Perang Salib dan Keemasan Islam Pada Masa Salahuddin Al Ayubi

Penulis: Fadhilah Nur Ilmi*

KULIAHALISLAM.COM - Islam mencapai puncak kejayaanya pada masa Abbasiyah yang berpusat di Baghdad. Para sejarawan masa ini sering mengistilahkan dengan masa keemasan (The Guide Age of Islam). Dinasti Abbasiyah saat itu merupakan negara super power dengan kekuasaan yang sangat luas. Dan kota Baghdad merupakan pusat dari ilmu pengetahuan maupun peradaban sehingga menjadi daya tarik para pencari ilmu dari berbagai belahan timur. 

Namun pada 1258 M tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan menyerang kota Baghdad dan berhasil merebutnya. Pasukan Mongol pun melakukan aksi penjarahan, pembantaian, pemerkosan, dan pembakaran gedung-gedung perpustakaan, gedung madrasah, dan gedung perguruan tinggi. Bahkan air sungai yang membelah kota Baghdad yakni sungai Tigris dan Epheret berwarna merah dari beribu darah kaum muslimin yang dibantai (Mahfud, 2020).

Dari permulaan itulah timbul perang salib yang terjadi selama hampir dua abad sebagai reaksi Kristen Eropa terhadap Islam Asia. Perang ini terjadi karena sejumlah kota dan tempat suci Kristen diduduki Islam sejak 632 M. Militer Kristen menggunaan Salib sebagai simbol yang menunjukkan bahwa perang ini suci dengan tujuan membebaskan kota suci Baitul Maqdis (Yerussalem) dari orang Islam. 

Guillaume de Tyr berkata bahwa tentara salib terdiri dari orang-orang telah rusak moralnya, yang tidak mempercayai Tuhan. Jika seorang penulis hendak menuliskan kekejaman dan kebiadaban mereka, dia akan berubah sifat dari ahli sejarah menjadi orang pengutuk dan pemaki (Mahfud, 2020).

Di tengah-tengah perang, tepatnya pada perang salib III bertemulah dua raja sekaligus komandan perang, masing-masing ialah Raja Salahuddin Al-Ayyubi dan Raja Richard I dari Inggris yang bergelar berhati singa. Sebelum itu ada beberapa periodeisasi dari perang salib, yakni (Wahdaniyah, 2022);

  1. Periode pertama, seruan Kaisar Alexius dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen dan berhasil menaklukkan Antiokia dan Mirratun Norman selanjutnya mereka dapat menaklukkan Yerussalem. Namun di pihak umat Islam muncul Imaduddin yang mmpu mengalahkan tentara salib dan merebut Eddesa, salah satu kota yang paling mulia bagi umat Kristen kala itu.
  2. Periode kedua, Kejatuhan Eddesa membuat Raja Jerman dan Perancis menggabungkan bala tentaranya unttuk merebut kembali wilayah yang telah dikuasai umat Islam. Namun gabungan kekuatan ini tak mampu mengalahkan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi dari dinasti Al-Ayyubi yang memegang kekuasaan setelah meninggalnya Imaduddin Zanki. Pasukan Islam akhirnya dapat menguasai Damaskus, Yerussalem, dan Acre (pos utama tentara Salib).
  3. Periode ketiga, kekuatan dari tentara Kristen pun ditambah dengan kerja sama bersama Raja Inggris. Dipimpin ole Raja Inggris yakni Richard I tenta⅔ra salib berusaha untuk merebut Yerussalem kembali. 
  4. Periode keempat, setelah perjanjian tersebut disepakati Salahuddin Al-Ayyubi meninggal dunia pada tahun 1193M. Kemudian perang salib kembali berlanjut atas anjuran Paus Colestine pada tahun 1195M. Pasukan salib akan menyerang Sysilia dan Beirut. Namun Al-Malik Al-Adil Nuruddin, adik dari Salahuddin Al-Ayyubi pemegang kekuasaaan pada saat itu mampu mengalahkan tentara salib.

Tentara umat Islam mencapai puncaknya pada kemenangan masa kepemimpinan Salahuddin Al-Ayyubi tahun 117 5 M. Karena Salahuddin Al-Ayyubi yang memiliki organisir dan kepemimpinan yang handal dalam mengatur strategi. Dengan kelebihannya itulah pasukan Islam mampu merebut kembali Yerussalem pada tahun 1175 M. Karena kejadian ini paukan Salib pun mengatur ulang strategi bersama dengan Raja Inggris Richard I the lion Hart. Pasukan salib berhsil menguasai Ahka yang dijadikan ibukota namun tidak berhasil menguasai Palestina (Tasmin, 2017).

Pasukan salib yang dipimpin oleh tiga orang raja dari Jerman, Perancis, dan Inggris pun tak mampu melawan strategi dan kekuatan dari Salahuddin Al-Ayyubi sehingga Raja Fredrick (Jerman) gugur. Peperangan ini terjadi sampai tahun 1192 M. Selain Raja Fredrick yang gugur, Raja Richard I pun mengalami penurunan kesehatan. Beliau mengalami penyakit alamiah. Hal ini diketahui Salahuddin Al-Ayyubi ketika Raja Richard I mengirim surat tentang kondisinya.

Mengetahui hal ini akhirnya Salahuddin Al-Ayyubi melakukan gencatan senjata untuk menghormati musuhnya yang sedang mengalami sakit. Dengan kebijaksanaanya dan akhlaknya, jiwa kesatrianya mau menjenguk lawannya. Secara diam-dian Salahuddin Al-Ayyubi mengunjungi Richard dengan menyamar sebagai dokter. Salahuddin Al-Ayyubi mengobati Richard sampai akhirnya sembuh. Salahuddin juga mengiriminya buah-buahan, obat, dan segala kebutuhan pengobatannya (Aniroh, 2021).

Richard the Lion Heart yang terkenal kejam pun berubah menjadi sangat menghormati Salahuddin Al-Ayyubi karena kebaikannya, kebijaksanaannya, dan akhlaknya yang mulia. Namun Richard I merasa khawatir dengan daerah kekuasannya dan menawarkan perdamaian melalui perjanjian yang disebut dengan perjanjian “Shulh Al-Ramlah”. Isi perjanjian tersebut ialah (Pulungan. I. S., 2022);

  1. Tentara Salib menguasai daerah pesisir dan tentara Islam menguasai daerah pedalaman
  2. Palestina masih merupakan wilayah Islam, tetapi umat Kristiani dapat berziarah ke Yerussalem kecuali mereka memiliki senjata, dan juga sebaliknya umat Islam boleh berkunjung ke wilayah umat Kristiani tanpa diganggu kecuali mereka memiliki senjata.

Setelah 2 tahun perjanjian ini disahkan, Salahuddin Al-Ayyubi meninggal dunia di usia 55 tahun pada tahun 1193 M. Namun perang ini tetap berlanjut, pasukan salib mengincar wilayah Mesir karena dengan menguasai Mesir mereka akan mendapatkan kekuatan yang lebih besar dan mengalami perkembangan yang lebih maju. Setelah Salahuddin meninggal, pemegang kekuasaan selanjutnya ialah adiknya yang bernama Al-Malik Al-Adil Nuruddin. Al-Adil dapat memenangkan perlawanan pasukan salib di Sysilia dan Beirut.

Perebutan wilayah juga berlanjut hingga tahun 1219 M, pasukan salib berhasil menduduki kota Damiyat dipimpin oleh Fredrick. Fredrick menawarkan sebuah perjanjian yang disetujui oleh Raja Mesir Ayyubiyah, Almalik Alkamir. Isi perjanjiannya ialah (Pulungan. I. S., 2022):

  1. Fredrick bersedia melepas kota Damiyat dan ditukar dengan Palestina
  2. Fredrick akan menjamin kemanan kaum Muslim di Palestina
  3. Fredrick tidak mengirim bantuan kepada tentara salib di Suriah

Pada tahun 1247 M, Palestina dapat direbut kembali oleh pasukan muslim yang dipimpin oleh al-Malik as-Shalih. Ketika Dinasti Mamluk menguasai mesir, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dari Qalawun. Pada tahun 1291 M, Kota Akka dapat disatukan oleh pasukan muslim.

Daftar Rujukan

Aniroh. (2021). Perang Salib Serta Dampaknya Bagi Dunia Islam dan Eropa. At-Thariq: Jurnal Studi Islam dan Budaya, 1(1), 55-70.

Mahfud, M. (2020). Pemikiran Islam Modern Perspektif Mustafa Kemal. Jurnal.Stai-Alazharmenganti.Ac.Id, (1), 44-55.

Pulungan. I. S., R. A. (2022). Perang Salib: Pertikaian Yang Melibatkan Dua Agama Antar Kaum Kristen Dengan Kaum Muslimin. Realita: Jurnal Penelitian dan Kebudayaan Islam, 20(1), 88-102.

Tasmin, T. (2017). Perang Salib Telaah Historis dan Eksistensinya. Jurnal Rihlah, 5(1), 54-63.

Wahdaniyah, M. N. (2022). Sejarah Perang Salib Dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Peradaban Islam. Al Urwatul Wutsqa: Kajian Pendidikan Islam, (2), 147-158.

*) Saya mahasiswi dari program studi Psikologi Islam dari Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta. Dimana selain mengkaji atau mempelajari tentang dunia psikologi, kami juga menyelaraskan ilmu-ilmu psikologi ke ajaran Islam. Bagaimana perspektif Islam membahas mengenai kejiwaan manusia. Dengan menulis dan mempelajari sejarah Islam seperti ini, saya dapat menambah wawasan baru dan belajar mengenai sejarah sekaligus menulis sejarah.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال