Peran Sahabiyah dalam Peperangan Membela Islam

Penulis: Putri Sekarmaji Daris Sahidah*

KULIAHALISLAM.COM - Perang Uhud merupakan perang kedua dalam sejarah Islam, perang ini terjadi pada tahun ke-3 hijriah/325 Masehi atau setahun setelah perang badar. Perang Uhud terjadi di bukit Uhud yang terletak diwilayah pinggiran bagian utara kota Madinah dengan sebuah daratan yang membentang di sekitarnya. 


Uhud menjadi saksi sejarah peristiwa besar umat Islam, ditempat inilah terjadi peperangan dahsyat antara kaum Muslimin dengan kaum Musyrikin (Ansori, 2021). Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa perang Uhud :

Kaum musyrikin Quraisy begitu bernafsu untuk menebus kekalahan mereka dalam perang badar. Kekalahan yang mereka terima menyebabkan kerugian besar dan juga kaum musyrikin merasa sangat malu serta banyaknya tokoh-tokoh terkemuka yang terbunuh.

Seorang kaum Yahudi dari Madina bernama Ka’ab bin asyraf datang ke Mekah memprovokasi orang-orang Quraisy untuk menggempur Rasulullah SAW di Madinah, dengan melantunkan untaian-untaian syair bahwa agama mereka (Quraisy) lebih baik dari pada kaum Muslimin, dan menangisi penghuni sumur Badar, yaitu orang-orang Quraisy yang tewas di perang Badar.

Kaum Muslimin sepenuhnya menguasai jalan-jalan perdagangan ke Syam maupun ke Iraq dan mereka berusaha keras untuk mencegah kafilah-kafilah niaga kaum Quraisy untuk melewatinya.

Desakan dari kaum wanita pemuka Quraisy, mereka bernazar dan bersumpah tidak akan membasmi rambut kepalanya sebelum mereka menuntut balas kepada Muhammad dan kaum muslimin. Salah satu wanita tersebut Hindu Binti Utbah, istri Abu Sufyan yang kehilangan ayahnya pada perang Badar dibunuh oleh Hamzah, juga saudara-saudaranya serta orang-orang yang dikasihinya (Yazid, 1990:28).

Kekhawatiran kaum kafir Quraisy terhada berkembangnya agama islam di Madinah. Setelah kemenangan umat Islam pada perang Badar membuat citra mereka semakin disegani oleh bangsa-bangsa Arab. Banyak kaum musyrikin Madinahmerasa amat lemah kekuatan mereka akibat banyaknya orang-orang golongan ini yang telah masuk islam dan bergabung dalam lindungan serta kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW (Ansori, 2021).

Beberapa faktor tersebut membuat kaum kafir Quraisy membulatkan tekat untuk mengadakan pembalasan atas kekalahannya diperang bada. Pada perang uhud ini kaum Quraisy mengumpulkan tentara secara besar-besaran. Setelah berbagai persiapan yang telah dilakukan kaum Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan berangkat dari Mekkah menuju Madinah dengan membawa 3.000 pasukan berunta, 200 pasukan berkuda, dan 700 orang tentara berbaju zirah. 

Khalid bin Walid ditunjuk sebagai komandan pasukan berkuda sayap kanan dan Ikrimah bin Abu Jahal sebagai komandan pasukan berkuda sayap kiri (Abdullah, 2002:128). Sementara kaum muslimin dipimpin oleh Rasulullah SAW dengan membawa 700 pasukan menyiapkan barisannya. Sayap kanan diserahkan kepada Usaid bin Hudair dan sayap kiri diserahkan kepada Hubab bin Munzir, sedangkan bendera Islam dipegang oleh Mush’ab bin Umair (Ansori, 2021). 

Cerita peperangan umumnya didominasi oleh kisah kepahlawanan kaum laki-laki. Kalau kita membuka kembali lembaran sejarah Islam, niscaya akan menjumpai, bahwa wanita mukminah banyak juga yang ikutserta dan berpartisiasi dalam berbagai peperangan dengan cara yang aktif dan positif, bukan cuma marah-marah, mengeluh, serta bersikap pasif dan negatif. 

Dalam perjalanan sejarah dakwah kita melihat, bahwa dalam setiap peperangan mereka selalu tampil mencari orang-orang yang terluka, kemudian mereka obati dan mereka rawat dengan baik, hingga seolah-olah mereka sebagai ibu dari para pejuang. (Ansori, 2021)

Mereka merupakan bagian positif yang mampu ikutserta memikul beban dan tanggungjawab. Di antara mereka ada yang ikutserta dalam medan adu ketangkasan memanah dan sebagainya, dengan cara yang baik. 

Mereka ada yang menyelinap diantara lemparan-lemparan lembing, kilatan pedang, dan jatuhan anak-anak panah terhadap kaum muslimin, untuk menyampaikan makanan, minuman, dan obat-obatan kepada pasukan Islam yang sedang berperang. Perang Uhud bisa dibilang sebagai awal perjuangan bagi mereka, karena di pertempuran inilah pertama kalinya kaum wanita di ikutsertakan dalam peperangan besar di zaman Rasulullah SAW. (Ansori, 2021).

Pada perang uhud ini tak hanya kaum laki-laki saja yang berjuang dalam membela Islam ada beberapa kaum wanita yang ikut serta berpartisipasi didalamnya.

Kaum Wanita yang Bertugas Membantu dalam Menyediakan Air Minum

Aisyah binti Abu Bakar

Aisyah binti Abu Bakar adalah Istri Nabi Muhammad SAW yang salah satunya pernah ikut dalam perang dan memberikan konstribusi sepanjang peperangan yang dilakukan oleh kaum Muslimin. Perang yang pertama kali diikuti oleh Aisyah dalam berjihad dijalan Allah adalah keikutsertannya dalam perang Uhud. 

Pada saat itu Aisyah ikut bersama barisan kaum Muslimah lainnya, juga menemani suaminya, Muhammad SAW. Dalam perang Uhud, Aisyah ikut memikul minuman untuk memberi minum para mujahidin. Padahal, waktu itu dia masih amat belia. Itu adalah keikutsertaannya yang pertama dalam peperangan. 

Dari Anas RA berkata: Ketika perang Uhud berkecamuk, orang-orang melarikan diri dari Nabi Muhammad SAW. Sungguh aku melihat Aisyah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim berjalan dengan cepat hingga terlihat gelang kaki keduanya sambil membawa qirab (tempat air terbuat dari kulit). Mengangkut qirab, dengan selendang keduanya lalu menuangkan ke mulut para pasukan. Kemudian keduanya kembali untuk mengisi air kedalam qirab, kemudian kembali datang menuangkan air ke mulut pasukan. (HR. Bukhari Muslim) (Ansori, 2021).

Selain dikenal memiliki kecerdasan otak dan kematangan berpikir. Aisyah adalah sosok muslimah yang tangguh. Tidak hanya dalam perang Uhud, Aisyah binti Abu Bakar tercatat pernah ikut serta dalam beberapa peperangan yang lain, seperti perang Ahzab, Muraisi, dan Jamal. (Mishri (al), 2016: 188).

Umu Sulaim

Pada saat perang Uhud, Ummu Sulaim keluar ke medan perang bersama suami dan anaknya. Dia berada di barisan belakang tentara Muslimin. Sama hal-nya dengan Aisyah, Ummu Sulaim juga mempunyai peran nyata di keikutsertaannya dalam perang Uhud. 

Ummu Sulaim adalah contoh muslimah pemberani. Dalam sebuah kisah peperangan, Ummu Sulaim digambarkan memiliki ciri khas selalu membawa sebuah pisau kecil yang diselipkan di pinggangnya, sebagai upaya perlindungan diri disaat musuh mendekatinya. Tercatat, ia bahkan pernah turut serta dalam perang Hunain, walaupun saat itu ia masih dalam keadaan hamil. Sungguh wanita yang hebat. (Ansori, 2021).

Umu Aiman

Pada waktu perang Uhud, Ummu Aiman tampil dengan beraninya bersama kaum muslimin lainnya. Ia berkeliling membawa air, memberi minum orang-orang yang terluka dan kepayahan. 

Ka’ab bin Malik berkata: Pada hari perang Uhud, aku melihat Ummu Sulaim binti Malhan dan Aisyah memikul wadah air. Hamnah binti Jahsy bertugas memberi minum tentara yang haus dan mengobati yang terluka. Sedangkan Ummu Aiman bertugas memberi minum tentara yang terluka. (Waqidi,1928: 249)

Kaum Wanita yang Bertugas dalam Membantu Pengobatan

Hamnah binti Jahsy

Hamnah binti Jahsy merupakan contoh ideal dalam masalah pengorbanan. Kedudukan dan perannya dalam perang Uhud, tidak kalah dengan kaum laki-laki. Diriwayatkan oleh Abu Umar: “Hamnah binti Jahsy termasuk salah seorang yang terbaiat kepada Rasulullah, dan ikutserta dalam perang Uhud, untuk memberi minum orang-orang yang kehausan, merawat dan mengobati orang-orang yang terluka.” 

Para ahli tarikh menegaskan: “Hamnah binti Jahsy datang ke tempat pertempuran untuk mengambil orang-orang yang terluka, lalu membawanya untuk di obati.”(Halwani al), 1996: 203)

Pada saat perang uhud berlangsung Hamnah mendapati berita bahwa pamannya Hamzah, saudaranya Abdullah, dan juga suaminya Mush’ab bin Umair telah syahid. Kehilangan tiga orang yang dicintai pada saat bersamaan tentu menjadi cobaan yang sangat besar bagi Hamnah. 

Namun, ia tetap tegar, ikhlas dan sabar menghadapi semua itu. Hingga suatu saat Hamnah dipersunting oleh salah satu sahabat, Thalhah bin Ubaidillah dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Muhammad bin Thalhah (as-Sajjad) dan Imran bin Thalhah. (Ansori, 2021)

Fatimah binti Rasulullah

Fatimah selalu ikut serta dalam jihad yang dilakukan Rasulullah. Pada saat terjadi perang Uhud, ketika pasukan pemanah menyalahi perintah Rasulullah SAW dan pasukan Musyrikin pun berhasil memukul balik pasukan Muslimin berkat kecerdikan Khalid bin Walid yang pada waktu itu belum masuk Islam. 

Maka, terbunuhlah pasukan kaum Muslimin dalam jumlah yang besar, bahkan Rasulullah sendiri mengalami luka di wajahnya; empat gigi depannya patah, pelindung kepala yang dikenakannya remuk. Darah Rasulullah SAW masih terus mengalir. 

Maka saat Fatimah melihat darah Rasulullah SAW tak kunjung berhenti, saat itu dia membersikan darah Rasulullah, sedangkan Ali menuangkan airnya dengan sebuah wadah. Fatimah segera mengambil sepotong tikar dan membakarnya hingga menjadi debu dan menaburkannya pada luka Rasulullah SAW seketika darah berhenti mengalir. (Ansori, 2021).

Rufaidah al-Anshariyah

Dalam hal pengobatan dan keperawatan Rufaidah al-Anshariyah adalah ahlinya, Ia adalah seorang perawat muslim pertama. Ketika umat Islam harus turun ke medan perang untuk membela agama Allah, pada perang Uhud, dengan penuh keberanian Rufaidah turun ke medan pertempuran. Ia berada di garis belakang untuk membantu tentara Islam yang terluka akibat perang. 

Rufaidah pun mendirikan rumah sakit lapangan atau tenda perawatan. Keberadaan tenda perawatan pada masa perang sangat besar perannya dalam mengurangi korban nyawa akibat tidak ada perawatan medis. Rufaidah tercatat sebagai pemilik tenda perawatan untuk orang sakit pertama dalam sejarah Islam. 

Sebutan untuk tenda pertolongan pada masa Rasulullah SAW dengan nama Khaimah Rufaidah (Tenda Rufaidah) sebagaimana disepekati oleh para sejarawan muslimin untuk menyebut Rufaidah sebagai Mumarridah al-Islam al-Ula (Perawat Wanita Pertama dalam Sejarah Islam). (Fanjari, 2010: 3).

Kamu wanita yang Membantu Memanggul Senjata Bersama Para Mujahidin

Umu Umarah

Ummu Umarah ikut pergi ke medan Uhud bersama suaminya, Ghaziyah bin Amr dan kedua anaknya, Abdullah dan Habib. Ia membawa sebuah wadah dari tanah dengan maksud memberi minum pasukan muslimin yang kepayahan. 

Tidak hanya itu, Ummu Umarah juga memiliki peran yang luar biasa. Dia adalah perempuan pertama yang ikut serta dalam peperangan sebagai pasukan tempur dalam sejarah Islam. 

Dhamrah bin Sa’id bercerita tentang neneknya yang ikut dalam perang Uhud, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata, “Kedudukan Nusaibah binti Ka’ab pada hari ini lebih baik dari pada kedudukan si fulan.” (Ansori, 2021).

Di awal peperangan, kemenangan tampak bagi orang Islam, tetapi kemudian mereka lalai dan berpaling dari musuh. Kesempatan ini pun tidak di sia-siakan oleh pihak musuh untuk membalas. Akhirnya kepanikan pun terjadi, kaum muslimin bercerai-berai dan lari terbirit-birit meninggalkan Rasulullah. 

Kurang dari sepuluh orang dari mereka yang tetap berdiri tegap melindungi Rasulullah SAW. Melihat kejadian tersebut Ummu Umarah, yang sebenarnya bertugas pada bagian konsumsi dan palang merah, secepat kilat ia mengeluarkan pedangnya dan mengangkat busur panahnya, lalu menyerang dan berputar melindungi Rasulullah SAW bersama para mujahidin. 

Di sekelilingnya ada beberapa oarang sahabat yang melindungi beliau SAW, mereka adalah Ali, Abu Bakar, Umar, Sa’ad, Thalhah, Zubair, Abbas, suami dan juga kedua putranya. Ia tidak pernah membiarkan bahaya mendekati Rasulullah SAW. Ia selalu melindungi dan melindungi Rasulullah sampai-sampai beliau saw bersabda, “Aku tidak pernah memalingkan wajahku ke kanan dan ke kiri kecuali aku melihat dia di depankau.” (Allawi (al), 2006: 186-187).

Ketika Umu Umarah kembali ke Madinah dengan membawa dua belas luka di sekujur tubuhnya. Itulah sosok Ummu Umarah Nusaibah binti Ka’ab bin Amr bin Auf, seorang shahabiyah yang mulia yang suka berjihad, membela Rasulullah dengan dengan penuh ketegaran. 

Ia sendiri telah menyaksikan malam aqabah dan juga menyaksikan perang Uhud, Hudaibiyah, Hunain dan Yamamah. Ia adalah seseorang yang memekarkan semangat berperang di jalan Allah, hingga ia harus merelahkan tangannya terpotong pada saat ia berjihad. (Ansori, 2021).

Shafiyyah binti Abdul Muththalib

Pada peristiwa perang Uhud, Shafiyah binti Abdul Muththalib ikut berangkat ke medan jihad bersama rombongan perempuan yang bertugas memberi minum pasukan yang terluka. Dia senantiasa mendoakan pasukan kaum Muslimin agar dapat menaklukkan musuh-musuh mereka sehingga panji Islam dapat berkibar lebih tinggi. 

Ketika pasukan kaum Muslimin berada dalam posisi tersudut setelah pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah SAW untuk tetap berjaga di atas bukit, baik pasukan kaum Muslimin dalam posisi menang maupun tersudut, kebanyakan pasukan berhamburan meninggalkan Rasulullah untuk menyelamatkan diri. Yang tersisa di sekitar beliau hanyalah segelintir orang dari sahabatnya. 

Shafiyyah binti Abdul Muththalib pun langsung bangkit dan di tangannya terdapat tombak yang digunakannya untuk memukuli mereka yang lari dan memukuli pasukan kaum Musyrikin seraya berteriak, “Kenapa engkau lari meninggalkan Rasulullah? Apakah kamu mencoba mengalahkan Rasul?” Ketika Rasulullah SAW melihatnya, beliau merasa kasihan kepadanya. 

Beliau pun berkata kepada putranya, Zubair bin Awwam, “Temuilah ibumu dan ajak kembali ketempatnya. Jangan sampai dia melihat apa yang terjadi pada saudara kandungnya (Hamzah bin Abdul Muththalib).” Zubair pun menemuinya dan berkata, “Wahai ibu, Rasulullah menyuruhmu mundur.” 

Syafiyyah berkata “Kenapa aku harus mundur? Aku telah mendengar bahwa saudaraku telah terbunuh. Dan itu hanyalah sedikit pengorbanan di jalan Allah. Beritahukan kepada beliau, aku akan bersabar insya’allah.” Zubair pun kembali menemui Rasulullah dan menyampaikan pesan ibunya. 

Rasulullah SAW berkata, “Kalau begitu biarkan dia.” Setelah perang usai, Shafiyah mendatangi jasad Hamzah dan menshalatinya, lalu mengucapkan inna lillah dan beristighfar. Setelah itu, Rasulullah pun memerintahkan untuk menguburkannya. (Mishri (al), 2016: 626-627). 

Selain keikutsertaanya dalam perang Uhud, Shafiyah juga berpartisipasi dalam perang Khandaq. Menurut Ibnu Ishaq: Shafiyah adalah perempuan pertama yang membunuh seorang laki-laki dari kalangan musyrikin. (Mishri (al), 2016: 627).

Daftar Pustaka 

Ansori, M. G., & Zuhdin, A. (2021). Peran Wanita Sahabat Rasulullah dalam Perang Uhud. The Journal og History and Islamic Civilization, 5 (1), 42-65.

Mishri (al), Syaikh Mahmud. Sirah Shahabiyah, Terj. M. A. Imran Anhar. Jakarta: Pustaka As-Sunnah. 2016.

Fanjari (al), Ahmad Syauqi, Rufaidah: Kisah Perawat Wanita Pertama dalam Sejarah Islam, Terj. M. Halabi Hamdy. Yogyakarta: Navila. 2010.

Allawi (al), Muhammad Ali. The Great Women, Terj. El-Hadi Muhammad. Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2006.

Abdullah, Taufik. Ensiklopedia Tematis Dunia Islam Akar dan Awal. Ed. Komaruddin Hidayat, et al. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 2002.

*) Saya seorang mahasiswi program studi Psikologi Islam di UIN Raden Mas Said Surakarta. Selain mempelajari tentang teori ilmu psikologi dari barat kami juga mempelajari psikologi dalam prespektif Islam. Sehingga dengan mempelajari sejarah Islam membuat saya tahu bahwa ilmu psikologi itu sudah ada dan dikembangkan sebelum adanya teori dari barat. Membaca, mempelajari dan menulis sejarah Islam membuat saya dapat lebih mengetahui bahwa para tokoh Islam memiliki mental yang kuat dalam menghadapi berbagai macam masalah.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال