Refleksi Hidup: Karakter Kejujuran Membawa Kebaikan

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Perubahan zaman yang terus bergulir semakin cepat, dan pasti memberikan pengaruh, baik positif maupun negatif. Perubahan adalah fenomena kehidupan manusia yang berjalan secara terus menerus dengan kata lain perubahan itu sifatnya abadi sepanjang waktu. Perubahan tidak akan bisa dihentikan dengan cara apapun, justru semakin berupaya kita hentikan, akan semakin banyak dampak yang terjadi, ibarat membendung banjir, akan menimbulkan banjir ditempat lain dan merusak. Zaman, menggambarkan perbedaan yang terus berganti sebagai pengaruh perubahan, ibarat pergantian hari, bulan, tahun dan abad. Sekarang ini kita berada pada abad 21 disebut abad milenium ke tiga dalam kalender gregorian. Abad ini perubahan zaman meningkat secara dramatis, lazim disebut globalisasi. Abad 21 baru berjalan kurang lebih 17 tahun, akan berakhir di tahun 2099, kurang lebih lagi 83 tahun. Kita belum bisa memprediksi perubahan apa yang akan terjadi, jika kita tidak mempersiapkan diri, maka perubahan zaman itu bukan saja akan menjadi tantangan tetapi bencana. Menghadapi bencana itu semua masyarakat dituntut, siap budayakan kejujuran, karena budaya kejujuran yang diprediksi paling ampuh merubah perilaku manusia menghadapi perubahan zaman. Perubahan zaman dapat mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya, gaya hidup mewah, kemajuan teknologi informasi dan transformasi, kekuasan dan kewenangan, jika ditangan orang tidak jujur, diduga menjadi virus perilaku kurang terpuji, antara lain penyalah gunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, nepotisme, sogok suap, pungli, penipuan, dalam pelayanan publik.

Perilaku manusia sifatnya relatif, bisa kuat dan bisa berubah menjadi lemah bahkan perilaku seseorang bisa menjadi jahat, tidak beda dengan Iman seseorang, bisa kuat dan bahkan bisa hilang. Kejujuran cermin dari ketaqwaan seorang hamba yang beriman, sesuai Firman Allah, QS. At-Taubah (9): 119 “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. Jujur adalah satunya suara hati, ucapan dan perbuatan, dan pastilah tidak ada yang rela dikatakan bohong atau disamakan dengan perilaku hewan yang tidak memiliki akal dan pikiran. Jujur mencerminkan sikap hati yang menggambarkan ketaatan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Orang jujur pasti tetap patuh pada Allah dan menjalankan tuntutan Rasulullah Saw. Dari Ibnu Mas’ud ra, berkata: Bersabda Rasulullah SAW, "Orang jujur pasti tetap patuh pada Allah dan menjalankan tuntutan Rasulullah SAW". Dari Ibnu Mas’ud ra, berkata: Bersabda Rasulullah saw, “Wajib bagimu memegang teguh perkataan benar, karena perkataan benar membawa kebaikan, dan kebaikan mengajak ke surga”. Seseorang yang senantiasa berkata benar, sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang berbuat benar (jujur). Itulah pentingnya membudayakan kejujuran walaupun butuh proses belajar dan pembiasaan, agar bisa menjadi sebuah sistem kehidupan yang beradab. Kehidupan yang selalu taat terhadap Allah dan Rasul-Nya dan kehidupan para sedikit serta orang-orang saleh, bisa menjadi contoh yang sebaik-baiknya.

Perilaku jujur mencerminkan keimanan, etika dan moral seseorang, dia mengakui sang pencipta dan yakin akan pembalasan surga atas perbuatan baik dan neraka terhadap perilaku munkar. Dasar pemikiran terhadap pengakuan dan keyakinan terhadap sang Pencipta, menjadi pondasi membudayakan kejujuran terhadap sistem kehidupan masyarakat. Pemikiran tersebut menjadi kekuatan batin seseorang melahirkan perilaku yang penuh tanggung jawab, sesuai sabda Rasulullah Saw “jauhi dusta, karena dusta akan membawa kepada dosa dan dosa membawamu ke neraka. Biasakanlah berkata jujur karena jujur akan membawamu kepada kebajikan dan membawamu ke surga”.

Ada beberapa pesan moral dapat kita petik dari uraian diatas, antara lain orang jujur menunjukkan sikap dan perbuatan selalu taat kepada Allah, mengikuti kaedah-kaedah agama, berbuat sesuai hati nurani/Iman, ucapan sesuai perbuatan, selalu berteman dengan orang-orang benar. Seorang manusia pasti memilih hidup dalam ketaatan kepada Sang Pencipta, tidak ada seorangpun rela dikatakan menyimpang dari perintah Allah. Semua manusia memilih kaedah Alqur’an menjadi penuntun dalam menjalankan perintah Allah, sesuai sumpahnya untuk beriman hanya kepada Allah, ketika ia diciptakan. Semua orang dalam hidup bermasyarakat, pasti menghendaki hidup jujur, dan tidak rela dikatakan berbohong.

Oleh karena itu pilihlah teman yang benar-benar berpegang pada kaedah alqur’an, seperti kata pepatah, anda berteman dengan penjual minyak wangi, anda pasti kecipratan wanginya, selin itu jika anda berteman dengan orang suka minum-minuman memabukkan, sekali waktu anda akan terjebak dalam kehidupan hina itu. Teman yang benar adalah, teman yang ketika anda akan terjerumus kedalam jurang, dia menyelamatkan dengan menarik leher baju anda, bukan lantas mendorong anda jatuh ke jurang.

Makna Jujur

Jujur, satu kata yang sering diucapkan tetapi untuk dipraktikkan dalam kesehariannya menemui berbagai kendala. Setiap orang tua yang peduli dengan pendidikan akhlak anak-anaknya pasti selalu menekankan mereka untuk berperilaku jujur di setiap waktu dan tempat. Jujur itu adalah perbuatan yang terpuji, semua orang setuju dengan itu. Mengatakan sesuatu berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dilakukan dan dirasakan itulah kejujuran. Dengan berkata jujur dapat menenangkan batin walaupun nantinya timbul konsekuensi yang harus dihadapi, entah itu berbentuk apresiasi atau hukuman. Syukur-syukur kalau mendapat apresiasi, kalau mendapat hukuman bagaimana? Orang yang berkata jujur juga belum tentu mendapatkan apresiasi yang setimpal dari masyarakat.

Ketakutan akan respon negatif dari masyarakat akhirnya mendorong banyak orang enggan dan tidak berani berkata jujur terutama ketika melakukan suatu kesalahan. Hingga akhirnya terjadilah krisis kejujuran pada masyarakat kita. Maka jangan heran jika korupsi merajalela di Negara kita ini lantaran krisisnya sifat jujur dalam diri setiap individunya. Yang akhirnya tidak hanya merugikan diri sendiri, akan tetapi juga merugikan orang banyak, terutama merugikan Negara kita tercinta ini.

Menanamkan sifat jujur pada diri tidaklah mudah, butuh waktu dan proses yang lama, agar sifat jujur tidak hanya sekedar diketahui dan dipelajari saja, akan tetapi juga harus menjadi bagian dari akhlak seseorang atau spontan dilakukan oleh pelakunya tanpa pikir-pikir terlebih dahulu. Itulah mengapa penting sekali menanamkan sifat jujur sedini mungkin, sehingga jujur itu sudah menjadi bagian dalam diri, dan ketika ia melakukan sebaliknya ada rasa berdosa dan penyesalan yang sangat mendalam dalam dirinya sehingga ia berani menanggung segala konsekuensi dari perbuatan yang telah ia lakukan. Dalam hal ini pendidikan, formal maupun nonformal menjadi solusi paling strategis untuk menanamkan sifat jujur dalam diri anak-anak penerus bangsa.

Dalam proses pendidikan, pada dasarnya ada tiga unsur utama yang harus terpenuhi, yaitu:

1. Pendidik (orang tua/guru/ustadz/dosen/ulama/pembimbing).

2. Peserta didik (anak/santri/siswa/mahasiswa).

3. Ilmu atau pesan yang disampaikan (nasihat, materi pelajaran/kuliah/ceramah/bimbingan).

Unsur-unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu dengan lainnya. Jika salah satu dari unsur-unsur tersebut tidak ada, maka proses pendidikan tidak dapat berjalan dengan baik.

Praktik Kejujuran

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Kalian harus berlaku jujur, karena kejujuran itu akan membimbing kepada kebaikan. Dan kebaikan itu akan membimbing ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan memelihara kejujuran, maka ia akan dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah. Dan hindarilah dusta, karena kedustaan itu akan menggiring kepada kejahatan dan kejahatan itu akan menjerumuskan ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan memelihara kedustaan, maka ia akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah".(HR. Muslim).

Dalam hadits ini Rasulullah Saw memerintahkan umatnya berlaku jujur dalam perkataan, perbuatan, ibadah dan dalam semua perkara. Jujur itu berarti selaras antara lahir dan batin, ucapan dan perbuatan, serta antara berita dan fakta. Maksudnya, hendaklah kalian terus berlaku jujur, maka itu akan membawamu kepada al-birr (yakni melakukan segala kebaikan), dan kebaikan itu akan membawamu ke Surga yang merupakan puncak keinginansebagaimana Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan" (QS. al-Infithar (82): 13).

Allah Swt meminta para hamba-Nya yang beriman agar jujur dan berpegang teguh dengan kebenaran. Tujuannya agar mereka istiqamah di jalan kebenaran. Allah Swt memberitahukan nilai kejujuran, bahwa kejujuran itu merupakan kebaikan sekaligus penyelamat. Sifat itulah yang menentukan nilai amal perbuatan, karena kejujuran merupakan ruhnya. Seandainya orang-orang itu benar-benar ikhlas dalam beriman dan berbuat taat, niscaya kejujuran adalah yang terbaik bagi mereka.

Apabila seseorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Yaitu orang yang selalu berlaku jujur dalam perbuatan dan perkataannya, membiasakannya dan bersungguh-sungguh untuk berlaku jujur, maka Allah Swt akan mencatat bahwa dia orang yang jujur.

Orang yang jujur itu memiliki kedudukan tinggi di mata Allah Swt. Dia berada setelah kedudukan para Nabi, sebagaimana Allah Swt berfirman: "Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya".(QS. al-Nisa (4): 69).

Kemudian Nabi Saw menjelaskan bahwa berdusta itu membawa kepada kejahatan. Yaitu jika seseorang berdusta dalam perkataannya, maka dia akan terus dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya berbuat jahat. Dan itu telah keluar dari ketaatan, termasuk kedurhakaan dan maksiat. Berbuat jahat menyeret seseorang ke Neraka.

Dusta Tanda Orang Munafik 

"Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda tanda orang munafik itu ada tiga, jika berkata ia dusta, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia khianat"(HR. Muslim). Dalam hadits di atas Rasulullah Saw menjelaskan tentang ciri-ciri orang munafik. Yaitu jika ia berbicara maka tidak ada yang keluar dari mulutnya kecuali kebohongan semata, kemudian jika ia berjanji maka ia akan selalu mencari celah untuk mengingkari janjinya, lalu yang terakhir yaitu jika ia diberikan suatu amanah maka ia mengkhianati amanah yang diberikan itu.

Dalam hadits di atas juga Rasulullah menjelaskan tentang orang-orang munafik pada zamannya, yaitu mereka adalah mereka yang bersaksi (mengatakan) bahwa mereka beriman, lalu mereka berbohong, lalu mereka berjanji tentang urusan agama akan tetapi mereka mengingkarinya dan berkhianat setelah diamanahkan perkara tersebut padanya.

Nifak atau pelakunya disebut munafik merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya. Jika tidak ditangani sesegera mungkin akan mengakibatkan penderitanya binasa. Penyakit ini adalah penyakit yang amat menjijikkan dan mengakibatkan penyimpangan yang amat buruk. Seorang muslim sejati tentu sangat mewaspadai penyakit akut ini, hanya saja terkadang ia tidak menyadari bahwa ternyata ia telah terjangkit penyakit ini, terutama nifak yang bersifat lahiriah.

Dusta adalah lawan dari sifat jujur. Dusta sangat erat kaitannya dengan sifat kemunafikan, karena berawal dari dusta yang terus-menerus dilakukan maka hati menjadi keras dan sulit untuk menerima hidayah. Semakin sering ia berdusta, maka semakin dekat ia dengan kemunafikan.

Dusta adalah dosa dan aib yang amat buruk. Di samping berbagai dalil dari al-Qur'an dan dan berbagai hadits, umat Islam bersepakat bahwa berdusta itu haram.

Dari berbagai hadits terlihat jelas bahwa sikap jujur dapat membawa pada keselamatan, sedangkan sikap dusta membawa pada jurang kehancuran. Di antara kehancuran yang diperoleh adalah ketika di akhirat kelak.

Sangat penting juga kita ketahui bahwasanya salah satu materi yang harus diajarkan untuk menanamkan sifat jujur pada dirinya yaitu dengan memberikan pengertian lawan dari sifat jujur yaitu dusta beserta ganjaran apa yang akan pelakunya terima dari Allah Swt.

Budaya Kejujuran

Dasar berpikir yaitu QS. At-Taubah (9) “Wahai Orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan berdoalah kalian bersama orang-orang yang benar (jujur). Jujur sebagai cerminan dari keimanan dan tergolong orang-orang yang benar”.

Dalam QS. An-Nisa (4), “Siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Muhammad SAW) maka mereka itu bersama orang-orang yang Allah memberi nikmat atas mereka dari para Nabi dan orang-orang yang sangat jujur“. Itulah gambaran yang akan Allah berikan kepada orang-orang yang jujur, bukankah nikmat Allah tidak dapat dihitung. Jika ditulis nikmat yang diterima manusia dengan air laut sebagai tintanya dan pohon sebanyak apa yang ada di bumi sebagai penanya, tidak akan bisa habis ditulis.

Bayangkan nikmat Iman yang demikian besar, jika dicabut oleh-Nya, manusia akan, kehilangan kendali dalam hidupnya didunia dan diakhirat pasti akan terlaknat.

Nikmat kesehatan, silahkan direnungkan, jika menderita sakit gigi saja, tidak ada yang bisa dinikmati, makanan yang enak menjadi tidak enak, belum lagi sakit kangker ganas, gagal ginjal, serangan jantung, tidak akan bisa sembuh walaupun obat secanggih apapun, kecuali Allah menyembuhkan. Secara jujur, sudahkan digunakan nikmat kesehatan itu, untuk beribadah, seperti kata orang bijak ”shalatlah anda sebelum dishalatkan alias mati”.

Sadarkah manusia bahwa yang dibawa masuk keliang lahat adalah selembar kain putih, sedangkan kekayaan berupa harta, benda, mobil mewah, rumah bertingkat, anak tersayang, istri cantik hanya menangis diatas pusara anda. Manusia yang mati akan hanya besama do’a anak yang shaleh, amal jariah dan ilmu yang bermanfaat. Oleh karena itu “orang jujur selalu bertaqwa kepada Allah dan bersama orang-orang yang benar” At-Taubah (9) 119”. Orang jujur selalu berpegang pada Firman Allah dan petunjuk Rasul-Nya, dan itu akan melahirkan sikap yang penuh tanggung jawab, seakan–akan Allah melihatnya, sebagaimana firman Allah ”Dan sungguh kami telah menciptakan manusia dan Kami (Allah) mengetahui apa yang dibisikkan oleh jiwa/hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya”(QS. Qaaf).

Pesan moral dari Firman Allah Swt. diatas menunjukkan bahwa jujur itu, jatidiri manusia secara individual, sebagai mahluk ciptaan Allah Swt dan sebagai mahluk sosial. Jujur merupakan nilai atau norma agama sedangkan budaya merupakan produk manusia. Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Akal adalah miliknya manusia, yaitu satu-satunya mahluk diciptakan Allah SWT sebagai mahluk yang berakal. Jadi manusia selain sebagai mahluk ciptaan Tuhan, mahluk Individu juga mahluk sosial.

Itulah yang membedakan manusia dengan mahluk lain seperti hewan. Hewan tidak memiliki akal, tidak sebagai mahluk berbudaya dan sosial. Dengan akal, budaya manusia berkembang, dari zaman tradisional sampai di zaman modern sekarang ini.

Jujur menurut H.Toto Tasmara,dalam bahasa arab berarti benar (siddiq). “Kejujuran berarti menyampaikan kebenaran, ucapannya sesuai dengan kenyataan”. Dalam bahasa Inggris kejujuran atau Integritas berasal dari bahasa Latin integer, incorruptibility, “yaitu sikap yang teguh mempertahankan prinsip, tidak mau korupsi, dan menjadi dasar yang melekat pada diri sendiri sebagai nilai-nilai moral".

Pengertian lain dalam bahasa Inggris Honest atau jujur, berasal dari bahasa Latin, honestus atau honos yang artinya terhormat atau menjadi terhormat. Honest diartikan juga dengan "tidak pernah menipu, berbohong atau melawan hukum, Jujur atau tidak menyimpang dari prinsip kebenaran”. Anas Salahudin M.Pd, berpendapat bahwa “Jujur adalah perilaku pada upaya yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,tindakan dan pekerjaan “.

Pengaruh perubahan zaman terus bergulir semakin cepat, dan mempengaruhi paradigma berpikir dan berperilaku kehidupan bermasyarakat. Paradigma zaman, mempengaruhi cara berpikir dan perilaku seseorang, mempengaruhi gaya hidup mewah, perilaku berkomunikasi, berpakaian, model rambut, gaya bicara, mengunakan kekuasaan, kewenangan, sogok, pungli, konon pengaruh perubahan zaman. Jika perubahan zaman menjadi kambing hitam, maka budaya kejujuran yang berimplikasi pada peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan tenaga kerja khususnya, menjadi sebuah keharusan.

Kita tidak bisa memvonis orang itu jujur atau bohong, karena budaya kejujuran, bisa bisa kuat dan bisa berubah menjadi lemah dan jahat. Dalam laut dapat diukur, dalam hati siapa tahu, Wallohualam bissawab hanya Allah yang bisa menghakimi. Tetapi semoga apa yang kita lihat, tampak dalam ucapan sama dengan dihati dan perilaku yang bisa kita amati. Budaya kejujuran cermin dari ketaqwaan seorang hamba yang beriman, sesuai Firman Allah” QS.At-Taubah (9): 119 “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. Pastilah tidak ada yang rela dikatakan bohong atau disamakan dengan perilaku hewan yang tidak memiliki akal dan pikiran.

Makna budaya kejujuran bagi setiap orang itu bisa saja berbeda, tergantung pemahaman orang tentang budaya kejujuran. Jujur bahasa arab “Siddiq“, yang berati nyata, benar atau berkata benar, kesesuaian antara ucapan dan perbuatan, kesesuaian antara informasi dan kenyataan. Sikap dan perilaku orang jujur, dan ikhlas menerima pemberian Allah, seperti kaedah yang mengatakan “rezekimu bukanlah karena ikhtiar yang kamu lakukan, tetapi rezekimu merupakan pemberian Allah, sedangkan ikhtiar yang kamu lakukan tercatat sebagai ibadahmu.

Pada perubahan zaman ini masih terdapat kehidupan masyarakat, berada dalam kebodohan, oleh karena itu membudayakan kejujuran merupakan keharusan tetapi kewajiban setiap orang. Oleh karena itu syukuran pendidikan dalam arti luas tetap berjalan, kehidupan berdasarkan aqidah dan adat istiadat terus terbina, sehingga diharapkan membudayakan kejujuran untuk menghadapi perubahan zaman, berjalan secara otomatis.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال