Muhammadiyah Abad Kedua, Ikhtiar Menyelamatkan Semesta (Refleksi Milad Muhammadiyah Ke-111)

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 September di Yogyakarta, didirikannya Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan merupakan hasil pengamalannya aktif di organisasi Budi Utomo, Jammiat al-Khair dan Sarekat Islam. Ahmad Dahlan mengamati bahwa belum ada organisasi masyarakat pribumi yan g berorientasi pada reformisme Islam. Menurut pengamatannya Budi Utomo tidak berdasarkan Islam, Sarekat Islam lebih berorientasi pada ekonomi dan politik Jammiat al-Khair lebih ditujukan kepada masyarakat Arab. Ahmad Dahlan juga mengamati begitu minimnya pengajaran agama disekolah dan kantor pemerintah, karena itu Ahmad Dahlan ingin mendirikan sekolah Moderen dengan organisasi yang permanen, supaya tidak tutup ketika pendirinya sudah tidak ada, sebagai mana banyak terjadi pada kebanyakan pesantren tradisi onal pada masa itu.

K.H. Ahmad Dahlan merumuskan tujuan pendirian Muhammadiyah, yakni menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad SAW. terhadap penduduk bumiputra dan memajukan agama Islam dan anggota-anggotanya, dengam memurnikannya dari praktek menyimpang yang tidak terdapat dalam Alquran dan sunah.

Di bidang sosial dan pendidikan, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah, panti asuhan, dan poliklinik agar kaum wanita terangkat derajatnya, Ahmad Dahlan bersama isterinya Siti Walidah, mendirikan Aisiyah (1917). Kemudian berdiri pula Hizbul Wathan (1918), Nasiatulaisiyah (1931) dan Pemuda Muhammadiyah (1932). Organisasi Muhammadiyah yang berfungi mengeluarkan fatwa atau kepastian hukum tentang masalah yang dipertikaikan ialah Majelis Tarjih.

Di bidang sosial Muhammadiyah juga mencontoh kegiatan Misionaris Kristen seperti mendirikan rumah yatim piatu, merawat fakir miskin, dan membangun klinik kesehatan. Karena itu, ia pernah dicela kaum adad dan ulama tradisional keluar dari Ahlusunnah wal Jammah, sekolah yang meniru Belanda, kepanduan yang meniru orang kafir.

Hingga tahun 1920-an, Muhammadiyah yang berpusat di Yogyakarta telah berdiri cabang-cabangnya di banyak kota seperti Surakarta (1920), Surabaya dan Madium (1921), Pekalongan, Garut dan Jakarta(1922). dilu ar jawa Sumatra (1925) Kalimantan (1927), dan Sulawesi (1929).

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi sosial-keagamaan Islam di Indonesia yang memiliki semangat pembaruan Islam, dan termasuk bagian dari organisasi Islam modernis di Indonesia. Muhammadiyah membawa Islam yang berkemajuan yang mengemban misi membangun masyarakat yang maju dalam berbagai sendi kehidupan, baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, ekonomi, pendidikan, budaya, dan politik. Karena itu, Muhammadiyah terus berusaha sungguh-sungguh dan berikhtiar tanpa mengenal lelah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah turut mewarnai perubahan kehidupan sosial keagamaan di Indonesia, melaksanakan dakwah amar makruf nahi mungkar (al-amr bi al-ma‘rūf wa al-nahy ‘an al-munkar) secara nyata di masyarakat sehingga Muhammadiyah sering disebut sebagai gerakan pembaruan sosio religius. Di sinilah umat Islam diharapkan menjadi pelopor kebaikan dalam mempraktikkan kehidupan dan membentuk komunitas sosial yang saleh sesuai dengan ajaran Islam yang sebenar-benarnya. Inilah konsekuensi dari misi tauhid sosial, yang meskipun dalam praktiknya tidak sederhana karena akan bersinggungan dengan ragam kepentingan yang melekat dalam diri manusia, namun Muhammadiyah berkomitmen sebagai pelopor gerakan Islam berkemajuan dan tetap konsisten berjuang amar makruf nahi mungkar secara riil dalam kehidupan bermasyarakat.

Sejak Muhammadiyah berdiri, K.H. Ahmad Dahlan mendakwahkan Islam berkemurnian dan berkemajuan. Islam mendorong pengikutnya untuk selalu maju, tanpa kehilangan kemurnian akidah dan ibadahnya. Islam yang ramah dan rahmah, yang mengedepankan keramahan dan mengabaikan cara-cara kekerasan dalam berdakwah. Dakwah dan tajdid bagi Muham-madiyah merupakan jalan perubahan untuk mewujudkan Islam sebagai agama bagi kemajuan hidup umat manusia sepanjang zaman.

Muhammadiyah memandang bahwa Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan untuk mewujudkan kehidupan umat manusia yang tercerahkan, yang unggul lahiriah dan ruhaniah. Oleh karena itu, dalam perspektif Muhamma-diyah, Islam merupakan agama yang berkemajuan (dīn al hadārah), yang kehadirannya membawa rahmat bagi semesta kehidupan.

Slogan “Islam berkemajuan”, sebelum tahun 2009 jarang terdengar, bahkan di kalangan Muhammadiyah sendiri. Ia baru diperkenalkan kembali, setelah cukup lama terpendam, dengan terbitnya buku berjudul Islam Berkemajuan: Kyai Ahmad Dahlan dalam Catatan Pribadi Kyai Syuja’ (2009). Buku yang ditulis oleh murid langsung K.H. Ahmad Dahlan ini di antaranya menjelaskan seperti apa karakter Islam yang dibawa oleh Muhammadiyah. Istilah “Islam berkemajuan” digunakan oleh Muhammadiyah pertama kali pada Muktamar di Yogyakarta tahun 2010, istilah ini lantas dipakai dan dipopulerkan untuk mengidentifikasi karakter keislaman Muhammadiyah.

Secara etimologis, Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab “Muhammad”, yaitu nama nabi dan rasul Allah terakhir. Muham-mad itu sendiri berarti yang terpuji. Kemudian kata tersebut mendapatkan tambahan ya’ nisbah, yang berfungsi untuk menjeniskan atau membangsakan, sehingga dengan tambahan tersebut Muhammadiyah bermakna pengikut. Jadi, Muhammadiyah adalah pengikut atau kelompok Nabi Muhammad (-yah dalam kata tersebut merupakan bentuk jamak).

Secara terminologis, Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dhū alHijjah tahun 1330 H, bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 M, di Yogyakarta. Muhammadiyah adalah organisasi gerakan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar, tajdid, berakidah Islam, dan bersumber pada al-Qur’ān dan al-Sunnah.

Sejak awal didirikannya, secara tegas Muhammadiyah mengikrarkan diri sebagai gerakan sosial keagamaan dengan memfokuskan diri pada kerja-kerja sosial, seperti halnya pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Sebagai gerakan Islam yang berwajah kultural dan transformatif, maka Muhammadiyah menjadi suatu gerakan Islam yang cepat diterima sehingga cepat meluas dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang tengah mendambakan kemajuan pembaruan. Oleh karena itu, Muhammadiyah kemudian menjadi ideologi pergerakan bagi perubahan masyarakat.

Gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasatīyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan Islam yang autentik.

Slogan Islam berkemajuan menjadi lebih populer setelah diangkat menjadi tema Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di Makassar. Din Syamsuddin menekankan visi Islam Berkemajuan agar ditanamkan oleh seluruh umat Islam di Indonesia. Islam Berkemajuan adalah pandangan dunia Muhammadiyah tentang Islam yang merupakan dīn al-hadārah, agama kemajuan atau peradaban. Hal ini disampaikan Din Syamsuddin dalam pembukaan Muktamar ke-47 Muhammadiyah dan Satu Abad Aisyiyah, di Makassar. Dalam Islam berkemajuan dalam perspektif Muhammadiyah, mengingat slogan tersebut bukanlah hal yang baru, melainkan kelanjutan dari gagasan K.H. Ahmad Dahlan sejak kelahiran Muhammadiyah seabad yang lalu. Hingga saat ini, visi itu masih relevan dengan kehidupan umat Islam, namun memerlukan revitalisasi dan kontekstualisasi dengan dinamika zaman.

Muhammadiyah Abad Kedua

Muhammadiyah pada abad kedua berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan. Gerakan pencerahan (tanwir) merupakan praksis Islam yang berkemajuan untuk membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan.

Gerakan pencerahan dihadirkan untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan Islam untuk menjawab masalah kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung inggi toleransi dan kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.

Dengan gerakan pencerahan Muhammadiyah terus bergerak dalam mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah), membangun perdamaian, menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki maupun perempuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjunjung tinggi akhlak mulia, dan memajukan kehidupan umat manusia. Komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan idenitas dan rujukan Islam yang autenik.

Muhammadiyah dalam melakukan gerakan pencerahan berikhiar mengembangkan strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis) untuk melahirkan amal usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhu’afa dan mustadh’ain serta memperkuat civil society (masyarakat madani) bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Dalam pengembangan pemikiran Muhammadiyah berpijak pada koridor tajdid yang bersifat puriikasi dan dinamisaai, serta mengembangkan orientasi praksis untuk pemecahan masalah kehidupan.

Muhammadiyah mengembangkan pendidikan sebagai strategi dan ruang kebudayaan bagi pengembangan potensi dan akal-budi manusia secara utuh. Sementara pembinaan keagamaan semakin dikembangkan pada pengayaan nilai-nilai aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat dunyawiyah yang membangun keshalehan individu dan sosial yang melahirkan tatanan sosial baru yang lebih relijius dan humanistik.

Dalam gerakan pencerahan, Muhammadiyah memaknai dan mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur, bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan Muhammadiyah bukanlah perjuangan dengan kekerasan, konflik, dan permusuhan. Umat Islam dalam berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang kompleks dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan sesuatu (al-jihad li-al-muaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (al-jihad li-al muwajahah) dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih utama.

Dalam kehidupan kebangsaan Muhammadiyah mengagendakan revitalisasi visi dan karakter bangsa, serta semakin mendorong gerakan mencerdaskan kehidupan bangsa yang lebih luas sebagaimana cita-cita kemerdekaan.

Dalam menghadapi berbagai persaingan peradaban yang inggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan Indonesia yang lebih maju maka diperlukan transformasi mentalitas bangsa ke arah pembentukan manusia Indonesia yang berkarakter kuat. Manusia yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang membedakan dari orang lain seperi keterpercayaan, ketulusan, kejujuran, keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat khusus lainnya yang melekat dalam dirinya. Sementara nilai-nilai kebangsaan lainnya yang harus terus dikembangkan adalah nilai-nilai spiritualitas, solidaritas, kedisiplinan, kemandirian, kemajuan, dan keunggulan.

Pada abad kedua Muhammadiyah menghadapi perkembangan dunia yang semakin kosmopolit. Dalam perspektif kosmopolitanisme yang melahirkan relasi umat manusia yang semakin mendunia, Muhammadiyah sebagai bagian integral dari warga semesta dituntut komitmennya untuk menyebarluaskan gerakan pencerahan bagi terbentuknya wawasan kemanusiaan universal yang menjunjung tinggi perdamaian, toleransi, kemajemukan, kebajikan, keadaban, dan nilai-nilai yang utama. Orientasi gerakan yang kosmopolitan idak sertamerta menjadikan Muhammadiyah kehilangan pijakan yang kokoh dalam ranah keindonesiaan dan lokalitas kebudayaan setempat, serta mencerabut dirinya dari kepribadian Muhammadiyah.

Muhammadiyah setelah melewati abad pertama memasuki abad kedua senantiasa memohon pertolongan Allah SWT untuk terus menguatkan tekad dan langkah yang sungguh-sungguh dalam menjalankan gerakan dakwah dan tajdid yang bersifat pencerahan. Gerakan pencerahan dilakukan melalui proses transformasi yang bersifat membebaskan, mencerahkan, dan memajukan kehidupan.

Karena itu Muhammadiyah menyeru kepada semua elemen umat, bangsa, dan masyarakat luas untuk bekerjasama dalam gerakan pencerahan menuju terciptanya tatanan kehidupan yang lebih utama. Gerakan pencarahan Muhammadiyah diproyeksikan bagi terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan tersebarluaskan nya Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin (QS. Al Anbiya’ ayat 107) yang melahirkan peradaban utama.

Ikhtiar Menyelamatkan Semesta adalah tema milad ke-111 Muhammadiyah. Tema milad ini berakar secara historis dalam pemikiran keagamaan, ideologi dan keorganisasian di Muhammadiyah yang mengalami pematangan dari waktu ke waktu. Tema milad ini pula memiliki makna khusus bagi Muhammadiyah dan anggotanya.

Ikhtiar Menyelamatkan Semesta setidaknya terkait dengan tiga hal berikut: Pertama, pandangan Muhammadiyah tentang Islam; kedua, karakter dan watak organisasi Muhammadiyah sebagai gerakan gerakan dakwah dan tajdid; ketiga, pandangan Muhammadiyah terkait problem-problem multidimensional, mulai dari krisis kemanusiaan, kemiskinan struktural, degradasi ekologi, konflik dan peperangan, hukum dan hak asasi manusia, serta berbagai hal lainnya.

Di usia ke-111 tahun, Muhammadiyah meneguhkan diri sebagai gerakan Islam yang telah melewati berbagai situasi dan telah menjadi pelopor di berbagai bidang kehidupan bangsa. Termasuk ikut mendirikan negara Republik Indonesia melalui niat tulus dan kerja tanpa pamrih dari para pimpinan, anggota, kader, dan penggerak amal usahanya.

Tujuan Kesemestaan Islam Muhammadiyah

Cita-cita para pendiri Muhammadiyah adalah meneguhkan Islam sebagai agama yang mencerahkan dan menjadi rahmatan lil ‘alamin. Dalam alam pikiran Muhammadiyah, Islam memiliki tujuan-tujuan kesemestaan yang menuntun setiap muslim supaya mengerahkan segenap ikhtiar untuk mewujudkannya.

Pada Muktamar ke-34 tahun 1959, Prof. Abdul Kahar Mudzakkir mengurai tujuh karakter seorang muslim, yakni: (1) berjiwa tauhid yang murni dan beriman; (2) beribadah kepada Allah; (3) berbakti kepada kedua orang tua dan baik kepada kerabat; (4) memiliki akhlak tinggi dan halus perasaannya; (5) berilmu pengetahuan dan mempunyai kecakapan; (6) cakap memimpin keluarga, masyarakat, dan pemerintahan; (7) yakin dapat menguasai dan mempergunakan amal seisinya untuk kebaikan umat manusia yang akan dibawa pada bakti kepada Allah, tuhan semesta alam.

Dari karakter-karakter muslim tadi, nomor ketujuh menampakkan dengan jelas tujuan-tujuan kerahmatan bagi alam semesta yang dibawa oleh Islam. Salah satu di antaranya adalah menjalankan tugas dakwah dengan mengimplementasikan kualitas keimanan dan ketaqwaan menjadi rangkaian amal di segala bidang kehidupan sehingga mencerahkan dan menjadi perwujudan keselamatan untuk alam semesta.

Dakwah, Tajdid, dan Tujuan Kesemestaan

Karakter dakwah Muhammadiyah adalah menebarkan risalah Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Dakwah bagi Muhammadiyah tidak sekedar menyampaikan (tabligh), tapi juga harus dilandasi oleh spirit tajdid (pembaruan).

Sebagaimana alam semesta yang terus menerus berkembang, maka dakwah risalah Islamiyah tidak mungkin berhenti di tempat. Tidak dinamis. Dan kehilangan kekuatan dalam menjawab masalah zaman.

Dakwah yang dilandasi oleh tajdid merupakan sikap keislaman Muhammadiyah dalam merumuskan, menyebarkan, dan mengembangkan pemikiran keagamaan. Manusia telah ditugaskan oleh Allah Swt untuk menjadi khalifah fi al-ardh, pengelola, penjaga, dan pelindung bumi.

Maka, salah satu tujuan-tujuan kesemestaan yang menjadi tugas manusia adalah mencerahkan kehidupan manusia sehingga kehidupan di muka bumi ini tidak jatuh ke dalam kemalapetakaan.

Hal ini telah ditegaskan dalam Keputusan Muktamar ke-43 tahun 1995 bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan tajdid mengemban tugas untuk menjawab berbagai tantangan peradaban, di antaranya: “proses global ini tampaknya semakin memperkeras konflik kepentingan, baik kepentingan ideologi, politik, ras, ekonomi, sosial, maupun kebudayaan, disertai ancaman akan kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan dan sistem kebudayaan umat manusia dalam semesta kehidupan universal.”

Pada Muktamar ke-48 tahun 2022, dakwah dan tajdid Muhammadiyah ditujukan untuk menjaga kesinambungan dan mengembangkan tata kelola dalam hal perkhidmatan keumatan, perkhidmatan kebangsaan, perkhidmatan kemanusiaan, perkhidmatan perkhidmatan global, dan perkhidmatan masa depan.

Ikhtiar yang Berkelanjutan

Perjalanan Muhammadiyah di usianya yang ke-111 menunjukkan bahwa karakter dakwah dan tajdid Muhammadiyah adalah berkelanjutan. Rumusan-rumusan, langkah, dan tata kelola dakwah Muhammadiyah selalu menatap ke depan. Maka, Muhammadiyah selain berkepentingan untuk merawat soliditas ke dalam juga senantiasa mendorong diri untuk menginisiasi sesuatu yang baru di luar sana.

Apa yang Muhammadiyah lakukan selama 111 tahun tersebut, berawal dari Yogyakarta, kini telah dan akan terus menembus sekat geografis. Kemerduan alunan biola yang dimainkan KH. Ahmad Dahlan untuk menjelaskan keselarasan nyawa Islam dan semesta alam ternyata tidak hanya menembus hati para muridnya 111 tahun lalu, tapi juga menembus dan menggerakkan jutaan orang untuk berteguh hati bersepakat pada misi Risalah Islam Berkemajuan.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال