Richard Rorty: Bahasa Adalah Kunci Untuk Menyatukan Masyarakat

 


Richard Rorty, seorang filsuf Amerika Serikat, dikenal dengan kritiknya terhadap fondasialisme. Sekedar informasi, Fondasionisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa pengetahuan harus didasarkan pada fondasi metafisik yang kokoh, seperti kebenaran objektif atau realitas. Rorty menolak pandangan ini dan berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk melalui hubungan intersubjektif, yaitu melalui percakapan dan kesepakatan antar manusia.

Salah satu kritik Rorty terhadap fondasialisme adalah kritiknya terhadap kebenaran korespondensi. Kebenaran korespondensi adalah pandangan yang menyatakan bahwa kebenaran suatu pernyataan adalah kesesuaiannya dengan fakta. Rorty berpendapat bahwa kebenaran korespondensi adalah konsep yang keliru. Menurutnya, bahasa tidak dapat mencerminkan realitas secara objektif. Bahasa adalah alat yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan dunia, dan makna bahasa dibentuk melalui kesepakatan antar manusia.

Berdasarkan pandangan ini, Rorty berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk melalui percakapan dan kesepakatan antar manusia. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang statis, tetapi sesuatu yang dinamis dan terus berkembang. Pengetahuan dapat berubah seiring dengan perubahan kesepakatan antar manusia.

Nah, karena bahasa itu sifatnya kesepakatan, maka Rorty membagi bahasa menjadi dua kategori, yaitu bahasa publik dan bahasa privat. Bahasa publik adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain, sedangkan bahasa privat adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dengan diri sendiri. Menurut Rorty, bahasa privat tidak memiliki peran penting dalam pembentukan pengetahuan. Pengetahuan dibentuk melalui bahasa publik, yaitu melalui percakapan dan kesepakatan antar manusia.

                Ketika kita menyadari, bahwa ternyata ada bahasa publik dan ada bahasa privat, lalu pertanyaannya, bagaimana kita bisa bermasyarakat dengan bahasa personal kita? Rorty berpendapat bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang mampu mengombinasikan antara individualitas dan solidaritas. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang mampu memberikan ruang bagi kebebasan individu, tetapi juga mampu menciptakan rasa solidaritas antar individu.

Rorty memimpikan tentang Masyarakat “romantic liberalism”. Menurut Rorty, masyarakat ‘bebas yang romantis ini’ adalah masyarakat yang mampu mengombinasikan antara individualitas dan solidaritas. Masyarakat romantic liberalism adalah masyarakat yang mampu membedakan antara yang publik dan yang privat. Masyarakat romantic liberalism memberikan ruang bagi kebebasan individu dalam hal-hal yang bersifat privat, tetapi juga mendorong individu untuk berkolaborasi dalam hal-hal yang bersifat publik.

Masyarakat ‘Bebas yang Romantis’

Dalam konteks masyarakat romantic liberalism, kesepakatan bahasa memainkan peran penting. Kesepakatan bahasa memungkinkan individu untuk berkomunikasi dan berkolaborasi satu sama lain. Kesepakatan bahasa juga memungkinkan individu untuk membentuk pengetahuan bersama.

Berikut adalah beberapa contoh bagaimana kesepakatan bahasa dapat berperan dalam masyarakat romantic liberalism:

1.       Kesepakatan bahasa memungkinkan individu untuk berdiskusi dan menyelesaikan masalah bersama.

2.       Kesepakatan bahasa memungkinkan individu untuk bekerja sama dalam proyek-proyek bersama.

3.       Kesepakatan bahasa memungkinkan individu untuk berbagi informasi dan pengetahuan.

Kesepakatan bahasa juga dapat menjadi sarana untuk mempromosikan toleransi dan pemahaman antar budaya. Dengan kesepakatan bahasa, individu dari budaya yang berbeda dapat saling memahami dan bekerja sama.

Oleh karena itu, kesepakatan bahasa adalah hal yang penting dalam masyarakat romantic liberalism. Kesepakatan bahasa memungkinkan individu untuk berkolaborasi dan membentuk pengetahuan bersama, sehingga dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik. Mengapa bahasa perlu disepakati?

Pertama, bahasa itu sifatnya kontingen. Tidak ada bahasa yang abadi. Semua sementara. Bisa berubah maknanya kapan saja. Rorty juga berpendapat bahwa bahasa adalah permainan. Bahasa bisa bermacam-macam maknanya sesuai penggunaannya. Setiap orang lahir di satu dunia yang memiliki mode bahasa tertentu, dan ia belajar serta memahami dunia sesuai bahasa masyarakatnya. Perubahan/ perkembangan kultural disebabkan oleh perubahan mode bahasa karena karakter bahasa yang memang bersifat kontingen.

Contoh:

Kata "kaya" memiliki makna yang berbeda-beda di berbagai budaya. Di Indonesia, "kaya" biasanya diartikan sebagai memiliki banyak uang. Namun, di beberapa budaya lain, "kaya" bisa diartikan sebagai memiliki banyak tanah, banyak pengikut, atau banyak pengetahuan.

Kata "jalan" memiliki makna yang berbeda-beda di berbagai konteks. Dalam konteks sehari-hari, "jalan" bisa diartikan sebagai tempat untuk berjalan kaki. Namun, dalam konteks hukum, "jalan" bisa diartikan sebagai jalur yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan.

Karena bahasa sifatnya kontingen, maka kita perlu menjadi yang terbuka dalam menyepakati bahasa. Rorty bilang, kita perlu menjadi manusia ironis modern. Manusia ironis modern adalah orang yang menyadari bahwa final vocabulary-nya bersifat kontingen. Final vocabulary adalah kata-kata/pernyataan yang dipakai seseorang untuk menjustifikasi tindakan atau world-view-nya. Manusia ironis adalah orang yang menerima kontingensi bahasa di atas dan memiliki komitmen untuk mereduksi segala penderitaan, khususnya kekejaman yang diakibatkan dari wacana.

Contoh manusia ironis:

1.       Seorang filsuf yang menyadari bahwa filsafatnya bersifat kontingen akan selalu terbuka untuk menerima ide-ide baru. Ia tidak akan menganggap filsafatnya sebagai satu-satunya kebenaran.

2.       Seorang aktivis yang menyadari bahwa ideologinya bersifat kontingen akan selalu berusaha untuk mencapai tujuannya dengan cara-cara yang tidak menimbulkan penderitaan bagi orang lain.

3.       Lalu bagaimana seorang agamawan? Haruskah dia memaksakan bahasa agamanya kepada orang lain? Tentu saja AlQuran telah memberi kita petunjuk:


اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ

Artinya: "Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl: 125

Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa Doktoral Pendidikan Kader Ulama & Universitas PTIQ Jakarta)

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال