Bahaya Korupsi Pejabat Publik di Indonesia (Refleksi Atas Solusi)

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Korupsi merupakan suatu peristiwa universal, telah terjadi sejak awal perjalanan kehidupan masyarakat. dan nampak di mana saja, tidak terkecuali di Indonesia. AKhir-akhir ini sorotan terhadap korupsi di Indonesia semakin tajam, apalagi dikaitkan dengan dana-dana pembangunan, yang sangat menentukan sebagai kejahatan ekonomi, mendatang.

Korupsi di Indonesia menjadi penghambat utama pembangunan nasional. Berbagai strategi telah dilakukan oleh pemerintah untuk membasmi korupsi di Indonesia, akan tetapi seakan kena satu maka akan tumbuh lagi 1000 kasus korupsi menyebar diberbagai sektor kehidupan.

Korupsi merupakan satu kata yang selalu menjadi buah bibir dan menjadi isu yang kerap up to date untuk didiskusikan, dengan kata lain bahwa korupsi merupakan fenomena yang cendrung menarik perhatian dan mengundang opini publik. Dapat disimak pada beberapa media baik media massa, elektronik, maupun media social lainnya yang setiap saat bertambah. Pada berbagai media tersebut setiap rubriknya cendrung tidak mengabaikan kasus-kasus tentang korupsi. Korupsi adalah persoalan besar, pelik dan kronis dalam tubuh bangsa Indonesia yang menyebabkan rakyat menderita dan perekonomian menjadi terguncang.

Persoalan korupsi di Indonesia saat ini merupakan persoalan kronis, disamping persoalan Narkoba dan Terorisme. Sampai saat ini tindakan pidana korupsi masih menjadi penyakit yang menjangkiti hampir seluruh lini kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dalam strategi pemberantasan korupsi, sekaligus harus ada penegasan mengenai peran dan partisipasi masyarakat dalam memerangi korupsi. Selain melaksanakan fungsi pengawasan, maka masyarakat dapat lebih berperan dan berpartisipasi dalam mensukseskan pemberantasan korupsi, bilamana bisa meningkatkan dan mengefektifkan pemberlakuan sanksi sosial terhadap pelaku korupsi.

Masyarakat harus punya semangat melawan praktek korupsi dalam segala bentuknya dan tidak bersikap permisif terhadap pelaku korupsi. Oleh sebab itu sangatlah penting untuk menyoal pendidikan anti korupsi, mengingat sangat besarnya peran dari masyarakat dalam turut serta memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, disamping memang sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan UU nomor 30 Tahun 2002, dan sekaligus menegaskan peran KPK sebagai pilar dalam penegakan hukum guna memberantas tindak pidana korupsi.

Korupsi Era Reformasi

Seperti pada era reformasi ini yaitu korupsi dalam kaitan dengan E-KTP, dugaan korupsi Asian Games 2018, proyek simulator ujian SIM Korps Lalu Lintas Polri, kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang, kasus jual beli perkara Pemilukada (bila dicantumkan semuanya bisa saja akan mempertebal halaman tulisan ini. Mencermati pernyataan tersebut tampaknya korupsi telah mengakar dan mendarah daging terutama dikalangan birokrasi pemerintahan. Ironisnya Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan (Jawa Timur) ditangkap KPK karena menghentikan proses hukum yang ditangani akibat dari menerima suap Rp 250 juta rupiah”(Jakarta Kompas. Com, Rabu 2/8/2017). Demikian juga “kasus Irjen Polisi Joko Susilo yang begitu mencengangkan publik, kasus yang menjerat Akil Mochtar, ketua Mahkamah Konstitusi, sebagai penegak, hukum, bahkan figur penting dalam menjaga koridor konstitusi di negara Indonesia, justru menghadapi kasus suap yang kian membuat redupnya wibawa hukum dan pemerintahan”(Santoso dkk, 2014). Hampir setiap hari komentar, umpatan yang menjengkelkan, memuakkan, marah, dan hal-hal negatif lainnya atas dampak masif dan semakin menjamurnya perilaku korupsi di Indonesia. Seperti disaksikan terutama dalam tayangan televisi bahwa tersangka, terdakwa, dan bahkan terpidana seakan-akan tidak malu dan tampak tidak ada rasa berdosa pada saat menggunakan baju bertuliskan koruptor. Justru diantara mereka tersenyum seolah tanpa ada rasa bersalah dan tidak takut dikurung dalam jeriji besi.

Pasca Reformasi, agenda pemberantasan korupsi menjadi tema sentral penegakan hukum di Indonesia. Korupsi merupakan kejahatan yang memiliki sifat, dan karakter sebagai extra ordinary crime. Untuk memberantas korupsi, DPR, dan Pemerintah sudah membuat peraturan perundang-undangan dan membentuk lembaga pemberantas korupsi. Lembaga yang sampai saat ini masih dipercaya masyarakat dalam melakukan pemberantasan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK dibentuk karena pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh kepolisian, dan kejaksaan belum optimal. Upaya yang dilakukan KPK, Jaksa, dan Polisi selama ini adalah upaya penindakan yang membutuhkan anggaran besar.

Korupsi masih menjadi noda demokrasi yang menakutkan di Indonesia. Berdasarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (2018), menyebutkan ada 115 kepala daerah. Rinciannya 22 orang gubernur, 80 orang bupati dan 13 orang walikota. Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa pidana korupsi di Indonesia dilakukan oleh kepala daerah, sehingga Indonesia masih belum menjadi negara maju. Semester I tahun 2021, Indonesian Corruption Wacth (ICW) menemukan ada sebanyak 209 kasus korupsi yang ditangani Aparat Penegak Hukum (APH) dengan 482 tersangka dan nilai kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 26. 830 Triliun. Penindakan kasus korupsi ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku aparat penegak hukum (APH). Jumlah kasus korupsi yang ditangani oleh APH mengalami peningkatan baik dari segi jumlah kasus, tersangka, dan nilai kerugian negara. Selain peningkatan kuantitas kasus korupsi, permasalahan terjadi ketika kinerja APH pada semester I tahun 2021 menurut penilaian ICW hanya mencapai sekitar 19 persen dan berada pada peringkat E atau Sangat Buruk. Hal ini menunjukkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia belum maksimal. Hasil penelitian menunjukkan, upaya pemberantasan korupsi yang sudah menjadi sistem harus ditanggulangi dengan sistem antikorupsi yang merujuk pada tiga komponen sistem hukum, yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum oleh penegak hukum kepada pejabat publik di Indonesia.

Kejahatan korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjujung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan integritas, serta keamanan dan stabilitas bangsa Indonesia. Oleh karena korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistemik dan merugikan pembangunan berkelanjutan sehingga memerlukan upaya penanganan, yang bersifat menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan. Sehingga diperlukan peraturan khusus untuk mengembalikan asset hasil tindak pidana korupsi. Permasalahannya, adalah bagaimana penanganan pengembalian asset negara dan penerapannya melalui jalur pidana di Indonesia.

Makna Tindakan Korupsi

Korupsi menurut pandangan hukum adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut hukum pemberantasan korupsi yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah pengadilan yang khusus menangani perkara Korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara Tindak Pidana Korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Revrisond Baswir mendefinisikan korupsi dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Namun demikian, bila dikaji secara mendalam, akan segera diketahui bahwa hampir semua definisi korupsi mengandung dua unsur berikut di dalamnya: Pertama, penyalahgunaan kekuasaan yang melampaui batas kewajaran hukum oleh para pejabat atau aparatur negara; dan Kedua, pengutamaan kepentingan pribadi atau klien di atas kepentingan publik oleh para pejabat atau aparatur negara yang bersangkutan (Braz dalam Lubis dan Scott, 1985).

Dengan kedua unsur tersebut, tidak aneh jika Alatas (1999), cenderung menyebut korupsi sebagai suatu tindakan pengkhianatan (pengingkaran amanah). Tetapi justru karena sifat korupsi yang seperti itu, upaya untuk mendefinisikan korupsi cenderung memiliki masalah pada dirinya sendirinya. Disadari atau tidak, upaya untuk mendefinisikan korupsi hampir selalu terjebak ke dalam dua jenis standar penilaian yang belum tentu akur satu sama lain, yaitu norma hukum yang berlaku secara formal, dan norma umum yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

Akibatnya, suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai korupsi secara hukum, belum tentu dikategorikan sebagai perbuatan tercela bila ditinjau dari segi norma umum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya, suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai korupsi dalam pandangan norma umum, belum tentu mendapat sanksi yang setimpal secara hukum (Waterbury dalam Lubis dan Scott, 1990). Bertolak dari masalah pendefinisian korupsi yang cukup rumit tersebut, tanpa sengaja kita sesungguhnya dipaksa untuk memahami korupsi sebagai suatu fenomena dinamis yang sangat erat kaitannya dengan pola.

Upaya Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting pemerintah dalam rangka membersihkan diri dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan sistematis sehingga diperlukan upaya yang luar biasa pula dalam memberantasnya. Selain menjadi agenda nasional, pemberantasan korupsi juga merupakan agenda internasional. Keberadaan lembaga anti korupsi memiliki nilai yang sangat strategis dan politis bagi pemerintahan suatu negara. Saat ini persoalan korupsi bukan hanya menjadi isu lokal, melainkan menjadi isu internasional. Bagi negara-negara sedang berkembang, keberhasilan menekan angka korupsi merupakan sebuah prestasi tersendiri. Hal ini akan berdampak pada arus investasi asing yang masuk ke negara tersebut. Negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi tentunya akan kehilangan daya saing untuk merebut modal asing yang sangat dibutuhkan oleh negara yang sedang berkembang.

Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai cara, namun hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai lembaga. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu bahaya terhadap: masyarakat dan individu, generasi muda, politik, ekonomi bangsa dan birokrasi. Terdapat hambatan dalam melakukan pemberantasan korupsi, antara lain berupa hambatan: struktural, kultural, instrumental, dan manajemen. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengatasinya, antara lain: mendesain dan menata ulang pelayanan publik, memperkuat transparansi, pengawasan dan sanksi, meningkatkan pemberdayaan perangkat pendukung dalam pencegahan korupsi. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 korupsi diklasifikasikan ke dalam: merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan, gratifikasi. Dalam rangka pemberantasan korupsi perlu dilakukan penegakan secara terintegrasi, adanya kerja sama internasional dan regulasi yang harmonis.

Farida Sekti Pahlevi. Dalam artikel berjudul Strategi Ideal Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Yang diterbitkan pada jurnal Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies 4 (1), 44, 2022. Dalam hasil penelitian, menunjukkan bahwa, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara nyata dan menyeluruh di semua bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Komitmen semua pihak dalam memberantas korupsi harus diperkuat dengan sikap tegas, konsisten, bertanggungjawab dan totalitas. Langkah penting untuk menegakkan hukum yang berkeadilan, memberikan kepastian hukum, dan kemanfaatan bagi masyarakat bisa terwujud dengan baik apabila memiliki keyakinan yang kuat dari dalam diri semua pihak. Optimisme dalam memberantas korupsi senantiasa harus ada dalam diri pihak yang terlibat. Langkah-langkah mulai dari langkah perbaikan sistem, langkah edukasi dan kampanye serta langkah represif harus ditempuh agar upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bisa berjalan serta bisa menghadapi setiap hambatan yang ada. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, investor, harga diri bangsa, serta menimbulkan efek jera, mencegah calon koruptor, mengoptimalkan pengembalian uang negara atau rakyat serta memberikan dampak positif lainnya.

Upaya pemberantasan korupsi semata-mata hanya lewat penuntutan korupsi, padahal yang perlu saat sekarang ini kesadaran setiap orang untuk taat pada undang undang korupsi. Peraturan tentang korupsi di Indonesia cukup banyak, namun hasilnya masih belum memuaskan, terutama dana pengembalian dari hasil korupsi. Hal ini dikarenakan kurangnya/belum adanya pengawasan yang intensif dari berbagai unsur.

Korupsi adalah suatu perbuatan kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan yang sangat luar biasa yang sangat merugikan bagi kelanjutan berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak jarang setiap Negara dalam memberikan hukuman terhadap koruptor berbeda-beda, ada Negara dengan hukuman mati dan ada juga menganggap tindakan korupsi sebagai kejahatan biasa. Begitu maraknya korupsi di Indonesa, maka perlu kiranya membandingkan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh beberapa Negara. Dengan membandingkan upaya pemberantasan korupsi tersebut diharapkan penanganan korupsi di Indonesia dapat di cegah dengan sebaik-baiknya.

Kasus korupsi sudah bukan masalah baru bagi suatu negara. Masalah ini sudah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu. Permasalahan korupsi juga dialami oleh bangsa Indonesia, bahkan kasus korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Hingga kini bangsa Indonesia masih berupaya untuk mengatasi permasalahan korupsi.

Kesimpulan

Korupsi adalah masalah besar bagi bangsa Indonesia. Karena dapat menyebabkan masyarakat menjadi menderita dan berakibat terguncangnya perekonomian negara tersebut. Korupsi dapat merusak fondasi ekonomi di suatu negara. Hal ini disebabkan tindakan korupsi telah mengambil uang sebagai aset negara dengan jumlah yang tidak sedikit, sehingga memberi dampak salah satunya adalah negara akan merasa sulit untuk meningkatkan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat. Setiap pelaku tindakan korupsi harus bertanggung jawab untuk mengembalikan hasil korupsi sebagai aset negara ke negara itu sendiri.

Negara khususnya Indonesia memiliki undang-undang yang dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengembalikan aset keuangan negara yang telah dikorupsi, sedangkan instrumen hukum yang digunakan adalah Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara. Dalam Hukum Pidana, aset hasil korupsi dapat disita dilelang dan dijual. Menurut Hukum Perdata, negara dapat mengklaim kompensasi terhadap para pelaku korupsi (koruptor), sedangkan dari Hukum Administrasi Negara, pejabat yang bersangkutan harus bertanggung jawab untuk mengembalikan aset negara akibat perbuatan melawan hukum (korupsi) yang telah dilakukan oleh pejabat tersebut.

Korupsi merupakan fenomena kejahatan yang bersifat kompleks. Tidak hanya berkaitan dengan persoalan hukum, melainkan juga persoalan sosial politik dan kebudayaan. Pendekatan hukum lebih banyak digunakan dalam pemberantasan korupsi, karena korupsi memang merupakan persoalan hukum. Namun demikian, melihat korupsi hanya sebagai persoalan hukum adalah menyederhanakan persoalan. Kompleksitas korupsi menjadikan persoalan ini layak didekati melalui berbagai perspektif.

Begitu masifnya korupsi terjadi di Indonesia seolah memberikan simpulan bahwa korupsi telah menjadi kebudayaan warga bangsa kita. Artinya, terdapat berbagai gejala-gejala kebudayaan yang mendorong korupsi mudah dilakukan di setiap lembaga. Ada mentalitas kebudayaan yang rendah dalam ruang batin pelaku korupsi untuk menjalankan aksinya.

Bagaimana korupsi besar-besaran di Indonesia tampaknya memberikan kesimpulan bahwa korupsi telah menjadi budaya bangsa kita. Sebagai masalah budaya, maka korupsi juga perlu dipahami dalam konteks budaya. Oleh sebab itu, dibutuhkan model pendidikan anti korupsi menyangkut perspektif mentalitas budaya dan pembentukan perilaku anti-korupsi di masyarakat kita.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال