Memahami Keberadaan Tuhan Dalam Konsep Pemikiran Filsafat Herakleitos


Penulis : Sania Tri Febrilia* 

Pendahuluan

Herakleitos dari Ephesus lahir kira-kira pada tahun 535 dan meninggal kira-kira pada tahun 475 SM. Jadi, ia segenerasi dengan Pythagoras. Dia adalah putra dari Bloson. Kota Ephesus, yang menjadi tempat asalnya, terletak di pantai barat dari negara yang sekarang adalah Turki, Herakleitos adalah seorang filsuf Yunani Kuno pra-Sokratik yang tidak tergolong mazhab apapun. 

Meski dapat digolongkan lewat asal munculnya sebagai pemikir mazhab Ionia atau filsuf yang muncul di wilayah Asia Minor (termasuk Thales, Anaximandros, Anaximenes, dan Xenophanes). Herakleitos diketahui menulis satu buku, tetapi telah hilang.Yang tersimpan hingga kini hanya 130 fragmen yang terdiri dari pepatah-pepatah pendek yang sering kali tidak jelas artinya Pemikiran filsafatnya memang tidak mudah dimengerti sehingga ia dijuluki "si gelap" (dalam bahasa Inggris the obscure). (Budiono kusumohamidjojo, Filsafat Yunani Klasik (Yogyakarta: Jalasutra, 2012).

Jika kita lihat dari metode kosmologis dalam menemukan Tuhan tidak berbeda dengan argumen ontologis, sebagai nalar yang membuktikan keberadaan Tuhan dengan berbagai penjelasan rasio, Kosmologi dalam bahasa Yunani adalah ilmu mengenai struktur dan sejarah alam raya secara luas. 

Pengetahuan ini berkenaan terhadap asal muasal dan evolusi dari suatu subjek. Argumen kosmologis merupakan sebuah pola nalar untuk menyimpulkan atau membuktikan keberadaan Tuhan berdasarkan fakta-fakta atau klaim-klaim yang dianggap benar mengenai alam semesta. Para filosof Yunani banyak berkontribusi untuk membuktikan keberadaan Tuhan salah satunya Herakleitus. (Aprilinda Matondang Harahap and M Ag, “Metode Filosof Yunani Menemukan Tuhan,” n.d.)

Pembahasan 

Pemikiran Herakleitos yang paling terkenal adalah mengenai perubahan-perubahan di alam semesta. Menurut Herakleitos, tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi. Ia terkenal dengan ucapannya panta rhei kai uden menei yang berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap."

Perubahan yang tidak ada henti-hentinya itu dibayangkan Herakleitos dengan dua cara. Pertama, seluruh kenyataan adalah seperti aliran sungai yang mengalir. "Engkau tidak dapat turun dua kali ke sungai yang sama," demikian kata Herakleitos. Maksudnya di sini, air sungai selalu bergerak sehingga tidak pernah seseorang turun di air sungai yang sama dengan yang sebelumnya. Kedua, ia menggambarkan seluruh kenyataan dengan api. Maksud api di sini lain dengan konsep mazhab Miletos yang menjadikan air atau udara sebagai prinsip dasar segala sesuatu.

Bagi Herakleitos, api bukanlah zat yang dapat menerangkan perubahan-perubahan segala sesuatu, melainkan melambangkan gerak perubahan itu sendiri. Api senantiasa mengubah apa saja yang dibakarnya menjadi abu dan asap, tetapi api tetaplah api yang sama. 

Karena itu, api cocok untuk melambangkan kesatuan dalam perubahan. Api memiliki sifat dapat menghancurkan semua yang ada, dan berubah menjadi abu atau asap. Walaupun suatu objek itu dibakar dan pada akhirnya menjadi abu atau asap, tetapi api tetap ada. Karena pada prinsipnya semua tercipta dari api dan akan kembali ke api. (Bertens Kees, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1975).

Pandangan Herakleitos tentang logos adalah rasio yang menjadi hukum yang menguasai segala-galanya dan menggerakkan segala sesuatu, termasuk manusia. Logos juga dipahami sebagai sesuatu yang material, tetapi sekaligus melampaui materi yang biasa. Hal ini disebabkan pada masa itu, belum adalah filsuf yang mampu memisahkan antara yang rohani dan yang materi. 

Jika kita menyinggung juga ajaran Herakleitos tentang logos. Namun sulit sekalilah menguraikan titik ajaran ini. Kesulitan-kesulitan terutama disebabkan karena logos mempunyai peranan penting dalam pemikiran mazhab Stoa dan mereka menyangka bahwa mereka mengambil alih ajaran ini begitu saja dari Herakleitos. 

Padahal, gagasan Herakleitos tentu tidak boleh disetarafkan dengan anggapan mazhab Stoa di kemudian hari. Dalam fragmen-fragmen yang masih tersimpan, kata logos juga muncul beberapa kali, tetapi para ahli menyodorkan terjemahan dan keterangan yang berlainan. 

Demikianlah titik ajaran Herakleitos ini dikelilingi dengan ketidakpastian besar sekali Logos atau "rasio" merupakan hukum yang menguasai segala-galanya. Manusia perorangan. terutama jiwanya juga mengambil bagian dalam logos itu. 

Logos bersifat Ilahi, tetapi tentu saja tidak boleh ditafsirkan sebagai Allah yang personal atau Allah yang berupa pribadi. Herakleitos menyamakan antara logos dan api jelas juga bahwa ajarannya tentang melebihi sesuatu yang sifatnya meterial belaka.(Ibid.)

Setelah kita mengetahui pandangan tentang Tuhan dalam pemikiran herakleitos dapat disimpulkan bahwa berbicara tentang keberadaan Tuhan adalah topik yang tak pernah ada habisnya. Hal ini disebabkan oleh sifat yang transenden dan imanen Tuhan, serta oleh berbagai kelemahan bawaan manusia. 

Pertanyaan menarik dalam filsafat ketuhanan adalah apakah Tuhan sungguh ada atau hanya ilusi atau proyeksi manusia. Manusia telah lama mengenal Tuhan dalam berbagai bentuk dengan mengakui satu Tuhan sebagai pencipta dan pengatur kehidupan manusia. Upaya memahami Tuhan atau apa yang tak terjangkau oleh nalar manusia adalah cara untuk memperkuat keyakinan akan keberadaannya. Meskipun zaman dan pandangan dunia berkembang, pemikiran keagamaan seringkali tetap primitif.

*) Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Referensi

Harahap, Aprilinda Matondang, and M Ag. “METODE FILOSOF YUNANIMENEMUKAN TUHAN,” n.d.

Kees, Bertens. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius, 1975.

Kusumohamidjojo, Budiono. FILSAFAT YUNANI KLASIK. Yogyakarta: JALASUTRA, 2012.



Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال