Tak Boleh Sewenang-wenang Antar Manusia

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Akhir-akhir ini kita sedang digemparkan dengan pemberitaan di media massa baik media online maupun media konvensional yaitu tentang maraknya tindakan penganiayaan. Dalam bahasa inggris penganiayaan disebut dengan persekusi yang mempunyai arti permusuhan dan penganiayaan terutama karena ras. atau keyakinan politik atau agama.

Secara sederhana dapat diuraikan bahwa perbuatan penganiayaan diawali dengan perbuatan mengidentifikasi, mencari dan mengeksekusi pelaku yang disangka melakukan tindak pidana berdasarkan alasan-alasan di atas, atau dengan kata lain penganiayaan adalah perbuatan mengadili tanpa melalui proses/prosedur yang seharusnya dilakukan, yang dalam hukum pidana disebut eigenrechting.

Harus diakui bahwa persekusi dan self-judgment mempunyai dimensi yang berbeda, namun jika dilihat dari cara penulis meyakini bahwa persekusi merupakan tindakan self-judgment atau jika tidak, persekusi merupakan bentuk baru dari self-judgment (eingerechting). Dengan demikian, baik tindakan persekusi dan tindakan main hakim sendiri merupakan tindak pidana, sehingga setiap pelaku perbuatan tersebut sudah pasti dapat diancam dengan saksi pidana.

Sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila bertujuan untuk mewujudkan negara yang aman, damai, sejahtera, dan tertib. Suatu negara hukum telah melarang tindakan mempermainkan hakim sendiri (eigenrichting). Padahal permasalahan yang terjadi di masyarakat adalah masih terdapat sebagian masyarakat yang melakukan pemidanaan secara langsung yaitu eigenrichting terhadap pelaku kejahatan tanpa melalui proses hukum yang benar, apalagi jika mengakibatkan korban meninggal dunia. Peraturan perundang-undangan di Indonesia KUHP pada dasarnya tidak memuat ketentuan yang mengatur secara tegas tentang eigenrichting, karena bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang atau wajib disertai ancaman pidana dalam KUHP hanya memuat rumusan umum. Sehingga beberapa ketentuan tersebut dapat dijadikan oleh aparat penegak hukum sebagai acuan dalam melakukan proses hukum terhadap pelaku kejahatan.

Massa yang terjadi di masyarakat akhir-akhir ini sering diberitakan baik di media cetak maupun televisi. Pencuri yang dipukuli hingga babak belur, pemerkosa yang dianiaya oleh keluarga korban, yang lebih miris lagi adalah kejadian pembakaran orang yang diduga dukun. Tak bisa dipungkiri, selain di kota-kota besar, pengeroyokan terduga pelaku kejahatan juga terjadi di berbagai daerah.

Makna Main Hakim Sendiri

Indonesia adalah negara hukum, segala bentuk perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang baik yang dilakukan secara pasif maupun aktif dapat dikenakan sanksi pidana, dan lembaga atau subjek yang dapat menjatuhkan pidana atau yang dapat melakukan pidana adalah hanya Negara. Sebagai salah satu tindak pidana adalah penghakiman diri yang dilakukan dengan waktu sebagai upaya memberikan hukuman di luar hukum itu sendiri kepada pelaku kejahatan.

Persekusi atau tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), sebenarnya bukan merupakan suatu jenis tindak pidana yang diatur secara jelas dan tegas dalam KUHP atau undang-undang diluar KUHP. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa bentuk perbuatan oleh pelaku dalam kaitannya dengan persekusi adalah pengancaman, penganiayaan dan pengeroyokan yang salah satunya dapat dilakukan dengan main hakim sendiri yaitu dengan melakukan pengeroyokan ujaran berupa pengancaman, penganiayaan dan pengeroyokan dalam melakukan kekerasan. Pengaturan terhadap perbuatan persekusi adalah dengan Pasal 368 KUHP tentang pengancaman, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan Pasal 368 KUHP mengatur tentang pemerasan dan pengancaman serta Pasal 28 Ayat (2).

Sebagai salah satu perbuatan berupa pidana adalah main hakim sendiri yang dilakukan oleh masa sebagai suatu upaya memberikan hukuman diluar hukum itu sendiri kepada pelaku tindak kejahatan.

Main hakim sendiri berarti menghakimi orang lain tanpa mempedulikan hukum yang ada (biasanya dilakukan dengan pemukulan, penyiksaan, pembakaran dan sebagainya). Tindakan main hakim sendiri biasanya dilakukan oleh 2 orang atau lebih, sehingga menyebabkan terjadinya sanksi pidana terhadap para pelaku main hakim sendiri sesuai peran masing–masing dalam tindakan tersebut.

Main hakim sendiri (vigilante) membuat suatu luapan emosi dan kekesalan masyarakat tentang gagalnya penegak hukum dalam melakukan tugasnya menemukan pelaku kejahatan. Sehingga mengakibatkan terjadinya kesilafan dan bertindak sendiri tanpa dasar hukum dan undang-undang yang berlaku.

Main hakim sendiri (eigenrichting) merupakan perbuatan tercela dan juga menyimpang dari nilai-nilai moral manusia. Perbuatan main hakim sendiri tidak diatur secara khusus dalam peraturan hukum pidana di Indonesia, namun dengan maraknya kasus perbuatan main hakim sendiri tersebut, hal ini perlu diatur rumusannya di dalam aturan atau perundang-undangan yang berlaku di Indonesia kedepannya.

Eigenrichting sendiri merupakan tindak pidana yang dapat menimbulkan kerugian bagi pelakunya sebagai akibat dari perbuatannya sendiri, perbuatan ini timbul karena ketidakpercayaan dan ketidakpercayaan terhadap penegak hukum dan hukum itu sendiri yang dihadapan masyarakat. Di sisi lain akibat perbuatan tersebut mengakibatkan munculnya korban, di sinilah letak permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini tentang bagaimana perbuatan eigenrichting yang awalnya sebagai bentuk respon masyarakat dari kejahatan mengubah dirinya menjadi penjahat.

Memainkan hakim sendiri (eigenrichting) merupakan salah satu bentuk luapan emosi dan frustasi masyarakat terhadap kegagalan aparat penegak hukum mewakili keadilan masyarakat dalam menyelesaikan suatu perkara pidana. Sikap merasa benar sendiri seringkali berakhir dengan kerugian bagi korbannya, baik berupa luka-luka bahkan kematian, sehingga perlu adanya tuntutan pidana terhadap pelaku sikap merasa benar sendiri untuk mengendalikan perilakunya di masyarakat. Berangkat dari kondisi tersebut, adapun permasalahan yang diteliti yaitu unsur, penyebab, ancaman pidana, serta hubungan antara pemidanaan pidana bagi pelaku self judgement, dengan teori tujuan kriminalisasi dan fungsi hukum sebagai alat pemidana. alat kontrol sosial (social controling).

Main hakim sendiri merupakan suatu perbuatan pidana yang dapat menimbulkan kerugian bagi pelaku, bahkan hal tersebut menjadi preseden buruk bagi masyarakat lain. Akibatnya, perbuatan itu ditiru apabila masyarakat tersebut, menjumpai atau menemukan pelaku-pelaku kejahatan yang kebetulan sedang melaksanakan aksi kejahatan dilingkungan mereka. Atas kondisi demikian, peran dan fungsi dari kepolisian menjadi penting untuk menanggulangi perbuatan yang mengarah pada main hakim sendiri. Berbagai upaya dapat dilakukan, baik melalui upaya perventif maupun represif. Secara preventif dapat dilakukan melalui penyuluhan/sosialisasi tentang kesadaran hukum, sedangkan upaya represif dilakukan melalui penegakan hukum dengan cara menindak para pelaku main hakim sendiri.

Terlepas dari itu, kita harus memahami bahwa pengaruh perkembangan politik reformasi juga menimbulkan makna yang salah bagi sebagian masyarakat dimana mereka mempunyai kebebasan bertindak tanpa memperhatikan hukum pidana yang ada. KUHP pada dasarnya tidak memuat ketentuan yang mengatur secara tegas tentang perbuatan mempermainkan hakim sendiri (eigenrichting) karena bentukperbuatan yang dilarang atau diwajibkan disertai ancaman hukuman dalam KUHP hanya memuat rumusan umum. Jadi, beberapa ketentuan seperti Pasal 170 KUHP dan Pasal 351 KUHP untuk mengancam pelaku self-judgement dapat dijadikan dasar oleh aparat penegak hukum untuk melakukan proses hukum terhadap pelaku kejahatan.

Perbuatan main hakim sendiri tidak hanya merugikan negara tetapi dapat meruntuhkan moral masyarakat. Tindakan main hakim sendiri telah diatur di dalam agama Islam dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Tindakan main hakim sendiri belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan pidana terkhususnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Akan tetapi, bukan berarti KUHP tidak dapat diterapkan sama sekali jika terjadi perbuatan main hakim sendiri, Main hakim sendiri selain merupakan perbuatan melawan hukum juga bertentangan dengan ajaran agama Islam. Agama Islam mengajarkan untuk melakukan tabayyun (memintai keterangan) terlebih dahulu. Berbagai dalil Alquran menjelaskan bagaimana tindakan main hakim sendiri adalah perbuatan sangat keji dan dilarang oleh norma agama. 

Argumentasi terkait tindakan main hakim sendiri didasari oleh pemikiran masyarakat yang menganggap bahwa perbuatan berdua-duaan di suatu tempat antara dua orang yang berbeda jenis kelamin yang belum menikah merupakan perbuatan yang melanggar norma yang tidak sesuai dengan ajaran agama, kesusilaan dan kesopanan. Walaupun demikian, cara penyelesaian masalah tersebut adalah tetap mengedepankan nilai-nilai moral yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Tindak Pidana Main Hakim Sendiri

Tindak Pidana Perbuatan Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) adalah istilah bagi tindakan untuk menghukum suatu pihak tanpa melewati proses yang sesuai hukum, ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang menyebabkan yaitu kurang kesadaran hukum yang ada di masyarakat. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana Main Hakim Sendiri (Eigenrichting) harus dilaksanakan secara tegas, lugas dan tepat berdasarkan kepada keadilan nilai kebenaran dan, bukan berdasarkan kepada suatu kepentingan. Hal ini sangat berperan penting dalam mewujudkan ketertiban, kepastian hukum dan kedamaian dalam masyarakat.

Tindak pidana mempermainkan diri sendiri (eigenrichting) adalah perbuatan sewenang-wenang terhadap orang lain, mengambil hak tanpa mengabaikan hukum, atas kemauan sendiri melakukan suatu perbuatan yang dapat menimbulkan luka atau luka pada orang lain, bahkan menimbulkan kematian. Dalam hal ini tindak pidana mempermainkan hakim sendiri yang mengakibatkan kematian merupakan tindak pidana terhadap jiwa, sehingga harus ada sanksi bagi pelakunya.

Sanksi bagi pelaku tindak pidana mempermainkan hakim sendiri (eigenrichting) menurut hukum pidana positif adalah Pasal 170 ayat (2) angka 3 KUHP yaitu kekerasan terhadap orang atau benda yang mengakibatkan kematian diancam dengan hukuman mati. hukuman penjara paling lama 12 tahun. Kemudian sesuai Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu tentang perbuatan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku massa yang melakukan tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana pencurian yaitu:

a. Kemampuan bertanggung jawab atau dapat dipertanggung jawabkan dari si pembuat.

b. Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu: Disengaja dan Sikap kurang hati-hati atau lalai.

c. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat. Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggung jawaban pidana bagi si pembuat.

Ketiga persoalan tersebut apabila sudah terpenuhi maka sudah jelas , dan orang-orang tersebut dapat di pidana. sedangkan Faktor penghambat terhadap pertanggungjawaban Pidana terhadap pelaku massa yang melakukan tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) terhadap pelaku tindak pidana pencurian adalah: Tidak adanya laporan mengenai tertangkapnya pelaku oleh massa, Tidak adanya laporan mengenai adanya tindakan Main Hakim Sendiri, Tidak ada masyarakat yang mau memberikan keterangan (saksi) terhadap Tindakan Main Hakim Sendiri.

Tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) merupakan reaksi yang timbul dari masyarakat, baik sebagai individu maupun dalam bentuk massa, sebagai akibat dari kondisi dimana hak-hak dan ketentraman mereka terusik karena adanya tindak pidana yang merugikan baik secara materiil maupun imateriil, yang dalam prakteknya diwujudkan dalam bentuk kekerasan sebagai tindakan balas dendam. Kondisi ini tidak akan muncul dengan sendirinya, karena pada dasarnya masyarakat tidak menginginkan untuk melakukan kekerasan, tetapi karena adanya hal-hal yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan main hakim sendiri, maka terjadi berbagai bentuk tindakan main hakim sendiri.

Tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) ini kemudian dalam tatanan hukum nasional bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Jadi seseorang tidak boleh dihukumi bersalah atau tidaknya tanpa melalui suatu proses hukum, sebab ada kemungkinan seseorang tidak bersalah tetapi menjadi korban tindakan main hakim sendiri. Upaya yang dilakukan untuk penegakan hukum tindakan main sendiri oleh kepolisian adalah dengan upaya represif, upaya preventif dan upaya pre-emtif.

Tindakan menghakimi diri sendiri (eigenrichting) dalam skala nasional masih sering terjadi di masyarakat dan termasuk melanggar hukum. Faktanya, dari aspek Kriminologi, tindakan tersebut terjadi karena adanya ketimpangan hak antara pelaku dan korban. Bahwa korban tidak menerima ganti rugi berupa hukuman pelaku atas kejahatan yang dilakukan pelaku terhadap dirinya. Pada aspek Sosiologis kita melihat rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum menjadi penyebab utama terjadinya tindakan self judgement (eigenrichting) yang sering terjadi di masyarakat.

Faktor-faktor Perbuatan Sewenang-wenang

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perbuatan bermain hakim adalah, Faktor Individu yaitu kurangnya pemahaman dan kesadaran terhadap hukum menjadikan seseorang cenderung menggunakan caranya sendiri dalam menyelesaikan permasalahan tanpa melalui proses hukum. Faktor instrumental adalah produk hukum yang tidak sesuai dengan norma yang ada di masyarakat, sehingga menimbulkan ketidaksesuaian dan masyarakat tidak mempercayai hukum itu sendiri. Faktor Kelembagaan yaitu aparat penegak hukum sering menjalankan tugas diluar kewenangannya dan cenderung memihak dalam menyelesaikan permasalahan. Penegakan hukum terhadap perbuatan memainkan hakim sendiri merupakan salah satu tindak pidana oleh karena itu, siapapun yang melakukan tindak pidana harus diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aparat penegak hukum harus mampu memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat. Hukum harus ditegakkan sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

Banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya Eigenrichting, baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor internal diantaranya daya emosional, mental individu, pendidikan yang rendah dan kurangnya kesadaran hukum. Faktor eksternal, diantaranya melemahnya wibawa hukum, kebiasaan kekerasan, intensitas kejahatan yang semakin meningkat, adanya provokasi, keadaan anomi di dalam masyarakat, ketersinggungan dalam kehidupan yang sensitive. Upaya penanggulangan Eigenrichting antara lain dilakukan dengan tindakan pre-emptif, preventif, tindakan abolionistik, yaitu dengan cara memantau perkembangan emosi warga, menghilangkan kondisi anomi dalam masyarakat, meningkatkan kualitas pendidikan, menghilangkan kebiasaan kekerasan, mencegah terjadinya kejahatan di masyarakat. Upaya terakhir apabila terjadi tindakan main hakim sendiri, maka akan diambil tindakan represif.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa dalam hukum positif pelaku kejahatan eigenrichting dapat dijerat dengan pasal 170 KUHP yang mengatur sanksi hukum bagi pelaku kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum sedangkan dalam fiqih kejahatan tersebut dikenal dengan al. -tawfuq dimana beberapa orang yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama tanpa adanya persetujuan terlebih dahulu karena pengaruh kejiwaan dan pikiran yang datang secara tiba-tiba dan uqubat yang diberikan juga akan dijatuhkan sesuai dengan perannya masing-masing.

Pertanggungjawaban pelaku tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), main hakim sendiri ini tindakan yang membahayakan orang lain dan mengancam keselamatan orang lain maka perbuatan tersebut harus dipertanggungjawabkan di muka peradilan dikarenakan di prinsip dalam hukum pidana adalah dia yang melakukan tindak pidana dia pula yang akan menjalani sanksinya tidak bisa diwakilkan oleh orang lain, pertanggungjawaban pelaku main hakim sendiri ini memang tidak ada yang mengatur main hakim sendiri di dalam undang-undang, KUHP tetapi dalam tindakan tersebut ada seseorang yang dirugikan atau ada unsur-unsur tindak pidananya bisa berupa penganiayaan, kekerasan dan perusakan. Bagi pelaku main hakim sendiri bisa diberikan sanksi atas tindakan penganiayaan, kekerasan, dan perusakan.

Pertanggungjawaban para pelaku tindakan main hakim sendiri yang menyebabkan kematian masing–masing dijatuhi hukuman yang berbeda. Hal tersebut dijatuhkan oleh Majelis Hakim setelah mempertimbangkan hal–hal yang memberatkan dan meringankan terhadap para terdakwa agar diperoleh rasa keadilan terhadap para terdakwa. Pengaturan tentang tindakan main hakim sendiri diatur dalam Kitab Undang–Undang Hukum Pidana Pasal 170 ayat (3). Dalam perspektif kriminolgi yang sering ditemui penyebab main hakim sendiri (eigenrichting) adanya Relative Deprivation (Perasaan Tidak Puas Pelaku Penghakiman Massa Akibat Adanya Kesenjangan Antara Harapan Akan Terciptanya Rasa Aman). Adanya deprivasi relative yang dialami para pelaku penghakiman massa terutama tampak dari perasaan kecewa dan tidak puas.

Terdapat hasil penelitian menemukan bahwa perbuatan main hakim sendiri dikarenakan faktor keikutsertaan, emosional, kurang pemahaman hukum, situasi sosial dan ketidaksigapan penegak hukum terhadap pelakunya diancam dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Pasal 170 KUHP jalinan antara teori sanksi pidana, fungsi hukum sarana kontrol sosial.

Kesimpulan

Dewasa ini aktivitas warga masyarakat dalam menanggapi fenomena kerawanan sosial memang mencakup banyak hal, seperti mempersenjatai diri, meningkatkan siskamling, ronda, membentengi pemukiman dengan tembok tinggi, membayar satuan pengaman dan lain-lain. Kenyataannya hukum yang ada di Indonesia saat ini belum dapat memberikan hukuman yang tegas terhadap pelaku perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting).

Main hakim sendiri memang fenomena yang sering ditemui di masyarakat Indonesia akhir akhir ini. Main hakim sendiri merupakan suatu tindak pidana yaitu berbuat sewenang-wenang terhadap orang-orang yang dianggap bersalah karena melakukan suatu kejahatan.

Bahwa tindakan main hakim sendiri dapat diproses seperti halnya tindak pidana pada umumnya dan pelaku main hakim sendiri dapat diproses sepanjang adanya pihak atau kerabatnya yang merasa dirugikan atau keberatan. Kasus tindakan main hakim sendiri dapat diproses hukum walaupun belum ada aturan yang mengatur secara khusus, akan tetapi ada kecenderungan melakukan tindak pidana penganiayaan dan pengeroyokan. Upaya kepolisian dan masyarakat dalam melakukan penanggulangan terhadap tindakan main hakim sendiri yaitu upaya pre-emptif, preventif, dan represif, dan juga keefektifan suatu tokoh masyarakat.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال