Meneladani Semangat Para Sahabat Nabi dalam Belajar Hadis

Penulis: Ilham Syamsul*

Guru dan Kelompok Belajar di Zaman Nabi SAW

KULIAHALISLAM.COM - Ada sebuah riwayat yang lemah, menyebutkan bahwa Nabi SAW pernah menyebut dirinya sebagai “guru” (Mu’allim). Yaitu riwayat ‘Abd Al-Rahman bin Ziyad, dari ‘Abdullah bin Yazid, dari ‘Abdullah bin ‘Amr berkata “pada suatu hari Rasulullah SAW keluar dari salah satu kamarnya dan masuk ke masjid. Tiba-tiba beliau melihat orang-orang berkelompok menjadi dua, satu kelompok membaca Alqur’an dan berdo’a, sedangkan kelompok lain belajar kepada seorang guru. Rasulullah SAW lalu bersabda “semuanya itu baik”. Kelompok ini membaca Alqur’an dan berdo’a, apabila Allah berkenan, doa mereka akan dikabulkan atau ditolak. Sedangkan kelompok yang lain, mereka belajar dan mengajar. Saya sendiri diutus sebagai pengajar. Setelah itu Rasulullah SAW duduk bersama mereka.


Memang Rasulullah SAW sering duduk dalam sebuah halaqah bersama para sahabat untuk mengajar mereka. Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan, suatu ketika Rasulullah SAW duduk di masjid bersama para sahabat, tiba-tiba datang tiga orang. Yang dua menghadap Rasulullah SAW, sedang yang satu pergi. 

Kemudian dua orang tersebut berdiri di depan Rasulullah SAW, dan setelah salah satunya melihat tempat kosong dalam halaqah itu, ia lalu duduk di situ. Terkadang Nabi SAW juga duduk di atas mimbar sambil mengajarkan masalah-masalah agama kepada para sahabat, sedang mereka duduk mengelilingi Rasulullah SAW. Bahkan masalah-masalah agama yang penting diulangi sampai tiga kali.

Semangat Para Sahabat untuk Belajar Hadis

Para sahabat selalu memperhatikan tingkah laku, perbuatan, ucapan, dan gerak-gerik Nabi SAW dengan cermat. Hal tersebut menunjukkan bahwa para sahabat sangat antusias untuk menghafal sabda-sabda Nabi SAW yang mereka dengar, serta berusaha mengamalkan hal-hal yang telah mereka pelajari. Oleh karena itu tidak ada kesempatan belajar mereka peroleh kecuali mereka harus memanfaatkannya. 

Anas bin Malik berkata, “suatu ketika kami duduk bersama Nabi SAW, jumlah kami kurang lebih enam puluh orang. Nabi SAW menyampaikan hadisnya kepada kami. Setelah itu beliau pergi untuk suatu keperluan, kami mendiskusikan kembali masalah-masalah yang beliau sampaikan tadi, sampai mendapatkan pemahaman yang mantap tertanam kedalam hati kami.

Bahkan sejumlah sahabat ada yang menghafal hadis kemudian memperdengarkannya kembali kepada Rasulullah SAW. Antara lain ketika utusan ‘Abd Al-Qais datang menghadap Nabi SAW mereka kemudian oleh Nabi SAW diserahkan kapada para sahabat Anshar. Salah seorang dari utusan itu kemudian berkata, “kemudian Rasulullah SAW menerima kami satu persatu, beliau memeriksa apa yang telah kami pelajari. Di antara kami ada yang belajar “tahiyyat”, “umm al-Kitab”, dan satu atau dua surah Alqur’an”,  dan satu atau dua Hadis.”

Pada dasarnya tidak semua sahabat dapat menghadiri majelis ta’lim yang diadakan oleh Nabi SAW secara terus menerus. Maka dari itu sahabat mengatur waktu untuk bergiliran sehingga dapat saling menambah pelajaran-pelajaran yang tertinggal. Bahkan Imam Bukhari membuat bab khusus dalam kitabnya, yaitu bab “bergiliran dalam belajar” (al-Tanawwub fi al-‘Ilm). 

Imam Bukhari juga meriwayatkan kisah ‘Umar sebagai berikut: ‘Umar berkata, “saya bersama salah seorang tetangga saya dari golongan Anshar yang tinggal di kampung Bani Umayyah bin Zaid di pinggiran kota Madinah yang tinggi. Kami saling bergantian untuk mengikuti pengajian yang diadakan oleh Rasulullah SAW. Hari ini ia yang ikut, kemudian esoknya saya yang ikut. Apabila saya yang ikut, maka saya yang datang ke rumahnya memberitahukan isi pengajian Rasulullah SAW pada hari itu, dan apabila ia yang ikut, ia pun melakukan hal yang sama. Hal tersebut menunjukkan sahabat sangat antusias dalam mempelajari hadis.

Adapun riwayat lain tentang sahabat yang sangat antusias untuk belajar hadis Nabi SAW. Diriwayatkan bahwa sahabat Sulait diberi sebidang tanah oleh Rasulullah SAW untuk mengurusnya. Setelah itu ia mendengar bahwa pada saat ia tidak mengikuti pengajian, Allah menurunkan ayat ini dan itu, Nabi SAW juga memutuskan masalah ini dan itu. Akhirnya ia kembali menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “wahai Rasulullah SAW, tanah yang kamu berikan kepadaku itu telah menyibukkan saya, sehingga saya tidak dapat mengikuti pengajian. Maka terimalah kembali tanah itu karena saya tidak perlu kepada hal-hal yang menyibukkan saya sehingga tidak dapat mengikuti pengajianmu.  

Dari peristiwa peristiwa di atas, yang menjadi poin penting ialah para sahabat yang hadir dalam pengajian Nabi saw ternyata rajin menyampaikan isi pengajian itu kepada mereka yang tidak hadir. Selain itu, mereka yang tidak hadir selalu tekun dan rajin untuk menambah pelajaran-pelajaran yang tertinggal.

Menghafal Hadis Nabi SAW pada Masa Awal 

Sahabat senantiasa untuk menghafal dan mengingat-ingat kembali hadis-hadis Nabi SAW (mudzakarah, memorizing), baik secara sendiri-sendiri maupun berkelompok, dimana dalam menghafal sahabat yang satu dapat meminta bantuan yang lain. 

Sebagaimana Abu Hurairah yang dikategorikan sebagai sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis sebab ia mampu mengatur waktu dengan baik dalam belajar hadis. Abu hurairah mengatakan bahwa ia selalu membagi satu malam menjadi tiga bagian; sepertiga untuk tidur, sepertiga untuk sembahyang, dan sepertiganya lagi untuk menghafal hadis.

Sahabat juga senantiasa untuk saling mengingatkan hadis Nabi SAW agar tidak lupa. Sebagaimana suatu riwayat yang disebutkan bahwa Abu Musa Al-‘Asy’ari dan Umar bin Khattab saling mengingatkan hadis Nabi SAW sampai subuh tiba. Dalam Musnad Ahmad bin Hambal riwayat Tawus juga menuturkan bahwa ketika Zaid bin Arqam datang, ia diajak Ibnu Abbas, “apa yang anda dengar dari Nabi SAW tentang daging...?”

Adapun anjuran para sahabat untuk menghafal atau mengingat-ingat hadis sangat banyak jumlahnya. Seperti yang dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Abu Said Al-Khudri, dan lain-lain. Ata’ bin Rabah menuturkan bahwa Ibnu Abbas berkata, “apabila kalian mendengar hadis dari aku, hendaknya kalian saling mengingat-ingatkan”. 

Sa’id bin Jubair juga meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata, ingat-ingatlah Hadis ini agar ia tidak hilang, sebab Hadis tidak seperti Alqur’an yang dipelihara secara keseluruhan oleh Allah. Apabila kalian tidak mau mengingat-ingat Hadis, maka hal itu akan hilang.”

Dalam sunan Al-Darimi Ibnu Mas’ud juga berkata, “ingat-ingatlah Hadis Nabi saw, sebab dengan mengingat-ingat seperti itu Hadis akan terpelihara kelestariannya”. Abu Sa’id Al-Khudri juga berkata, “ingat-ingatlah hadis Nabi saw, sebab dengan mengingat-ingat hadis itu dapat mengingatkan hadis yang lain”. Demikian pula Ali bin Abi Thalib, beliau berkata “ingat-ingatlah hadis Rasulullah saw, sebab apabila kalian tidak mau melakukan hal itu, maka hadis akan punah. 

Seperti itulah tradisi mengingat-ingat atau menghafal hadis di zaman sahabat dan berlangsung sampai priode Tabi’in. Semoga dengan membaca kisah-kisah di atas kita dapat meneladani para sahabat yang antusias untuk belajar.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال