Refleksi Kini: Makna Al-Qur'an dan Tafsir Ayat-Ayat Kebaikan

 

(Sumber Gambar: Redaksi Kuliah Al-Islam)

KULIAHALISLAM.COM - Alquran merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah kepada rasulnya yang terakhir yaitu nabi Muhammad SAW. Sekaligus sebagai mukjizat yang terbesar diantara mukjizat-mukjizat yang lain. Turunnya Alquran dalam kurun waktu 23 tahun, dibagi menjadi dua fase. Pertama diturunkan di Mekkah yang biasa disebut dengan ayat-ayat Makiyah. Dan yang kedua diturunkan di Madinah disebut dengan ayat-ayat Madaniyah. Alquran sebagai kitab terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia (hudan linnas) sampai akhir zaman.

Bukan cuma diperuntukkan bagi anggota masyarakat Arab tempat dimana kitab ini diturunkan akan tetapi untuk seluruh umat manusia. Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang luhur yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dalam berhubungan dengan Tuhan maupun hubungan manusia dengan sesama manusia lainnya dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Fazlur Rahman mengemukakan tentang tema-tema pokok yang terkandung dalam Alquran yang meliputi: tentang Ketuhanan, kemanusiaa(individu/masyarakat), alam semesta, kenabian, eskatologi, setan/kejahatan dan masyarakat muslim.

Oleh karena itu Alquran senantiasa harus dipelajari, difahami dan dimanifestasikan dalam amalan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Kiranya dengan tanpa mempelajari dan memahaminya, seseorang mustahil dapat mengamalkan dalam kehidupan nyata.

Pengertian Alquran

Berbicara tentang pengertian Alquran, apakah itu dipandang dari sudut bahasa maupun istilah. Banyak para ulama berbeda pandangan dalam mendefinisikannya. Qara’a mempunyai arti mengumpulakan dan menghimpun, dan qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang terusun rapi. Quran pada mulanya seperti qira’ah, yaitu masdar (infinitive) dari kata qara'a, qira'atan qur'anan, Sebagaimana firman Allah: Artinya: "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya, Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu".(Al-Qiyamah: 17-18).

Adapun pengertian Alquran menurut istilah yang telah disepakati oleh para ulama adalah “Kalam Allah yang bernilai mukjizat yang dturunkan kepada “pungkasan” para nabi dan rasul (Nabi Muhammad SAW) dengan perantaraan malaikat Jibril AS, yang tertulis pada mashahif, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, yang membacanya dinilai sebagai ibadah yang di awali dengan surat alFatihah dan di tutup dengan surat an-Naas”

Berusaha Memahami Makna Al-Quran

Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk merenungkan ayat-ayatnya dan memahami pesan-pesanya. Allah berfirman Apakah mereka tidak mendalami al-Quran? Kalau sekiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah tentulah mereka dapati banyak pertentangan di dalamnya. (QS An-Nisa: 82). Kita perlu meningkatkan dalam memahami ayat-ayat al-Quran dan alam semesta agar dapat memahami hikmah yang terkandung di baliknya. Kata yafqahun (memahami) yang terdapat dalam surat AnNisa’ ayat 78 dan kata yufaqihu (memahamkanya) pada hadis di atas mempunyai cakupan lebih luas dari kata ilm (ilmu pengetahuan), ma’rifah (pengetahuan) dan fahm (pemahaman) (Fuad Pasya, 2004: 27). Al-Quran menghimbau manusia agar meneliti tanda-tanda kekuasaan Allah Swt yang telah menciptakan sekalian makhluknya dengan penuh kesempurnaan. Hal ini memberi indikasi, bahwa penggunaan aql yang sebenarnya adalah untuk meyakini, mengakui dan mempercayai eksistensi Allah Swt (Abdullah, 2005: 114). Al-Qur'an adalah sebuah kitab yang menekankan perbuatan daripada pemikiran. Tujuan pokok al-Quran adalah membangkitkan kesadaran yang lebih tinggi dalam diri manusia terkair berbagai relasinya dengan Tuhan dan alam semesta.

Menurut al-Quran, hati merupakan sesuatu yang melihat dan hasil-hasil dari penglihatanya, jika ditafsirkan secara tepat, tidak pernah salah. Dan ini bukanlah hal yang misterius, karena ini sebenarnya sebuah modus hubungan dengan Realitas, dimana penginderaan, dalam artian fisiologisnya, tidak berperan apa pun (Iqbal, 2016: xxiii, 8,dan 17). Menurut Abdul Halim Mahmoud yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim terhadap al-Quran adalah, mentadabbur atau memahami maknanya, mengambil pelajaran darinya, dan menjaga ketenangan dan ketentraman atasnya (Halim, 1997: 84). Dengan memahami al-Quran, maka kita bisa mengerti dan paham akan hikmah yang terkandung didalamnya. Selain itu yang mampu memahami al-Quran bukanlah otak sebagai alat berfikir, melainkan hati, sebagaimana firman Allah. "Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang didalam dada.”(QS. Al-Hajj: 46).

Menyadari Bahwa Al-Qur’An Adalah Sumber Ilmu

Al-Quran sangat mengagungkan kedudukan ilmu dengan pengagungan yang tidak pernah ditemukan bandinganya dalam kitab-kitab suci yang lain. Sebagai bukti, al-Quran memberikan sifat kepada bangsa Arab pada masa pra-Islam dengan sebutan jahiliah (masa kebodohan). Di dalam al-Quran terdapat ratusan ayat-ayat yang menyebutkan tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian besar ayat itu disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu tersebut(Thaba-thaba’I, 2000: 122). Banyak ayat al-Quran yang mengajak pada tafakur (memikirkan dan merenungkan) terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah di langit, bintang-bintang yang bercahaya, susunanya yang menakjubkan, dan peredarannya yang tidak pernah berubah. al-Qur’an juga mengajak untuk memikirkan kejadian bumi, lautan, gunung-gunung dan lembah-lembah, kejadiankejadian yang ada di perut bumi, pergantian malam dan siang, serta perubahan musim-musim dalam setahun(Thaba-thaba’I, 2000: 23- 24).

Al-Quran juga mengajak untuk memikirkan keajaiban penciptaan tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, sistem perkembangannya dan keadaan-keadaan lingkunganya. Al-Quran untuk memikirkan penciptaan manusia sendiri dan rahasia-rahasia yang terdapat di dalam dirinya. Bahkan ia pun mengajak untuk memikirkan jiwa dan rahasia-rahasia batinya serta hubungannya dengan alam malakut. Ia juga mengajak untuk melakukan perjalanan ke seluruh pelosok dunia sambil memikirkan peninggalan-peninggalan orang-orang dahulu kala, menyelidiki dan meneliti keadaan bangsa-bangsa, kelompok-kelompok manusia, serta kisah-kisah, sejarah-sejarah dan pelajaran-pelajaran mereka(Thaba-thaba’I, 2000: 23-24). Al-Quran menyeru untuk mempelajari ilmu-ilmu ini sebagai jalan untuk mengetahui kebenaran dan realitas, dan cermin untuk mengetahui alam, yang di dalamnya pengetahuan tentang Allah mempunyai kedudukan yang paling utama.

Ayat-Ayat Tentang Kebaikan

Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga.(Qs. Al-Gafir ayat 39-40)

Barangsiapa datang dengan (membawa) kebaikan, maka dia akan mendapat (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang siapa datang dengan (membawa) kejahatan, maka orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu hanya diberi balasan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan.(Qs. al Qasas ayat 84)

Barangsiapa membawa kebaikan, maka dia memperoleh (balasan) yang lebih baik daripadanya, sedang mereka merasa aman dari kejutan (yang dahsyat) pada hari itu. Dan barangsiapa membawa kejahatan, maka disungkurkanlah wajah mereka ke dalam neraka. Kamu tidak diberi balasan, melainkan (setimpal) dengan apa yang telah kamu kerjakan.(Qs an naml ayat 89-90)

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, dan dia beriman, maka usahanya tidak akan diingkari (disia-siakan), dan sungguh, Kamilah yang mencatat untuknya. (QS. Al-Anbiya Ayat 94)

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai. (QS. Al-Isra Ayat 7)

Barangsiapa berbuat sesuai dengan petunjuk (Allah), maka sesungguhnya itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barang siapa tersesat maka sesungguhnya (kerugian) itu bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul. (QS. Al-Isra Ayat 15)

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl Ayat 97)

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Adapun orang-orang yang berbuat kejahatan (akan mendapat) balasan kejahatan yang setimpal dan mereka diselubungi kehinaan. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari (azab) Allah, seakan-akan wajah mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.(QS. Yunus Ayat 26-27)

Pembahasan

Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia yang fana ini hanyalah kesenangan sementara yang mudah didapat dan mudah pula lenyap, dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang tidak akan pernah lenyap dan kekal selama-lamanya.” Pada ayat ini diterangkan bahwa orang yang beriman kepada Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku, kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang fana, di mana kesenangan serta kebahagiaan yang diperoleh di dalamnya adalah kesenangan dan kebahagiaan yang tidak sempurna serta tidak kekal. Adapun kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal, kesenangan dan kebahagiaan yang diperoleh adalah kesenangan dan kebahagiaan yang sempurna. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kamu mengingkari Allah dalam kehidupan dunia ini agar kamu terhindar dari siksa-Nya di akhirat nanti."

Dialog yang terjadi antara Fir’aun dengan salah seorang kaumnya yang beriman secara sembunyi-sembunyi itu, memberi pesan kuat tentang perbuatan baik dan perbuatan jahat. Oleh sebab itu, renungkanlah bahwa barang siapa mengerjakan perbuatan jahat dan berbuat kebinasaan di muka bumi, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan dan beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman dengan sungguh-sungguh, maka mereka akan masuk ke dalam surga atas anugerah Allah, dan mereka diberi rezeki di dalamnya dengan nikmat tidak terhingga.

Orang yang beriman itu menerangkan kepada kaumnya bagaimana besar pengaruh kehidupan dunia seseorang kepada kehidupan akhiratnya. Ia berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku, barang siapa yang mengerjakan suatu kejahatan baik laki-laki maupun perempuan, maka ia hanya di azab sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, barang siapa yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mengikuti perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya, maka ia akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Allah membalas iman dan amal saleh mereka dengan pahala yang berlipat ganda dan rezeki yang tiada terhingga." Ayat ini menggambarkan keadilan Allah yang sesungguhnya serta sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Dia tidak menganiaya hamba-Nya sedikit pun. Jika Dia mengazab hamba-Nya di akhirat nanti, maka azab yang diberikan itu seimbang dengan perbuatan jahat dan ingkar yang telah dilakukannya selama hidup di dunia, tidak dilebihkan sedikit pun. Akan tetapi, jika Dia membalas iman dan amal saleh hamba-Nya, maka Dia membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda.

Barangsiapa datang pada Hari Kiamat dengan membawa amal kebaikan yang penuh ketulusan dan sesuai tuntunan yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapat pahala berlipat ganda, mulai dari sepuluh hingga tujuh ratus kali, bahkan tidak terbatas, yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barang siapa datang dengan membawa amal kejahatan dalam bentuk kekufuran dan kemaksiatan, maka orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu hanya diberi balasan seimbang dengan apa yang dahulu selalu mereka kerjakan.

Ayat ini menerangkan bahwa siapa yang di akhirat datang dengan membawa satu amal kebajikan, akan dibalas dengan yang lebih baik, dan di lipatgandakan sebanyak-banyaknya. Tidak ada yang mengetahui berapa kelipatannya kecuali Allah sebagai karunia dan rahmat dari-Nya. Rasulullah saw bersabda:

Siapa yang bermaksud akan mengerjakan satu kebaikan, kemudian tidak jadi dikerjakannya, Allah mencatat pahala pada sisi-Nya satu kebaikan yang sempurna, kalau ia bermaksud mengerjakan satu kebaikan lalu dikerjakannya, maka Allah mencatat (pahala) dengan sepenuh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan lipat ganda yang lebih banyak lagi. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas). Dalam hadis lain Rasulullah bersabda: Dan barang siapa yang bermaksud mengerjakan satu kejahatan kemudian tidak dikerjakannya, maka ditulislah oleh Allah swt di sisi-Nya satu kebaikan yang sempurna, dan kalau ia bermaksud mengerjakan kemudian dikerjakannya, maka Allah mencatatkan baginya hanya satu kejahatan saja.(Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu 'Abbas). Hal ini sesuai dengan firman Allah: "Dan barang siapa membawa kejahatan, maka disungkurkanlah wajah mereka ke dalam neraka. Kamu tidak diberi balasan, melainkan (setimpal) dengan apa yang telah kamu kerjakan".(an-Naml/27: 90).

Setelah Kiamat terjadi dan manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar, menghadap Tuhannya dengan merendahkan diri, keadaan mereka digambarkan sebagai berikut: barangsiapa membawa kebaikan, yakni keimanan yang benar, tulus dan sempurna yang membuahkan amal saleh, maka dia akan memperoleh balasan yang lebih baik daripadanya, yakni balasan yang berlipat ganda dari sepuluh hingga tujuh ratus kali, bahkan tidak terbatas, sedang mereka merasa aman dan tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari penghimpunan di Padang Mahsyar itu. Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan melaksanakan amal kebajikan, akan memperoleh balasan yang lebih baik dari amalnya sendiri, dan diberi tempat kediaman yang nyaman dan kekal dalam surga Na'im, mereka aman tenteram dari kejutan yang dahsyat pada hari Kiamat itu.

Dan barangsiapa membawa kejahatan, yakni mempersekutukan Allah, lalu mati dalam keadaan musyrik maka mereka itu akan mendapat balasan yang setimpal dengan kejahatannya, yaitu disungkurkanlah wajah mereka. Kepada mereka dikatakan, "Kamu tidak diberi balasan, melainkan setimpal dengan apa yang telah kamu kerjakan. Sebaliknya barang siapa yang menyekutukan Allah dan berbuat kejahatan, maka wajah mereka disungkurkan ke dalam neraka seraya dikatakan kepada mereka, "Kamu tidak mendapat balasan, melainkan setimpal dengan kemusyrikan dan kejahatan yang dahulu kamu kerjakan di dunia, sehingga menjadi sebab datangnya kemurkaan Allah."

Manusia dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah sangat tergantung kepada pilihan hidupnya di dunia. Barang siapa mengerjakan kebajikan kepada Allah, sesama manusia, dan alam, dan dia melakukan kebajikan itu sebagai orang beriman, atas dasar keimanannya yang mantap, maka usahanya sekecil apa pun juga dalam mewujudkan kebajikan itu tidak akan diingkari, disia-siakan hingga terbuang percuma, tetapi akan tetap tersimpan; dan sungguh, Kamilah yang mencatat perbuatan baik itu untuknya. Demikian juga, perbuatan buruk sekecil apa pun tercatat dengan akurat dan akan diperlihatkan kepada tiap-tiap manusia dengan objektif.

Dalam ayat ini Allah menjamin bahwa amal kebajikan yang dilakukan oleh seseorang yang beriman, betapapun kecilnya, namun Allah akan membalasnya dengan kebaikan pula. Amal kebajikan itu tidak akan hilang percuma, dan tidak akan diingkari karena Allah telah menuliskannya untuk orang yang melakukannya. Jaminan Allah untuk memberikan balasan atas setiap kebajikan hamba-Nya terdapat dalam firman-Nya: "Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik".(al-Isra'/17: 19). Firman-Nya lagi pada ayat yang lain: "Sungguh, mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu".(al-Kahf/18: 30).

Jika kamu berbuat baik dengan menaati perintah Allah dan Rasul-Nya serta melakukan kebijakan kepada sesamanya, berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri,karena balasan yang kamu peroleh dari kebaikan itu. Dan jika kamu berbuat jahat, maka kerugian kejahatan itu juga untuk dirimu sendiri, karena akibat dari kejahatan akan menimpamu." Selanjutnya dinyatakan kejahatan yang kedua yang diperbuat oleh kaum Bani Israil dan azab Allah yang ditimpakan atas mereka dinyatakan dalam firmanNya, "Dan apabila datang saat hukuman kejahatan yang kedua, yang telah Kami tetapkan di dalam Kitab itu, Kami datangkan orang-orang lain untuk menyiksamu sehingga menyuramkan wajah-wajahmu, akibat kesedihan dan penderitaan yang kamu alami, dan mereka, yakni musuh-musuhmu masuk ke dalam masjid, yakni Masjidil Aqsa, guna menyiksa dan membunuhmu sebagaimana mereka memasukinya pada kali pertama guna menyiksa dan membunuhmu akibat kejahatan kamu yang pertama, dan mereka memasukinya dengan tujuan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai".

Allah menegaskan bahwa apabila Bani Israil berbuat baik, maka hasil kebaikan itu untuk mereka sendiri. Namun demikian, ketentuan yang terdapat dalam ayat ini tidak khusus untuk mereka sendiri, melainkan berlaku umum untuk seluruh manusia sepanjang masa. Dengan demikian, apabila manusia berbuat baik atau berbuat kebajikan, maka balasan dari kebajikan itu akan di rasakannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Kebaikan yang akan mereka terima di dunia ialah mereka akan menjadi umat yang kuat mempertahankan diri dari maksud jahat yang direncanakan oleh para musuh mereka. Mereka akan memperoleh kesempatan untuk melipatgandakan harta sebagai sarana hidup, dan melanjutkan keturunan sebagai khalifah di muka bumi. Mereka akan menjadi bangsa yang kuat, yang dapat mewujudkan budaya yang tinggi untuk lebih menggairahkan kehidupan mereka, dan menjamin kelancaran usaha dan ibadah mereka kepada Allah swt. Sedangkan kebahagiaan yang abadi adalah surga yang penuh dengan kenikmatan yang disediakan dan dijanjikan kepada mereka, sebagai bukti keridaan Allah swt atas kebajikan yang mereka lakukan.

Apabila mereka berbuat jahat dengan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan wahyu dan fitrah kejadian mereka sendiri, seperti menentang kebenaran dan norma-norma dalam tata kehidupan mereka sendiri, maka akibat dari perbuatan mereka itu adalah kemurkaan Allah kepada mereka.

Dengan demikian, mereka akan menjadi bangsa yang bercerai-berai karena diperbudak hawa nafsu, sehingga kelompok yang satu berusaha menundukkan kelompok yang lain. Itulah sebabnya mereka tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan diri mereka dari kehancuran dan maksud-maksud jahat musuh. Mereka akan menjadi bangsa yang tertindas dan terjajah. Sedang keburukan yang mereka rasakan di akhirat ialah azab api neraka sebagai siksaan yang paling pedih.

Lalu Allah mengungkapkan kembali hukuman sebagai akibat kejahatan yang dilakukan Bani Israil untuk kedua kalinya. Pada saat itu, Allah membiarkan mereka dalam keadaan kacau-balau ketika musuh-musuh datang untuk menaklukkan mereka. Kekalahan kedua ini benar-benar mereka rasakan sebagai penderitaan yang tiada tara dan mempermalukan mereka. Musuh memasuki Masjidil Aqsa secara paksa dan sewenang-wenang untuk merampas kekayaan yang mereka simpan dan menghancurkan syiar-syiar agama mereka, seperti yang dilakukan pada penaklukan pertama. Dengan demikian, mereka merasakan penderitaan yang berlipat ganda. Mereka mengalami penderitaan materil berupa kehilangan kekuasaan, harta benda, dan wanita-wanita yang dijadikan tawanan oleh musuh. Mereka juga mengalami penderitaan moril karena tempat-tempat suci dan lambang-lambang kesucian agama mereka dilecehkan dan dihancurkan.

Menurut sejarah, yang menghancurkan mereka untuk kedua kalinya adalah bangsa Romawi yang kemudian menguasai Palestina. Mereka membunuh dan menawan orang-orang Yahudi serta menghancurkan Baitul Makdis dan kota-kota yang lain. Kaisar Romawi pertama yang memasuki Baitul Makdis adalah Kaisar Titus pada tahun 70 Masehi. Ia membakar Masjidil Aqsa, dan merampas barang-barang berharga yang terdapat di dalamnya, sehingga dalam peristiwa ini kurang lebih 1 juta orang Yahudi tewas. Selanjutnya Kaisar Hadrianus yang memerintah dari tahun 117 sampai dengan 158 Masehi, juga menguasai Baitul Makdis dan melakukan berbagai tindakan perusakan di masjid itu. Hadrianus mengubah kota ini menjadi Aelina Capitolian (kota Aelina). Masjidil Aqsa diruntuhkan dan di atasnya didirikan sebuah bangunan yang dinamai Yupiter Capitolina. Lalu kerajaan Yahudi juga dihancurkan sehingga bangsa Yahudi tidak mempunyai kerajaan lagi. Mereka bercerai-berai ke segenap penjuru dunia. Peristiwa ini terjadi tahun 132 Masehi.

Tafsir Ayat-ayat Kebaikan

Barang siapa mendapat hidayah sehingga ia berbuat sesuai dengan petunjuk Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dan kebahagiaan dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat tidak mendapat petunjuk Allah maka sesungguhnya ia tersesat dari jalan yang benar dan yang demikian itu mendatangkan kerugian bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, yakni setiap orang memikul dosanya sendiri yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Perbuatan yang baik mendapat ganjaran dan perbuatan yang buruk mendapat siksaan yang pedih. Dan Kami tidak akan berbuat aniaya dengan menyiksa manusia sebelum Kami mengutus seorang rasul yang menunjukkan kepada mereka jalan yang benar dan mencegah dari kesesatan.

Dalam sebuah riwayat yang berasal dari Ibnu 'Abbas dinyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Mugirah ketika ia berkata kepada penduduk Mekah, "Ingkarilah Muhammad dan sayalah yang menanggung dosamu."

Dalam ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah dan tuntunan Rasulullah, yaitu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, berarti dia telah berbuat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Ia akan memperoleh catatan tentang amal perbuatan baiknya di dalam kitabnya. Ia akan merasa bahagia karena akan mendapatkan keridaan Allah, dan menerima imbalan yang berlimpah, yaitu surga dengan berbagai kenikmatan yang serba menyenang-kan. Akan tetapi, barang siapa yang sesat, yaitu orang yang menyimpang dari bimbingan Al-Qur'an, akan mengalami kerugian. Ia akan mendapatkan catatan tentang amal perbuatan buruknya di dalam kitab itu. Ia akan merasakan penyesalan yang tidak ada gunanya dan akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagai balasan yang pantas baginya.

Selanjutnya, Allah swt menegaskan bahwa pada hari itu orang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain. Tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatan buruknya sendiri, sehingga tidak mungkin sese-orang dibebani dosa selain dosanya sendiri. Mereka akan menerima balasan amal sesuai dengan berat ringan kejahatan yang mereka lakukan. Apabila ada orang yang disiksa karena menyesatkan orang lain, sehingga dijatuhi hukuman sesuai dengan dosa orang yang disesatkan, bukan berarti orang yang menyesatkan itu menanggung dosa orang yang disesatkan. Akan tetapi, orang yang menyesatkan itu dianggap berdosa karena menyesatkan orang lain. Oleh sebab itu, ia dihukum sesuai dengan dosanya sendiri, dan ditambah dengan dosa menyesatkan orang.

Allah swt berfirman: (Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). (an-Nahl/16: 25). Dan firman Allah: Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka. (al-'Ankabut/29: 13)

Di akhir ayat ini, disebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab seseorang atau suatu kaum sebelum mengutus seorang rasul. Maksudnya Allah tidak akan membebankan hukuman kepada orang-orang yang melakukan suatu perbuatan kecuali setelah mengutus seorang rasul untuk membacakan dan menerangkan ketentuan hukumannya. Dengan demikian, ayat ini dipandang sebagai asas legalitas dalam pidana Islam. Artinya, semua perbuatan yang diancam dengan hukuman haruslah terlebih dahulu diundangkan melalui sarana perundang-perundangan yang dapat menjamin bahwa peraturan ini dapat diketahui oleh seluruh rakyat. Hal itu juga berarti bahwa sosialisasi perundang-undangan merupakan hal yang penting.

Ayat ini juga mengandung maksud bahwa Allah tidak akan membinasa-kan umat karena dosanya, sebelum mengutus seorang utusan yang memberi peringatan dan menyampaikan syariat Allah kepada mereka, dan memberi ancaman jika mereka membangkang dan tetap dalam pembangkangannya.

Allah swt berfirman: Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?" Mereka menjawab, "Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, "Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya dalam kesesatan yang besar."(al-Mulk/67: 8-9). Dan firman-Nya: Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.(Fathir/35: 37)

Barang siapa mendapat hidayah sehingga ia berbuat sesuai dengan petunjuk Allah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk keselamatan dan kebahagiaan dirinya sendiri; dan barang siapa yang sesat tidak mendapat petunjuk Allah maka sesungguhnya ia tersesat dari jalan yang benar dan yang demikian itu mendatangkan kerugian bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, yakni setiap orang memikul dosanya sendiri yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Perbuatan yang baik mendapat ganjaran dan perbuatan yang buruk mendapat siksaan yang pedih. Dan Kami tidak akan berbuat aniaya dengan menyiksa manusia sebelum Kami mengutus seorang rasul yang menunjukkan kepada mereka jalan yang benar dan mencegah dari kesesatan.

Dalam sebuah riwayat yang berasal dari Ibnu 'Abbas dinyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Mugirah ketika ia berkata kepada penduduk Mekah, "Ingkarilah Muhammad dan sayalah yang menanggung dosamu."

Dalam ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah dan tuntunan Rasulullah, yaitu melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, berarti dia telah berbuat untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Ia akan memperoleh catatan tentang amal perbuatan baiknya di dalam kitabnya. Ia akan merasa bahagia karena akan mendapatkan keridaan Allah, dan menerima imbalan yang berlimpah, yaitu surga dengan berbagai kenikmatan yang serba menyenang-kan. Akan tetapi, barang siapa yang sesat, yaitu orang yang menyimpang dari bimbingan Al-Qur'an, akan mengalami kerugian. Ia akan mendapatkan catatan tentang amal perbuatan buruknya di dalam kitab itu. Ia akan merasakan penyesalan yang tidak ada gunanya dan akan dimasukkan ke dalam neraka, sebagai balasan yang pantas baginya.

Selanjutnya, Allah swt menegaskan bahwa pada hari itu orang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain. Tiap-tiap orang bertanggung jawab terhadap perbuatan buruknya sendiri, sehingga tidak mungkin sese-orang dibebani dosa selain dosanya sendiri. Mereka akan menerima balasan amal sesuai dengan berat ringan kejahatan yang mereka lakukan.

Apabila ada orang yang disiksa karena menyesatkan orang lain, sehingga dijatuhi hukuman sesuai dengan dosa orang yang disesatkan, bukan berarti orang yang menyesatkan itu menanggung dosa orang yang disesatkan. Akan tetapi, orang yang menyesatkan itu dianggap berdosa karena menyesatkan orang lain. Oleh sebab itu, ia dihukum sesuai dengan dosanya sendiri, dan ditambah dengan dosa menyesatkan orang.

Allah swt berfirman: (Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).(an-Nahl/16: 25). Dan firman Allah: Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka. (al-'Ankabut/29: 13).

Di akhir ayat ini, disebutkan bahwa Allah tidak akan mengazab seseorang atau suatu kaum sebelum mengutus seorang rasul. Maksudnya Allah tidak akan membebankan hukuman kepada orang-orang yang melakukan suatu perbuatan kecuali setelah mengutus seorang rasul untuk membacakan dan menerangkan ketentuan hukumannya. Dengan demikian, ayat ini dipandang sebagai asas legalitas dalam pidana Islam. Artinya, semua perbuatan yang diancam dengan hukuman haruslah terlebih dahulu diundangkan melalui sarana perundang-perundangan yang dapat menjamin bahwa peraturan ini dapat diketahui oleh seluruh rakyat. Hal itu juga berarti bahwa sosialisasi perundang-undangan merupakan hal yang penting. Ayat ini juga mengandung maksud bahwa Allah tidak akan membinasa-kan umat karena dosanya, sebelum mengutus seorang utusan yang memberi peringatan dan menyampaikan syariat Allah kepada mereka, dan memberi ancaman jika mereka membangkang dan tetap dalam pembangkangannya.

Allah swt berfirman: Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, "Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?" Mereka menjawab, "Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, "Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun, kamu sebenarnya dalam kesesatan yang besar." (al-Mulk/67: 8-9). Dan firman-Nya: Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.(Fathir/35: 37).

Barang siapa mengerjakan kebajikan sekecil apa pun, baik dia laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman dan dilandasi keikhlasan, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik di dunia dan akan Kami beri dia balasan di akhirat atas kebajikannya dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang telah mereka kerjakan. Kemudian Allah swt dalam ayat ini berjanji bahwa Allah swt benar-benar akan memberikan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan sunnah Rasul, sedang hati mereka penuh dengan keimanan.

Rasulullah bersabda: Dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah saw bersabda, "Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup dan menerima dengan senang hati atas pemberian Allah.(Riwayat Ahmad). Kehidupan bahagia dan sejahtera di dunia ini adalah suatu kehidupan di mana jiwa manusia memperoleh ketenangan dan kedamaian karena merasakan kelezatan iman dan kenikmatan keyakinan. Jiwanya penuh dengan kerinduan akan janji Allah, tetapi rela dan ikhlas menerima takdir. Jiwanya bebas dari perbudakan benda-benda duniawi, dan hanya tertuju kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mendapatkan limpahan cahaya dari-Nya. Jiwanya selalu merasa puas terhadap segala yang diperuntukkan baginya, karena ia mengetahui bahwa rezeki yang diterimanya itu adalah hasil dari ketentuan Allah swt. Adapun di akhirat dia akan memperoleh balasan pahala yang besar dan paling baik dari Allah karena kebijaksanaan dan amal saleh yang telah diperbuatnya serta iman yang bersih yang mengisi jiwanya.

Kesimpulan

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik, yaitu surga, dan tambahannya, yakni kenikmatan melihat Allah (Lihat: Surah al-Qiyamah/75: 22-23). Dan wajah mereka tidak ditutupi debu hitam akibat kesedihan dan tidak pula dalam kehinaan, tetapi muka mereka berseri-seri ekspresi kegembiraan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa bagi orang-orang yang dapat memahami petunjuk dan mengambil manfaat dari petunjuk itu serta mengamalkannya, Allah akan memberikan pahala sesuai dengan amal perbuatan mereka. Bahkan untuk menggalakkan mereka agar lebih giat mengamalkannya, Allah menjanjikan pahala sepuluh kali lipat atau lebih banyak dari pada itu. Firman Allah: (Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga).(an-Najm/53: 31).

Orang yang melakukan amal yang baik akan mendapat imbalan pahala melebihi pahala yang seharusnya diterima. Mereka itu akan menerima pahala yang berlipat ganda. Mereka akan mendapat tambahan pahala lagi yang tidak ternilai harganya, yaitu mereka akan mengetahui dengan sebenarnya bahwa Allah Yang Mahamulia. Pengetahuan ini adalah pengetahuan yang paling tinggi, karena mereka mengetahui dengan sebenarnya Pencipta alam semesta ini, dan membenarkan terjadinya hari akhir. Mereka hidup bahagia, dari wajah mereka tampak cahaya yang berseri-seri, sedikitpun tidak terlihat kemurungan dan kemuraman, lantaran mereka itu tidak merasa kecewa atas keyakinannya yang kuat, dan tidak merasa bersusah hati.

Allah menegaskan bahwa mereka inilah orang-orang yang berhak menjadi penghuni surga. Mereka akan bertempat tinggal di dalamnya selama-lamanya. Di situlah mereka mengalami kebahagiaan yang abadi, karena tidak akan merasa bosan dan jemu akan kenikmatan yang mereka rasakan, dan tidak pula mereka takut akan berkurangnya kenikmatan atau dikeluarkan dari sana.

Sebagai tanda penyesalan mereka, wajah-wajah mereka terlihat hitam kelam laksana gelapnya malam, tidak nampak sedikit pun percikan kilat, kemilau bintang, atau seberkas sinar bulan. Mereka benar-benar menyesali perbuatan yang dilakukan di dunia. Harapan mereka hampa, karena berpegang kepada keyakinan yang salah dan mengingkari petunjuk Allah. Firman Allah: (Yaitu) pada hari (ketika) seseorang sama sekali tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah.(al-Infithar/82: 19).

Allah menegaskan bahwa mereka itu akan menjadi penghuni neraka yang kekal selama-lamanya dan tidak ada kemungkinan lagi bagi mereka untuk dapat melepaskan diri karena tempat itulah yang layak bagi mereka. Allah berfirman: Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang sangat dahsyat. (al-Qiyamah/75: 24-25). Dan firman Allah: Dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram), tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan). Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka."(Abasa/80: 40-42).

Adapun orang-orang yang berbuat kejahatan akan mendapat balasan kejahatan yang setimpal dengan yang telah mereka kerjakan dan mereka diselubungi kehinaan akibat dari kejahatan tersebut. Tidak ada bagi mereka seorang pelindung pun yang menyelamatkan mereka dari azab Allah, seakan-akan wajah mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita, yakni suram dan muram ekspresi dari penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.

Dalam ayat ini, Allah memberikan penjelasan bahwa orang-orang yang menyebarkan kejahatan, mengerjakan keonaran di muka bumi serta membangkang dan mengingkari ayat-ayat Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, mereka itu akan mendapat pembalasan yang seimbang, yaitu mereka akan menerima hukuman dari Allah yang setimpal dengan amal perbuatan mereka Wajah mereka tampak kusut karena mereka menderita akibat dari perbuatan syirik yang merasuk ke tulang sumsum mereka, kejahatan yang telah meracuni diri mereka serta penganiayaan mereka terhadap diri mereka sendiri. Pada saat itu mereka tidak dapat membela dirinya, karena memang tidak dapat melindungi diri mereka atau mencegah bencana yang akan ditimpakan kepada mereka. Demikianlah azab yang mereka rasakan dengan penuh penyesalan, akibat menyembah berhala yang mereka anggap sebagai perantara, yang dapat menyampaikan doa-doa mereka kepada Allah. Itulah hari pembalasan dimana tidak ada seorang pun yang menolong mereka kecuali amal baik mereka.

Fitratul Akbar

Penulis adalah Alumni Prodi Ekonomi Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Malang

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال