Meneladani Sifat Sayidina Ali dan Fatimah Az Zahra

Penulis: Agustin Khusnul Khotimah*

KULIAHALISLAM.COM - Cinta merupakan suatu hal yang identik dengan perasaan, kasih sayang, dan juga timbul rasa suka, kata cinta pun juga sudah tidak asing lagi, semua orang juga pasti pernah merasakan cinta. 


Begitu pula dengan Sayyidina Ali dan Siti Fatimah, kisah cinta yang sudah terpendam sejak lama, kisah cinta yang sangat terjaga kerahasiaannya dalam kata, bahkan sampai setan pun tidak dapat mengendus atau bahkan tidak dapat mengetahuinya. Mereka begitu rapi menjaga izzahnya hingga Allah telah menghalalkannya.

Ali Bin Abi Thalib merupakan sepupu dan salah satu sahabat yang begitu istimewa dimata Rasulullah SAW, selain beliau tinggal langsung bersama Rasulullah, Beliau juga merupakan anak kecil pertama yang masuk Islam pada masa itu, selain itu beliau juga seorang yang pemberani yang pernah menggantikan posisi tidur Rasulullah di saat hijrah. Bukan hanya itu saja Sayyidina Ali juga merupakan Mujahid perang yang gagah.

Sedangkan Fatimah merupakan putri Rasulullah yang begitu taat penyayang  dan sangat peduli dengan Rasulullah, Beliau juga merupakan seorang saksi dalam setiap kisah perjuangan sang ayah membumikan nilai-nilai Islam di tengah kafir Quraisy.

Sayyidina Ali sudah menyukai Fatimah sejak lama, kecantikan putri Rasulullah ini tak hanya jasmaninya saja bahkan kecantikan rohaninya juga melampaui batas. Namun menjadi penghalangnya di sini adalah perasaan rendah dirinya seorang Sayyidina Ali, apakah kelak ia mampu untuk membahagiakan putri kesayangan Rasulullah. Demikian perasaan yang berkecambuk pada Ali pada saat itu.

Pada suatu ketika ada sebuah kabar beredar bahwasanya Fatimah dilamar oleh laki-laki yang selalu dekat dengan Nabi, yang bahkan sudah mempertaruhkan kehidupannya, harta dan jiwanya untuk Islam. Dan beliau pun juga menemani perjuangan Rasulullah dari awal risalah ini dia adalah Abu Bakar As Siddiq.

Mendengar berita tersebut Ali terkejut dan tersentak jiwanya, beliau merasa diuji karena apalah dirinya jika dibanding dengan Abu Bakar As Siddiq yang kedudukannya di sisi Nabi. Ali juga merasa belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Abu Bakar dalam menyebarkan ajaran Islam. Bukan hanya itu saja dari segi finansialnya pun Ali merasa minder terhadap Abu Bakar yang sebagai seorang saudagar, Ali merasa bahwa Abu Bakar pasti mampu untuk membahagiakan Fatimah.

Setelah melihat dan memperhitungkan hal tersebut Ali mencoba untuk ikhlas dan bahagia jika Fatimah bersama dengan Abu Bakar, meskipun ia tidak bisa membohongi rasa yang bergejolak di dalam hatinya. Namun ternyata lamaran Abu Bakar ditolak oleh Fatimah sehingga Ali menumbuhkan kembali harapannya dari saat itu Ali mulai mempersiapkan diri dan berharap masih memiliki kesempatan itu. 

Tidak hanya sampai di situ saja ketulusan seorang Ali diuji setelah kemunduran Abu Bakar datanglah seorang sahabat terbaik kedua Rasulullah, yang diberi gelar Al Faruq yaitu seorang laki-laki yang membuat setan berlari takut dan musuh Allah bertekuk lutut Ia adalah Umar Bin Khattab.

Namun kemudian Ali mendengar bahwasanya lamaran Umar pun ditolak oleh Rasulullah, Ali pun juga mulai merasa resah akan perasaannya sendiri.

Dan tak lama dari itu datanglah Abdurrahman bin Auf dengan begitu berani mendatangi Rasulullah untuk melamar putrinya dengan membawa 100 unta bermata biru dari Mesir, dan 10.000 Dinar. Dan lamaran itu pun ditolak oleh Rasulullah. Tak hanya berhenti begitu saja sahabat nabi yang satu ini juga ikut andil dalam memperoleh hati Sang Az-zahra. 

Beliau adalah Utsman bin Affan beliau memberanikan diri melamar putri Rasulullah dengan mahar yang sama dengan Abdurrahman bin Auf namun beliau lebih menegaskan bahwasanya kedudukan beliau lebih mulia daripada Abdurrahman bin Auf karena ia lebih dahulu masuk agama Islam.

Tidak disangka tidak diduga lamaran Utsman bin Affan pun juga ditolak oleh Rasulullah. 4 sahabat sudah memberanikan diri dan mereka semua ditolak oleh Rasulullah, hal itu juga memicu tingkat keminderan seorang Sayyidina Ali.

Pada suatu ketika Sayyidina Ali bertemu dengan sahabatnya. Dan saat itu juga sahabatnya menyarankan Sayyidina Ali untuk mencoba melamar putri Rasulullah, awalnya Ali tidak yakin atas saran dari para sahabatnya, namun dengan berbagai bujuk dan rayuan para sahabatnya Ali pun membulatkan tekad untuk memberanikan diri untuk melamar putri Rasulullah tersebut.

Akhirnya Ali Bin Abi Thalib pun memberanikan diri menjumpai Rasulullah untuk menyampaikan maksud hatinya meminang putri nabi untuk jadi istrinya. ketika sudah menjumpai Rasulullah dan menyampaikan maksud hatinya, tidak disangka Ali pun mendapat respon baik dari Rasulullah.  

Kemudian Rasulullah meninggalkan Ali dan bertanya kepada putrinya ketika ditanya Fatimah hanya terdiam dan Rasulullah menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda kesetujuannya.

Kemudian Rasulullah menemui Ali dan Bertanya kepadanya "Apakah engkau memiliki sesuatu yang hendak engkau jadikan mahar wahai Ali?"

Ali pun menjawab "orang tuaku yang menjadi penebusnya untukmu Ya Rasulullah, tak ada yang aku sembunyikan darimu aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman, sebuah pedang dan sebuah baju zirah dari besi."

Rasulullah yang mendengar jawaban itu pun tersenyum puas atas kejujuran Ali kemudian beliau menyarankan untuk menjual baju zirah dari besi tersebut untuk dijadikan mahar untuk menikahi Fatimah putri Rasulullah. 

Ali pun menjual baju besi tersebut dengan harga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah, Rasul pun membagi uang ke dalam 3 bagian satu  bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian dan satu bagian untuk biaya jamuan makan untuk para tamu yang menghadiri pesta.

Setelah mempersiapkan segala kebutuhannya dengan perasaan puas dan hati gembira dan disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata ijab qobul atas pernikahan putrinya. Maka menikahlah Ali dengan Fatimah pernikahan yang penuh hikmah walau diarungi di tengah kemiskinan. Bahkan disebutkan oleh Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yang kasar karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya.

Dan malam harinya setelah dihalalkan oleh Allah SWT, terjadilah dialog yang sangat menggetarkan. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali.

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya.”

Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.

Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

Subhanallah, itu adalah pujian terbaik dari seorang istri yang bisa membahagiakan hati suaminya. Ali dan Fatimah saling mencintai karna Allah mereka mencintai dalam diam, menjaga cintanya dan Allah satukan dalam ikatan suci pernikahan. Semoga kita dapat mentauladani perikehidupan anak dan menantu Rasulullah SAW ini.

*) Mahasiswi dari UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال