Pengungsi Rohingnya dalam Hukum Indonesia

KULIAHALISLAM.COM - Ribuan pengungsi Rohingnya dari negara Myanmar membanjiri daerah di Indonesia khususnya di Aceh. Berdasarkan laporan UNCHR Indonesia, sejak 14 November 2023 ada 1.200 orang pengungsi Rohingnya di beberapa titik di Aceh seperti Pidie, Bireuen, Aceh Timur dan Sabang. 

Kedatangan pengungsi Rohingnya ke Aceh mendapat penolakan dari masyarakat setempat hal ini dikarenakan sebagian pengungsi Rohingnya melakukan tindakan atau bersikap tidak menghargai hukum adat bahkan tidak sedikit yang melakukan perbuatan melawan hukum, jika digambarkan pribahasa yang tepat adalah “ Air susu dibalas dengan air tuba”.


Bagaimana tidak seperti dilansir dari Viva.co.id melaporkan bahwa Ditreskrimum Polda Aceh yakni Ade Herianto menyatakan ada sekitar 32 orang Rohingnya yang menjadi tersangka dalam kasus perdagangan orang dan narkoba sepanjang 2015-2023. Bukan hanya itu menurut Kaspolsek Jangka Bireun sebagaimana dilaporkan Viva.co.id, menyatakan pada saat 249 imigran berusaha mendarat, bantuan yang diberikan masyarakat pada mereka, dibuang ke laut karena kesal kapal mereka tidak dibolehkan masuk. Dan banyak kasus perbuatan melawan hukum lainnya yang kerap dilakukan pengungsi Rohingnya.

Tetapi disisi lain Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi kemanusiaan sesuai Pancasila dan UUD Tahun 1945. Bahkan lebih jauh dari alasan kemanusiaan, etnis Rohingnya kebanyakan Muslim dan Indonesia sebagai mayoritas Muslim punya kewajiban membantu orang yang lemah (kaum Mustadhafin), mengabaikan kaum lemah sama dengan mengabaikan kunci surga yang terbuang.

Sebagaimana dilansir dari dsi.aceh.prov.go.id disebutkan bahwa : “Akhir-akhir ini semakin banyak framing negatif yang berseliweran di media sosial yang memberitakan tentang Rohingnya. Adanya framing negatif tersebut wajib dilakukan verifikasi dan tidak diterima begitu saja. Bagaimanapun masalah Rohingnya dan juga masalah lain di dunia lain seperti di Gaza adalah masalah kemanusiaan”.

Sementara itu Ketua MPU Aceh yaitu Abu Faisal Ali mengatakan “Masalah Rohingnya adalah masalah kemanusiaan yang menuntut umat Islam menjalankan perintah Allah dan Rasullulah tentang anjuran menjamu tamu. Terlepas dari framing negatifnya, etnis Rohingnya merupakan tamu yang harus dimuliakan”.

Keberadaan Etnis Rohingnya di Indonesia Ditinjau Dari Segi Hukum

Etnis Rohinya mengungsi di Indonesia dan berbagai negara di dunia karena mereka melarikan diri dari upaya genosida yang dilakukan pemerintah militer Myanmar. Aturan hukum internasional yang mengatur tentang pengungsi suatu negara ke negara lain dimuat dalam Konvensi Tahun 1951 Tentang Pengungsi. Konvensi Tahun 1951 tersebut ditetapkan di Jenewa pada tanggal 28 Juni 1951.

Dalam Pasal 1 ayat 2 Konvensi Tahun 195, pengungsi adalah seseorang atau sekelompok orang yang disebabkan oleh kecemasan yang sungguh-sungguh berdasarkan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat atau, karena kecemasan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan negara itu; atau seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan dan berada di luar negara di mana ia sebelumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud, tidak dapat atau, karena kecemasan tersebut, tidak mau kembali ke negara itu.

Indonesia bukan termasuk negara yang terlibat atau ikut serta dalam Konvensi tahun 1951 tersebut  karena jika Indonesia masuk dalam Konvensi itu maka Indonesia wajib menyediakan lapangan kerja, pendidikan terhadap para pengungsi sementara itu di Indonesia sendiri banyak rakyat Indonesia yang perlu bantuan kemanusiaan.

 Adapun negara-negara yang menjadi pihak Konvensi Tahun 1951 ada 26 negara diantaranya adalah Israel, Mesir, Iran, Irak, Kanada, Prancis, Italia, Brazil, Yunani dan negara lainnya. Walaupun Indonesia tidak ambil bagian dalam pembuatan dan pelaksanaan Konvensi Tahun 1951, tetapi pemerintah Indonesia memiliki aturan sendiri mengenai pengungsi dari luar negeri.

Ketentuan hukum tentang pengungsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri, pada Pasal Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar negeri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri. (2) Pokok-pokok kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden. Sebagai penjabaran dari Pasal 27 tersebut, maka ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri.

Pasal 1 Perpres No 125 Tahun 2016 disebutkan pengungsi adalah orang asing yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia disebabkan karena ketakutan yang beralasan akan persekusi dengan alasan ras, suku, agafrta', kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu, dan pendapat politik yang berbeda serta tidak menginginkan perlindungan dari negara asalnya dan/atau telah mendapatkan status pencari suaka atau status pengungsi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia.

Sesuai aturan Perpres No 125 Tahun 2016, penanganan pengungsi dikordinasikan oleh Menteri dalam rangka merumuskan kebijakan ; penemuan, penampungan, pengamanan, dan pengawasan keimigrasian. Pasal 30 Perpres No 125 Tahun 2016 itu disebutkan bahwa ayat (1) ; Setiap pengungsi wajib mematuhi tata tertib di tempat penampungan, adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat setempat dan ketentuan perundang-undangan dan ayat (2) ; Setiap pengungsi yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penjelasan tersebut, pemerintah Indonesia berkewajiban menerima pengungsi luar negeri namun bagaimana jika mereka melanggar aturan hukum dan tata tertib di Indonesia ? Apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia ?

Yang Harus Dilakukan Pemerintah Indonesia

Pertama, yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah menetapkan Undang-Undang Tentang Pengungsi Luar Negeri sehingga lebih jelas dan rinci serta memuat ketentuan sanksi pidana/adminstrasi yang melanggarnya. Kedua, politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif, semestinya pemerintah Indonesia saat ini aktif melakukan diplomasi terhadap negara-negara ASEAN untuk bersikap dan menjatuhkan sanksi tegas kepada pemerintah Myanmar yang melakukan genosida serta dengan dorongan pemerintah Indonesia, ASEAN harus menyepakati dan menemukan solusi terkait pengungsi Rohingnya.

Ketiga, pemerintah Indonesia harus membatasi pengungsi luar negeri, memberikan jangka waktu izin tinggal dan melakukan pengawasan yang ketat karena pengungsi luar negeri bisa menjadi ancaman serius terhadap ketahanan dan pertahanan Indonesia. Keempat, para pengungsi yang berada di Indonesia harus mendapatkan pengawasan dan pengamanan dari kepolisiaan sesuai Perpres  No 125/2016 sehingga para pengungsi tersebut tidak melakukan perbuatan buruk terhadap masyarakat setempat.

Kelima, setiap pengungsi luar negeri yang datang, Petugas Rumah Detensi Imigrasi harus melakukan pendataan dokumen perjalanan, status keimgrasian dan identitas sesuai Pasal 13 Prepres No 125/2016 secara benar agar yang benar-benar pengungsi dan yang bukan pengungsi dapat diketahui. Keenam, pemerintah Indonesia harus meminta pendanaan kepada UNCHR, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) merupakan organisasi internasional yang mandat utamanya yaitu memberikan perlindungan serta memberikan bantuan berupa pemenuhan kebutuhan dasar bagi pencari suaka dan pengungsi bekerja sama dengan beberapa mitra untuk menangani masalah pengungsi  luar negeri.

Keenam, para pengungsi Rohingnya yang ada di Indonesia namun melanggar adat istiadat di masing-masing daerah harus diberikan sanksi hukum adat atau diusir secara paksa dari wilayah Indonesia karena dalam Islam sendiri, seorang Muslim wajib mematahui adat istiadat/tradisi (urf') setempat selama tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadis. Disini dibutuhkan MUI dan Ormas agama lain untuk memberikan pengarahan agar para pengungsi tidak melanggar ketentuan agama dan adat istiadat setempat. Tidak boleh dengan alasan kemanusiaan, kita biarkan warga negara lain datang ke Indonesia melanggar hukum adat atapun kearifan lokal setempat.

Ada tugas besar pemerintah Indonesia agar pemerintah tidak mengabaikan Hak Asasi Manusia dan disisi lain penegakan hukum berjalan serta keamanan setiap waga negara Indonesia dapat terjamin dari segala macam ancaman asing, mengusir kapal para pengungsi bukanlah solusi namun pemerintah Indonesia harus mengambil langkah cepat dalam membentuk regulasi yang komperhensif tentang pengungsi luar negeri dan memperkuat pengawasan terhadap pengungsi luar negeri, tampaknya hal itu belum terwujud sehingga bangsa Indonesia butuh pemimpin yang membawa perubahan di Pemilu tahun 2024 !

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال