Memahami Ayat-ayat Kauniyah Sebagai Metode dalam Membantah Argumen Penyeleweng

Penulis: Syafira Wishal Safitri*

Alam semesta dan jagad raya yang sangat memukau adalah bukti nyata dari eksistansi Tuhan yang secara tidak langsung telah mengungkapkan sendiri tanpa perlu argumentasi lain untuk menyatakan kebenaran dan eksistansi Tuhan semesta alam.


Namun, kesombongan seringkali mendorong manusia untuk membangkitkan keraguan terhadap hakikat yang semestinya sudah jelas akan kebenarannya. Manusia sengaja menentang Tuhan dengan bersembunyi menggunakan akalnya, menciptakan beberapa alasan tanpa dasar yang benar dan sedikit tidak masuk akal. 

Dalam mematahkannya, diperlukan dengan bantahan argumen yang tegas pula. Oleh karena itu, Alqur’an Kalamullah sebagai sumber pedoman dan petunjuk seluruh umat manusia, berdiri tegak di hadapan manusia dengan berbagai kebatilannya yang menentang akan hakikat-hakikat Tuhan dan memperdebatkan pokok-pokok Alqur’an. 

Alqur’an memiliki cara berjadal (mendebat) sanggahan-sanggahan yang canggih dengan menggunakan bukti yang konkrit, uslub bahasa yang memuaskan dan argumentasi yang tegas.

Definisi Jadal

Secara etimologis, jadal berasal dari kata “Jadala-Yajdulu-Juduulan”  yang berarti “perdebatan, perselisihan, perbantahan”. Allah menjelaskan didalam Alqur’an bahwasannya jadal merupakan salah satu tabiat manusia, yakni pada surat al-Kahf ayat 54.

وَلَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِىۡ هٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لِلنَّاسِ مِنۡ كُلِّ مَثَلٍ‌ ؕ وَكَانَ الۡاِنۡسَانُ اَكۡثَرَ شَىۡءٍ جَدَلًا

“Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Alqur'an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.”

Pada ayat tersebut telah dijelaskan bahwasannya manusia merupakan makhluk yang paling banyak membantah. Karena dari makhluk-makhluk yang Allah ciptakan, hanya manusia yang sengaja Allah ciptakan secara sempurna untuk memegang amanahNya, yaitu dengan dikaruniai secara lengkap antara hati dan akal. 

Berawal dari akal itulah, manusia akhirnya memiliki beberapa fikiran yang berbeda terhadap suatu keputusan atau permasalahan.

Bentuk-bentuk Jadal

Metode Alquran dalam berdebat dengan para penentanganya menggunakan dalil dan bukti yang jelas, kuat dan mudah dimengerti baik dari kalangan awam maupun akademisi. Dalam membatalkan kerancauan dan mematahkannya, Alquran menggunakan redaksi yang konkrit dan indah susunannya, sehingga tidak memerlukan penyelidikan atau pemerasan akal yang lebih.

Terdapat beberapa macam bentuk jadal dalam Alqur’an. Syekh Manna’ Al-Qaththan membagi dalam kitabnya menjadi 2 bentuk, maliputi;

1. Menyebutkan ayat-ayat kauniyahNya, seperti pada ayat;

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ 

“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang bahtera yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengannya Dia menghidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia menebarkan di dalamnya semua jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.” (QS. Al-Baqarah (2) : 164)

Pada dasarnya Allah merupakan Dzat Sang Maha Kuasa, Sang Maha Agung yang menciptakan segala sesuatunya. Ayat-ayat tersebut secara implisit merupakan elakan terhadap sekutu Allah yang dibuat-buat sendiri oleh makhluk, dan tentunya tidak mampu menciptakan alam semesta yang semegah ini.

2. Melawan argumentasi yang salah dari para penyeleweng

Selain dengan cara implisit, terdapat beberapa metode Alqur’an dalam melawan argumentasi penyeleweng secara explisit, salah satunya yaitu dengan metode istifham (mengajukan pertanyaan). 

Masih berkesinambungan dengan bentuk yang pertama, yaitu tentang Kuasa Allah dalam segala sesuatu, bedanya kali ini adalah dengan menanyakan beberapa hal sebagai bentuk mematahkan pendapat. 

Seperti pada Surah at-Thur ayat 35-43 Allah membantah argumen-argumen orang kafir yang menyekutukan Allah dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan retoris yang menohok dan beruntun, memberikan makna explisit bahwasannya tuhan yang diada-adakan oleh orang kafir merupakan sesuatu yang lemah dan tidak berkuasa atas apapun. 

Sangat jauh dengan Allah Tuhan seluruh alam dan yang Maha berkuasa atas apapun.

اَمۡ خُلِقُوۡا مِنۡ غَيۡرِ شَىۡءٍ اَمۡ هُمُ الۡخٰلِقُوۡنَؕ‏ ٣٥

اَمۡ خَلَـقُوا السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ​ۚ بَلْ لَّا يُوۡقِنُوۡنَؕ‏ ٣٦

اَمۡ عِنۡدَهُمۡ خَزَآٮِٕنُ رَبِّكَ اَمۡ هُمُ الۡمُصَۜيۡطِرُوۡنَؕ‏ ٣٧

اَمۡ لَهُمۡ سُلَّمٌ يَّسۡتَمِعُوۡنَ فِيۡهِ​ ۚ فَلۡيَاۡتِ مُسۡتَمِعُهُمۡ بِسُلۡطٰنٍ مُّبِيۡنٍؕ‏ ٣٨

اَمۡ لَـهُ الۡبَنٰتُ وَلَـكُمُ الۡبَنُوۡنَؕ‏ ٣٩

اَمۡ تَسۡـَٔـلُهُمۡ اَجۡرًا فَهُمۡ مِّنۡ مَّغۡرَمٍ مُّثۡقَلُوۡنَؕ‏ ٤٠

اَمۡ عِنۡدَهُمُ الۡغَيۡبُ فَهُمۡ يَكۡتُبُوۡنَؕ‏ ٤١

اَمۡ يُرِيۡدُوۡنَ كَيۡدًا​ؕ فَالَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا هُمُ الۡمَكِيۡدُوۡنَؕ‏  ٤٢

اَمۡ لَهُمۡ اِلٰهٌ غَيۡرُ اللّٰهِ​ؕ سُبۡحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشۡرِكُوۡنَ‏  ٤٣

“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa? Ataukah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan pada tangga itu (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka mendatangkan suatu keterangan yang nyata. Ataukah untuk Allah anak-anak perempuan dan untuk kamu anak-anak laki-laki? Ataukah kamu meminta upah kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan utang? Apakah ada pada sisi mereka pengetahuan tentang yang gaib, lalu mereka menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Maka orang-orang yang kafir itu, merekalah yang kena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Thur ayat 35-43).

Pada akhir ayat tersebut disebutkan bahwa kalimat سُبْحَانَ (Maha Suci), kalimat tersebut juga bisa diartikan suatu hal yang bersih dari segala keburukan. Tuhan Sang Maha Agung merupakan Tuhan yang Esa yang sangat tidak pantas apabila disektukan dengan hal-hal yang lemah.

*) Mahasiswi Ilmu Alqur'an dan Tafsir UIN Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال