Konsep Tauhid Perspektif Ilmu Tasawuf

Penulis: Sulthan Aufa Zarroq*

KULIAHALISLAM.COM - Dalam bidang pemahaman Islam, inti dari tasawuf adalah pendekatan diri kepada Tuhan. Dimana Tuhan sangat dekat dengan manusia. Dijelaskan dalam Alqur'an betapa dekatnya Tuhan dengan manusia. “Kami menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkannya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah di lehernya.” (QS. Qaf: 16). 


Ayat ini menjelaskan bahwa Tuhan itu tidak jauh dari manusia, tetapi Tuhan itu sangat dekat dengan manusia itu sendiri. Itulah sebabnya ada penegasan dalam budaya sufi  yang mengatakan: “Dia siapa yang mengenal dirinya akan mengetahui ketika ia  menemukan Tuhannya”, bahwa para sufi tidak perlu pergi jauh untuk menemukan Tuhan, namun para sufi hanya perlu melakukan penetrasi ke dalam dirinya dan mereka akan menemukan Tuhan yang mereka cari di dalam dirinya. (Siradj Said Aqiel, “Tauhid dalam Pandangan Tasawuf,” Jurnal Studi Keislaman, Vol. 5 No. 1 (9 Januari 2010): 155–59)

Dalam konteks ini, para sufi memahami ayat berikut. “Kamu tidak akan membunuh mereka, tetapi Allah akan membunuh mereka dan kamu tidak akan membunuh mereka jika kamu melempar (pasir), tetapi Allah akan melemparkannya.” (QS. Al-Anfal: 17). Tasawuf terbagi menjadi dua bentuk yaitu tasawuf teoritis dan  tasawuf praktis. 

Tasawuf praktis, seperti halnya moralitas, juga menekankan pada upaya memperbaiki perilaku dan mendorong sikap tertentu, namun berbeda dengan tasawuf akhlak yang menekankan pada cara-cara khusus atau unik untuk mencapainya. Sedangkan tasawuf teoretis adalah keseluruhan pembahasan tentang keberadaan, yaitu Tuhan, manusia, dan alam. Metode atau pendekatan yang digunakan dalam kajian teori tasawuf adalah pendekatan intuitif terhadap pengalaman spiritual. (Haidar Bagir, Buku Saku Tasawuf, Bandung: Mizan, 2005)

Kemudian perdebatan tentang konsep-konsep tasawuf, baik teoritis maupun praktis, sebenarnya bermula dari perdebatan tentang  konsep tauhid. Oleh karena itu, pembahasan  tauhid merupakan langkah awal terpenting menuju pembahasan tasawuf lebih dalam. 

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, seluruh cabang ilmu pengetahuan Islam bertumpu pada konsep tauhid, sehingga bangunan keilmuan tasawuf  dibangun di atas konsep tauhid. 

Menurut Abd.  Al-Haq Anshari, dalam kepustakaan sufi setidaknya ada empat pemaknaan yang berbeda yakni sebagai berikut, pertama, mengimani  terhadap keEsaan Tuhan, kedua, disiplin yang dilandasi keimanan ini dalam kehidupan lahiriah dan batin, ketiga, pengalaman kesatuan dan persatuan dengan Tuhan, dan keempat, teosofi atau filsafat realitas yang berbeda dengan pengalaman budaya. Melalui pemahaman ini terlihat bahwa makna tauhid dalam tasawuf lebih dalam dibandingkan dengan perspektif tasawuf lainya. (Abdul Al-Haq, Antara Sufisme dan Syari’ah, 01 ed. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1990)

Secara umum tauhid terbagi menjadi 3, antara lain: (Dede Hidayatullah, “Naskah Ilmu Ma’rifatullah,” Meta Sastra, Jurnal Penelitian Sastra, Vol. 9 No. 2 (22 Juli 2016): 166.)

Tauhid Dzati

Yaitu tauhid yang berkeyakinan bahwa  hanya ada satu Tuhan pada Dzatnya. Yang seseorang tidak dihitung dalam pengertian ini, tetapi yang tidak dihitung dalam arti jumlah. Lebih lanjut, namun juga meyakini bahwa sifat-Nya yang satu itu tidak terbentuk. 

Konsep tauhid yang demikian juga diakui oleh beberapa teologi, khususnya teologi Syiah. Sebagaimana dijelaskan Syekh Nafisal-Banjari, dalam kajian tasawuf, tauhid dzati diartikan sebagai kondisi tertinggi tauhid. 

Yang mana didalamnya tauhid ini sudah memuat tauhid tentang alam dan juga tauhid af’ali. Dalam tauhid ini, setiap makhluk dianggap fana' dan pada hakikatnya tidak ada. Dalam tauhid ini dikatakan tidak ada yang ada selain Allah SWT pada hakikatnya. Syekh Nafis pun mencontohkan yaitu buih, ombak dan laut. Ketiganya pada hakikatnya adalah air, meski terdapat perbedaan penampakannya. (Rodiah, “ Insan Kamil dalam Pemikiran Muhammad Nafis Al Banjati dan Abdush Shamad Al Falimbani dalam Kitab Ad Durr An Nafis dan Siyar As Salikin ,” Jurnal Studia Insania, Vol. 3 No. 2 (April 2015): 98–100.)

Tauhid Af’ali

Tauhid Af'ali adalah bahwa dialah pencipta segalanya sesuatu yang terpisah dan sepenuhnya dengan sendirinya. Maksudnya adalah meyakini bahwa segala peristiwa yang terjadi di dunia ini hanyalah perbuatan Allah SWT. Sedangkan  dalam  pandangan  tasawuf  tauhid  af'ali  merupakan  keyakinan  bahwa seluruh perbuatan dan kejadian yang terjadi adalah bersumber dari AllahSWT. (Moh. Yusuf HM., “Teologi Pluralitas Multikultural,” Kontekstualita, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Vol. 24 No. 2 (Desember 2008): 76–77.)

Tauhid Sifati

Tauhid ini merupakan tauhid yang kepercayaan akan seluruh sifat-Nya (Allah) beserta Dzat-Nya, termasuk juga nama-Nya, dan juga percaya bahwa semua seluruh sifat yang ada di dunia ini bersumber dari Allah SWT. Kemudian meyakini bahwa semua sifat tersebut menyatu dengan Dzat Allah SWT. 

Jadi alam disini adalah sesuatu yang lain, bukan huduth atau sesuatu yang baru atau tambahan makna pada alamnya. Dalam pembahasan topik tasawuf, tauhid  diartikan sebagai tidak dapat dihancurkannya setiap sifat yang ada dalam ciptaan, termasuk diri, dan keyakinan bahwa tidak ada sifat selain Allah sendiri. (Ratna Dewi, “Pola Pembelajaran Tauhid dalam Pengamalan Tarekat Tijaniyah,” Scientia, Jurnal Hasil Penelitian, Vol. 6 No. 2 (26 Agustus 2022): 64.)

*) Mahasiswa UIN Satu Tulungagung.


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال