Tak Boleh Menghina Martabat Manusia

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Dewasa ini, revolusi media massa telah melahirkan media baru yang bisa disebut sebagai media sosial. Perkembangan teknologi mengantarkan masyarakat menuju globalisasi telekomunikasi media dan informatika. Kemajuan teknologi komunikasi ini sudah demikian menjamur di kalangan masyarakat, sehingga pengenalan alat elektronik telah menunjukkan intensitasnya sebagai media informasi dan telekomunikasi. Abad ini memang merupakan abad yang selalu dikaitkan dengan media. Sebuah informasi yang kini sangat perlu dan mudah ditemukan oleh berbagai penjuru dunia mengakibatkan ia menjadi salah satu kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat secara umum.

Negara menjamin hak-hak konstitusional rakyat dengan diberikan suatu kebebasan mengeluarkan pendapat, akan tetapi harus adanya suatu Batasan-batasan aturan main berpendapat, agar kebebasan tersebut tidak melenceng dari makna demokrasi, sesuai prinsip pembatasan berdasarkan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 dimana dimaksudkan berdasarkan prinsip ditetapkan secara Undang-undang, prinsip penghormatan atas hak orang lain, nilai agama,ketertiban umum, keamanan, dan pertimbangan moral sosial agar terciptanya negara hukum yang demokratis.

Kebebasan berpendapat di era teknologi pada zaman sekarang cenderung menyampaikan pendapat yang sebebas-bebasnya tanpa batas. Sehingga menimbulkan dampak yang tidak baik, salah satunya yaitu pencemaran nama baik yang dilakukan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, Path, Line dan lain sebagainya.

Perbuatan pencemaran nama baik banyak dilakukan oleh kalangan masyarakat biasa dan kalangan artis. Hukum islam mengharamkan perbuatan menggunjing, mengadu domba, mencaci, memanggil dengan julukan yang tidak baik, dan perbuatan-perbuatan sejenisnya yang menyentuh kehormatan dan kemuliaan manusia. Dalam hukum pidana pencemaran nama baik melanggar aturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310 dan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3).

Pencemaran Nama Baik Dalam Islam

Bahwa Pencemaran nama baik dalam hukum Islam dilarang karena kehormatan dan nama baik menjadi hak seseorang atau hak asasi manusia yang dapat memiliki kehormatan dan nama baik. Salah satu prinsip maqashid syariah adalah menjaga kehormatan satu sama lain yang diajarkan oleh agama untuk tidak menyebarkan berita bohong, memfitnah, menghina, dan merendahkan satu sama lain.

Pendapat para Imam Mazhab terhadap pencemaran nama baik dengan beberapa jenis perbuatan seperti memfitnah, menuduh zina, menghina, mencela dan sebagainya. Hukuman yang dapat dikenakan berupa hukuman pokok berupa dera sebanyak delapan puluh kali (80) untuk tuduhan zina dan hukuman ta’zir untuk delik dalilnya. Mara imam mazhab menegakkan hukuman bagi pelaku pencemaran nama baik termasuk kepada Jarimah Ta’zir penjara yang kurun waktu lamanya diserahkan kepada Hakim yang diberi wewenang.

Dalam islam dijatuhkan hukuman ta’zir karena sudah merusak martabat orang lain dan merupakan perbuatan zholimi. Adapun jenis sanksi dalam hukum pidana Islam yaitu seperti menghina, memberi gelar yang buruk, ghibah, membuka aib, hukumannya berupa ta’zir, yakni diserahkan kepada ulil amri untuk di berikan sangsi yang bersifat pendidikan, karena al- Qur’an dan hadist tidak menentukan hukuman secara khusus atau hukuman pokoknya.

Hukum pidana Islam memandang pencemaran nama baik sebagai tindak pidana, dengan macam jenis perbuatannya seperti, memfitnah, menuduh zina, menghina, mencela dan sebagainya. Pembuktiannya dengan menghadirkan saksi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Juga dengan pengakuan. Selanjutnya hukuman yang dapat dikenakan berupa hukuman pokok berupa dera sebanyak delapan puluh kali (80) untuk tuduhan zina dan hukuman ta’zir untuk delik lainnya.

Dalam pandangan hukum Islam pencemaran nama baik merupakan perbuatan yang menyerang kehormatan atau nama baik dengan perkataan yang dapat menyakiti seseorang. Dalam hukum pidana, pencemaran nama baik melalui media sosial adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.

Hukuman pencemaran nama baik melalui media sosial dalam hukum Islam dihukum dengan hukuman ta’zir yang ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman, yaitu bisa dihukum dengan hukuman mati, dera, atau penjara tergantung dari kebijakan hakim atau penguasa untuk menjatuhkan hukuman tersebut. Karena pada zaman Rasulullah Saw belum ditemukan pemberitaan informasi melalui media sosial.

Oleh karena itu tidak ada satu ayat atau hadits pun yang menyebutkan secara eksplisit eksistensi pencemaran nama baik melalui media sosial. Sementara Menurut UU Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) sanksi pelaku pencemaran nama baik melalui media sosial di pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00.

Bahwa perbuatan pencemaran nama baik atau mencemarkan kehormatan orang mempunyai arti yang sama dengan perbuatan menista seperti yang diatur dalam Pasal 130 KUHP. Tentu perbuatan pencemaran nama baik adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum, baik itu dengan lisan maupun dengan tulisan. yang menyerang kehormatan seseorang yang mengakibatkan rusaknya nama baik atau reputasi seseorang, dengan menyebarkan berita yang tidak sesuai dengan fakta, dan menyebarkan berita tersebut kepada khalayak ramai yang bisa menimbulkan kerugian bagi pihak yang bersangkutan.

Sanksi Pencemaran Nama Baik

Dengan merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Pencemaran nama baik melalui media sosial melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 jo Pasal 45 ayat (1) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/denda paling banyak Rp 1.000. 000.000, 00 (satu miliar rupiah).

Bahwa pencemaran nama baik adalah dilarang, baik dalam Hukum Positif di Indonesia maupun Hukum Islam. Menurut UU Hukum Pidana, pelaku pencemaran nama baik dihukum Sembilan bulan, dan menurut UU ITE dihukum empat tahun penjara. Sedangkan menurut Hukum Islam, pelaku pencemaran nama baik dihukum dengan ta’zir yang diserahkan kepada hakim yang diberi wewenang untuk menentukan jenis dan kurun waktunya.

Dapat disimpulkan bahwa dalam pasal 310 KUHP ayat (1) dijelaskan, barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Begitu juga dalam hukum Islam yang sanksinya dikembalikan kepada pemerintah (takzir).

Menurut Hukum Pidana Islam, tindak pidana termasuk dalam kategori jarîmah ta’zîr, yaitu tindak pidana terhadap kehormatan. Hal ini karena perbuatan yang dilarang dan menyangkut kehormatan serta nama baik seseorang sehingga dapat menjatuhkan martabat orang itu.

Dalam memberikan hukuman bagi pelaku pencemaran nama baik melalui media sosial, hakim dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jarîmah ta’zîrI dengan mempertimbangkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, yaitu KUHP dan UU Nomor 11 Tahun 2008 jo Pasal 45 ayat (1) Informasi dan Transaksi Elektronik.

Begitu pula hukum positif, khususnya dalam KUHP pasal 310 dan 311 secara terang mengancam dengan pidana penjara dan denda bagi seseorang yang dengan sengaja menuduh orang lain melakukan sesuatu hal. Namun, upaya perlindungan terhadap martabat manusia tersebut ternyata belum dapat terealisasi secara berarti.

Sedangkan menurut hukum pidana Indonesia pencemaran nama baik merupakan perbuatan dengan jalan menuduh melakukan suatu perbuatan tertentu baik secara lisan maupun tulisan dan gambar. Jenis deliknya dibedakan antara tindak pidana terhadap perorangan dan penguasa. Namun fokus pada kelengkapan dan kesempurnaan bukti. Mengenai hukumannya tergantung terhadap jenis delik yang dilakukan.

Ujaran Kebencian, Hoax dan Menghina

Tindakan ujaran kebencian ini bisa dilakukan diberbagai media, bisa dalam bentuk ucapan atau tulisan yang di tulis di manapun, termasuk salah satu nya di media sosial. Adanya media sosial ini merupakan salah satu wadah untuk melakukan ujaran kebencian. Ujaran kebencian ini yang merupakan bentuk ekspresi yang dapat menjadi subjek larangan, dan termasuk perbuatan pidana. Ujaran kebencian terlihat sedang terjadi belakangan ini. Berisi mengenai kalimat yang berupa hasutan untuk membenci, atau tuduhan lain cenderung diskriminatif.

ITE adalah informasi dan transaksi elektronik di mana suatu aturan yang dibuat oleh negara dengan pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama, sosial, budaya masyarakat Indonesia.

Berita hoax merupakan salah satu berita bohong yang sengaja disebarkan guna mencapai tujuan tertentu, misalnya pencemaran nama baik seseorang. Hal ini termasuk dalam perbuatan yang dilarang menurut UU ITE Pasal 27 ayat (3) dan angka (4). Dari segi perbuatan, ujaran kebencian merupakan perbuatan yang di dalamnya mencakup penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, provokasi, perbuatan tidak menyenangkan, fitnah, penyebaran berita bohong, dan semua perbuatan ini dilakukan dengan menghasut untuk menimbulkan permusuhan.

Dalam hukum Islam, penghinaan adalah terjemahan dari kata Ihtiqar. Ihtiqar berarti meremehkan, maksudnya adalah penghinaan terhadap orang lain, yang bisa terjadi menggunakan kata-kata, peragaan, atau gambar-gambar, yang kemudian orang yang dihina menjadi malu.

Pencemaran nama baik didalam Islam di illat kan dengan perbuatan dengan perbuatan tajassus, tahassus, ghibah, fitnah yang telah dijelaskan di dalam surat Al-Hujurat ayat 12 . Jika dilihat didalam islam ada beberapa orang yang boleh melakukan perbuatan tajassus tersebut yaitu orang yang memiliki wewenang dalam tugasnya untuk melakukan perbuatan tersebut dengan tujuan murni untuk melakukan tugasnya tanpa mempunyai niat untuk menjatuhkan harga diri orang.

Dengan kata lain apabila ada seseorang dengan tujuan menjatuhkan harga diri seseorang tanpa mempunyai tugas dan wewenang untuk tujuan yang benar maka orang tersebut telah melakukan tindak pencemaran nama baik dengan unsur perbuatan pencemaran nama baik nya telah terpenuhi baik secara undang-undang maupun secara hukum Islam. Di dalam Islam selama unsur perbuatan tajassus, tahassus, ghibah, fitnah terpenuhi dengan niat menjatuhkan harga diri seseorang baik secara.

Teknologi Informasi Kebebasan Berpendapat 

Di Negara yang menganut sistem demokrasi, penyampaian pendapat itu merupakan perbuatan yang bebas. Akibat kebebasan berpendapat saat ini maraknya pencemaran nama baik di media sosial, seperti halnya yang terjadi kasus Ahmad Dhani dengan Farhat Abbas dan sebagainya yang menghebohkan dunia maya. Pencemaran nama baik merupakan salah satu tindak pidana dalam hukum postif di Indonesia. Sedangkan dalam hukum Islam pencemaran nama baik lebih dikenal dengan istilah perbuatan akhlak tercela, menuduh seperti halnya qadzf, menghina dan fitnah.

Kebebasan berbicara, berekspresi merupakan hak setiap masyarakat. Hal ini sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 pada pasal 28 f bahwa “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Meskipun demikian terdapat batasan terhadap kebebasan berekspresi termasuk kebebasan berbicara dan berekspresi di sosial media, sehingga adanya aturan berupa UU ITE No. 19 Tahun 2016.

Dalam hukum Islam pencemaran nama baik merupakan salah satu perbuatan tercela atau akhlak yang tidak baik. Namun disisi lain juga bisa termasuk dalam kategori sebagai tindak pidana, dengan berbagai jenis perbuatannya, seperti memfitnah, menuduh wanita baik-baik berzina (qadzf), menghina, dan mencela. Sedangkan hukum positif, pencemaran nama baik dikenal dengan istilah tindak pidana kehormatan dalam KUHP, yaitu terdapat dalam Pasal 310 KUHP. Tindak pidana pencemaran nama baik terdiri dari menista (secara lisan), menista secara tertulis, fitnah dan penghinaan ringan.

Kemudian juga diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Perbandingan antara hukum Islam dan hukum positif pada pencemaran nama baik melalui media sosial, dalam hukum Islam hukumannya tidak diatur secara khusus, tetapi jika termasuk dalam ranah menuduh berzina (qadzf), baru masuk dalam ranah hukuman, sedangkan jika hal ringan seperti menghina, maka dia termasuk dalam perbuatan tercela. Sedangkan dalam hukum postif baik itu bersifat ringan atau berat tetap dihukum sesuai dengan Pasal yang menjeratnya.

Bahwa tindak pencemaran nama baik pada media sosial dapat terbagi menjadi tiga, yaitu: sukhriyyah, lamzu dan tanabur. Begitu pun dalam hukum positif pencemaran nama baik dapat berupa penghinaan yang dilakukan face to face maupun melalui media sosial dengan maksud menjatuhkan martabat seseorang. Kemudian sanksi tindak pidana pencemaran nama baik di sosial media menurut hukum pidana islam dapat berupa hukuman jilid 80 kali dan hukuman ta’zir berupa jilid yang mana jumlah hukumannya ditentukan oleh hakim. Sedangkan sanksi pencemaran nama baik pada media sosial menurut UU ITE No. 19 Tahun 2016 diatur dalam pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (1) yang terdiri dari pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Masalah pencemaran nama baik dalam hukum pidana banyak menjadi sorotan, baik dalam rumusannya maupun prakteknya. Pada dasarnya tindakan pencemaran nama baik adalah sebuah tindakan atau sikap yang dengan sengaja melanggar nama baik atau menyerang kehormatan seseorang.

Pentingnya Menjaga Martabat Manusia

Islam mengajarkan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia. Dengan kemajuan teknologi, Islam dengan ajarannya mengawal umatnya untuk hidup damai dan mandiri dalam memanfaatkan teknologi. Hingga saat ini, tindak pidana pencemaran nama baik dengan menggunakan teknologi juga semakin berkembang. Oleh karena itu, dalam kasus pencemaran nama baik sangat merugikan korbannya, karena kehormatan dan harkat dan martabatnya dirugikan.

Setiap manusia menginginkan harkat dan martabatnya, agar kehormatannya tetap terjaga. Sebagaimana halnya jiwa, kehormatan dan nama baik setiap manusia juga harus dijaga, bebas dari tindakan pencemaran terhadapnya. Hukum Islam melindungi dan menjamin kehormatan setiap manusia. Juga wajib menjaga kehormatan saudara-saudaranya. Seperti memberikan sanksi kepada seseorang yang mencemooh dan mencoreng nama baik orang lain dengan hukuman yang telah ditentukan dalam Islam. Begitu juga dengan Hukum Positif, Khususnya dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik secara terang-terangan mengancam dengan pidana penjara dan denda bagi seseorang yang dengan sengaja menuduh orang lain melakukan sesuatu.

Dalam kehidupan ini, setiap manusia menginginkan harkat dan martabatnya tetap terjaga. Sebagaimana halnya dengan jiwa, kehormatan dan nama baik setiap manusia juga harus dijaga, bebas dari tindakan pencemaran terhadapnya karena kehormatan dan nama baik merupakan hak seseorang atau hak asasi setiap manusia. Dengan demikian, pada prinsipnya hukum Islam melindungi dan menjamin kehormatan setiap manusia, dan juga mewajibkan untuk melindungi kehormatan saudara-saudaranya. Seperti memberikan sanksi kepada seseorang yang menuduh.

Dalam hidup ini, setiap manusia menghendaki martabat, kehormatannya terjaga. Seperti halnya jiwa, kehormatan dan nama baik setiap manusia juga harus dilindungi, bebas dari tindakan pencemaran terhadapnya. Hukum Islam sebagai rahmatan lil alamin, pada prinsipnya telah menjaga dan menjamin akan kehormatan tiap manusia. Juga mengharuskan untuk menjaga kehormatan saudara-saudaranya. Seperti memberi sanksi bagi seorang yang menuduh orang lain melakukan zina tanpa dapat menunjukkan bukti yang telah ditentukan dalam hukum Islam.

Kesimpulan

Indonesia saat ini merupakan negara yang banyak terlibat dalam pemanfaatan dan pemanfaatan teknologi dan informasi, namun di sisi lain banyak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh berbagai pihak sehingga menimbulkan perbuatan melawan hukum seperti pencemaran nama baik. Informasi dan transaksi elektronik merupakan salah satu hak dasar yang dimiliki setiap orang sebagaimana disebutkan dalam berbagai instrumen hukum nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia untuk bebas dari penyiksaan, ancaman dan penghinaan. Termasuk dalam klasifikasi merendahkan harkat dan martabat manusia, termasuk pencemaran nama baik.

Dalam kehidupan ini setiap manusia menginginkan harkat dan martabatnya, tetap terjaga kehormatannya. Sebagaimana halnya jiwa, kehormatan dan nama baik setiap manusia juga harus dijaga, bebas dari tindakan pencemaran terhadapnya.

Hukum Islam sebagai anugerah alam, pada prinsipnya telah menjaga dan menjamin kehormatan setiap manusia. Juga wajib menjaga kehormatan saudara-saudaranya. Seperti memberikan sanksi kepada seseorang yang menuduh orang lain melakukan zina tanpa bisa menunjukkan bukti-bukti yang telah ditentukan dalam hukum Islam.

Begitu pula hukum positif, khususnya dalam KUHP pasal 310 dan 311 jelas mengancam hukuman penjara dan denda bagi seseorang yang dengan sengaja menuduh orang lain melakukan sesuatu. Namun upaya perlindungan harkat dan martabat manusia ternyata belum terwujud secara berarti. Pernyataan tersebut didasari oleh banyaknya kasus dan pengaduan terkait tindak pidana pencemaran nama baik dan kehormatan disertai dengan bukti-bukti yang menunjukkan tindak pidana tersebut. Bentuk tindak pidananya antara lain menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud mencemarkan nama baik orang yang dituduh. 

Permasalahan yang terjadi di era digital saat ini adalah mengenai kebebasan berpendapat di media sosial. Terkadang setiap manusia ingin agar harkat dan martabatnya tetap terjaga baik di dunia maya maupun di dunia nyata. Seperti halnya jiwa, kehormatan dan nama baik seorang manusia harus dilindungi oleh undang-undang yang berlaku.

Bahwa menurut UU ITE No.19 Tahun 2016, pencemaran nama baik melalui media sosial adalah suatu perbuatan yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang mengandung muatan penghinaan atau pencemaran nama baik dan sanksinya. penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp. 750.000.000.

Sedangkan dalam hukum Islam, aturan larangan pencemaran nama baik terdapat pada berbagai jenis perbuatan yang diharamkan Allah dalam kaitannya dengan kehormatan, baik yang bersifat hudud seperti jarimah qadzaf, maupun yang bersifat ta’zir seperti larangan. menghina orang lain, membeberkan aib orang lain, dan sebagainya.

Perbuatan pencemaran nama baik atau pencemaran nama baik terhadap orang mempunyai pengertian yang sama dengan perbuatan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 130 KUHP. Tentu saja pencemaran nama baik merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum, baik secara lisan maupun tertulis. yang menyerang kehormatan seseorang yang mengakibatkan rusaknya nama baik atau reputasi seseorang, dengan cara menyebarkan berita yang tidak sesuai dengan faktanya, dan menyebarkan berita tersebut kepada masyarakat umum yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang bersangkutan.

Penutup

Islam dikatakan sangat mendukung kebebasan dalam memanfaatkan teknologi informasi, namun tetap pada jalur yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Bukan kebebasan mutlak.

Pidana pencemaran nama baik di Indonesia merupakan salah satu kasus yang sering terjadi di masyarakat yang cukup sulit diselesaikan karena sulitnya alat bukti material. Jalan keluar dalam menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan menerapkan beban pembuktian terbalik. Namun penerapan beban pembuktian terbalik ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan para ahli hukum karena beban pembuktian terbalik ini dinilai bertentangan dengan asas praduga tak bersalah yang merupakan jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga dianggap bertentangan dengan pasal.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur bahwa hanya jaksa yang diberi kewajiban pembuktian. Dari uraian tersebut, permasalahan pokok yang perlu dijawab adalah bagaimana menganalisis hukum pidana Islam secara yuridis-normatif dan Hukum Pidana Indonesia terhadap beban pembuktian terbalik dalam tindak pidana pencemaran nama baik.

Pencemaran nama baik dalam Fikih Pidana adalah suatu perbuatan pencemaran nama baik yang melanggar syariat, yang sanksinya terdapat dalam jarimah ta’zir. Padahal dalam KUHP pencemaran nama baik dijelaskan lebih rinci pada pasal 310 ayat (1), (2) dan (3). Pasal 310 menjelaskan jenis-jenis pencemaran nama baik yang sanksinya berbeda-beda. Sanksi yang diberikan juga akan dijatuhkan jika seseorang ketika tuduhan pencemaran nama baik tidak terbukti karena kurangnya bukti.

Perbuatan pencemaran nama baik patut dikriminalisasi dalam yurisprudensi pidana, karena perbuatan tersebut merusak kehormatan seseorang, berdasarkan kewajiban menjaga kehormatan (al-'irāḍ) yang termasuk dalam tujuan maqāṣid syarī'ah. dan berdasarkan tafsir para ulama mengenai perluasan makna yarmūn pada surat an-Nūr ayat 4.

Hukum pidana Islam memandang pencemaran nama baik sebagai suatu tindak pidana, dengan berbagai jenis perbuatannya seperti pencemaran nama baik, tuduhan zina, penghinaan, fitnah dan lain sebagainya. Pembuktian dengan menghadirkan saksi-saksi baik langsung maupun tidak langsung. Juga dengan pengakuan. Selanjutnya pidana yang dapat dijatuhkan adalah pidana pokok yaitu pemukulan sebanyak delapan puluh kali (80) kali atas tuduhan zina dan pidana ta’zir atas tindak pidana lainnya.

Sedangkan menurut hukum pidana Indonesia, pencemaran nama baik adalah suatu perbuatan menuduh seseorang melakukan suatu perbuatan tertentu, baik secara lisan maupun tertulis dan gambar. Jenis kejahatannya dibedakan antara tindak pidana terhadap perorangan dan terhadap penguasa. Pembuktiannya sama dengan hukum pidana Islam, namun yang ditekankan pada kelengkapan dan kelengkapan alat bukti. Hukumannya tergantung pada jenis kejahatan yang dilakukan.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال