mengajarkan problematika bisnis, tapi mengasah dan melatih jiwa entrepneurship. Pendidikan kewirausahaan berorientasi pada inovasi dan pertumbuhan endogen (Smallbone, Leitão, Raposo, & Welter, 2010, p. 1).

Oleh karena itu, tulisan ini yang sebenarnya berawal dari penelitian dari Roma Wijaya yang meneliti bagaimana integrasi pendidikan inklusif dengan entrepreneurship ini memiliki tujuan untuk mengeksplorasi karakter building entrepreneurship yang dielaborasi dengan penerapakan nilai-nilai inklusif, sehingga nampak semua siswa (ABK dan regular) mampu bekerjasama dalam menumbuhkan jiwa entrepreneurship.

Terhitung dari tahun 1960an entrepreneurship telah tersebar di penjuru dunia secara massif. Penerapan nilai-nilai pendidikan dalam entrepreneurship dapat ditelusuri pada tahun 1938 yang dipelopori oleh Shigeru Fujii seorang Professor Emeritus, Universitas Kobe, Japan (Mcmullan & Long, 1987, p. 262). 

Entrepreneurship bermakna semangat bebas yang berani memutuskan sendiri. Entrepreneurship bukanlah ilmu alat untuk menciptakan suatu usaha semata, tetapi kewirausahaan dapat membantu masyarakat yang memanfaatkannya.

Semangat kewirausahaan ilmiah tidak turun temurun, tetapi lebih alami. Atas dasar kewirausahaan adalah keinginan untuk berpikir untuk kemajuan, untuk menghidupkan, dan untuk menciptakan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mencari nafkah untuk menjadi bisnis.

Sistem dasar inklusif dianggap sebagai solusi utama kesenjangan interaksi antara Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan siswa normal lainnya karena pendidikan inklusi menunjukkan nilai-nilai kesetaraan dalam keberagaman (MZ & Wijaya, 2022, p. 228).

Tahun 1994 melalui Konferensi Salamanca, UNESCO memberikan definisi bahwa “Inklusi dipandang sebagai proses menangani dan menanggapi keragaman kebutuhan semua peserta didik melalui peningkatan partisipasi dalam pembelajaran, budaya dan masyarakat, serta mengurangi eksklusi di dalam dan dari pendidikan. 

Ini melibatkan perubahan dan modifikasi dalam konten, pendekatan, struktur dan strategi, dengan visi bersama yang mencakup semua anak dari rentang usia yang sesuai dan keyakinan bahwa sistem reguler bertanggung jawab untuk mendidik semua anak (UNESCO, 2005, p. 13).

Ketika konsep entrepreneurship digunakan pada ruang realitas social, maka serangkaian topik yang sangat berbeda menjadi bagian integral darinya (Davidsson, 2004, p. 4). 

Koherensi entrepreneurship dengan konten disiplin ilmu lainnya mampu memberikan kontribusi. Disiplin ilmu berkontribusi nyata atas penguatan kerangka gagasan dan hasil, sedangkan entrepreneurship membantu mengkontekstualisasikan ilmu tersebut ke tingkat ritus yang diapresiasi dan berdampak bagi masyarakat luas (Pebruanto, 2021, p. 163).

SD Tumbuh Yogyakarta mampu menjadi salah satu penggerak lembaga pendidikan inklusif di Indonesia, bertempat di Yogyakarta. Bahkan para akademisi pun tertarik untuk melakukan penelitian secara intens. Terbukti telah banyak berbagai tulisan artikel yang objek kajiannya adalah Sekolah Tumbuh. 

Hampir semua penelitian menunjukkan aspek inklusivitas dari sekolah ini, tidak terkecuali dalam penelitian ini.  

Kepala Sekolah SD Tumbuh 1 Yogyakarta bernama Analistia Puspa Pertiwi menggambarkan bahwa sikap-sikap inklusif yang melatih interaksi dengan orang yang berbeda akan menumbuhkan kepercayaan dan perilaku toleransi pada anak (Pertiwi, 2022).

Kurikulum yang diterapkan di SD Tumbuh 1 Yogyakarta mengacu pada Kurikulum Utama: Kurikulum Nasional dengan muatan kearifan lokal (Jogja educational spirit), inklusi–multikultur dan program keistimewaan kampus (entrepreneurship). Kurikulum Pengayaan: Cambridge International Primary Program (CIPP) pada mata pelajaran English, Math, Science (SD Tumbuh 1 Yogyakarta, 2021). 

Kombinasi antara nilai-nilai inklusi dan entrepreneurship menjadi sesuatu yang menarik, karena pada setiap kegiatan menampilkan kerjasama tim terdiri dari anak regular dan anak berkebutuhan khusus.

Entrepreneurship menjadi landasan di sini tidak hanya berorientasi pada konsep bisnis, namun condong pelatihan jiwa-jiwa entrepreneurship seperti leadership, kerangka ide gagasan yang dirancang, sampai kepada membaca peluang untuk dimanfaatkan.

Tulisan ini menunjukkan terciptanya elaborasi yang menarik antara prinsip-prinsip inklusif dan watak entrepreneurship yang merupakan core values dari SD Tumbuh 1 Yogyakarta. Program-program yang menggambarkan penerapan dua perilaku inklusif dan kewirausahaan dapat melatih anak untuk saling memahami dan meringankan satu sama lain.

*) Dosen STAI Syubbanul Wathon Magelang dan Anggota Researcher dari Centre for Studies of Indonesian Students Association in Turkiye (PUSPITUR)

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال