Memaknai Aurat Perempuan Yang Sebenarnya


Kita tahu, Alquran sebagai sumber hukum Islam selalu mengajarkan penerapan hukum Islam yang hakiki, yang menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia. Hakikat itu sendiri menjadi prinsip penegakan hukum Islam di mana pun berada. Dalam hakikat hukum Islam, kemaslahatan menjadi titik terakhir sebagai tujuan hukum Islam.

Salah satunya adalah tentang berpakaian yang menjadi salah satu ciri peradaban manusia sebagai makhluk terhormat. Pakaian sebagai sebuah busana merupakan mode dan kebutuhan manusia yang hakiki, yang selalu berkelindan dengan perkembangan zaman dan tradisi yang ada. Ia mengalami daur ulang dan berputar mengikuti roda zaman.

Yang jelas, di era modern ini, fashion berkembang dengan sangat cepat, begitu juga dengan model pakaian dan jilbab, sampai bahan yang digunakan mengalami perubahan yang terus meningkat. Mode berpakaian terus berkembang, mulai dari yang terbuka sampai yang tertutup tetapi memperlihatkan kemolekan tubuh, sampai tertutup tanpa menyisakan celah sedikitpun.

Terkait dengan ini, Islam sebagai agama yang sempurna sejak awal memperhatikan perkembangan mode pakaian, serta memberikan prinsip-prinsip hukum dan aturan yang detail terkait dengan cara dan penggunaan pakaian. Apalagi yang berkaitan dengan perempuan.

Tak hanya itu, dewasa ini, banyak kita jumpai wanita yang keluar rumah tanpa menggunakan jilbab, bahkan mengumbar auratnya dengan menggunakan pakaian yang serba minim. Di era milenial ini hal-hal semacam itu dianggap biasa-biasa saja, bahkan seakan-akan menutup aurat itu bukan kewajiban dan membuka aurat itu tidak berdosa.

Mereka tidak menyadari bahwa mengumbar aurat merupakan sebuah kemaksiatan yang perlu dihindari. Bahkan sebaliknya, orang yang menutup aurat dianggap kurang gaul dan kurang mengikuti tren fashion. Inilah fakta yang terjadi di kalangan para wanita modern saat ini. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Jawabannya adalah, karena ini merupakan suatu problem yang perlu dikaji dan diuraikan secara rinci, agar para wanita muslimah mampu memahami secara komprehensif. Karena dalam Islam, menjaga aurat termasuk hal mendasar dan wajib ditaati. Artinya, jika dilanggar maka termasuk mengingkari syariat Islam dan dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar syariat.

Sekilas Makna Aurat

Penting dicatat, sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita perlu mengetahui pengertian aurat. Aurat berasal dari bahasa Arab “awra” yang merupakan bentuk jamak dari Aurat. Secara bahasa, Aurat merupakan tempat yang paling tersembunyi dan rahasia, sedangkan “awra” bermakna bagian dari manusia yang wajib disembunyikan.

Tentu saja, yang wajib disembunyikan di sini dapat diartikan sebagai segala sesuatu (area tubuh manusia) yang dapat menyebabkan rasa malu bila terlihat oleh orang lain. Hal tersebut berdasarkan pada kitab Ibn Manzur berjudul Lisan al-Arab.

Berbeda jika ditinjau secara terminologi fikih Islam. Aurat diartikan sebagai daerah atau bagian tubuh manusia yang wajib ditutupi dari pandangan orang lain dengan pakaian yang sesuai syariat Islam. Dan menjaga aurat, wajib hukumnya untuk dipatuhi, sebagaimana yang telah diterangkan dalam Alquran. Beberapa ayat Alquran yang membahas aurat di antaranya adalah surah Al-Ahzab ayat 59 dan surah An-Nur ayat 31. Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَاالنَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَا بِيْبِهِنَّ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

Artinya: “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab [33]:59).

وَقُلْ لِّـلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَـضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَآئِهِنَّ اَوْ اٰبَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَآئِهِنَّ اَوْ اَبْنَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَآئِهِنَّ اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِالتّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُـعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ۗ وَتُوْبُوْۤا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. An-Nur [24]:31).

Dari sini sudah jelas bahwa, semua wanita memiliki kewajiban menutup aurat. Dalam hal ini, ayat itu bukan hanya ditujukan kepada istri-istri Rasulullah SAW, melainkan juga kepada istri-istri orang mukmin. Sehingga ini merupakan salah satu dalil dari beberapa ayat yang ada di dalam Alquran terkait dengan kewajiban menutup aurat bagi para wanita Muslimah.

Batasan-batasan Aurat

Selanjutnya, yang perlu dipahami adalah batasan-batasan aurat bagi wanita yang harus diketahui. Para ahli hukum Islam berbeda pendapat dalam menentukan batasan-batasan aurat pada wanita, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa ulama wanita adalah seluruh anggota badan kecuali wajah.

Pendapat yang paling rajih di kalangan ulama Hanafi, bahwa aurat wanita adalah seluruh anggota tubuh hingga sampai rambutnya yang terurai, kecuali wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki (pergelangan hingga ujung kaki), baik bagian luar telapak kaki atau telapak kaki bagian dalamnya.

Sedangkan menurut Mazhab Syafi’i, aurat wanita adalah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Mazhab Hambali aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah. Sementara menurut Mazhab Maliki aurat terdiri dari seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangannya.

Terlepas dari itu semua, sedangkan aurat wanita saat salat terdiri dari seluruh tubuh kecuali bagian wajah, tangan, dan kaki. Jadi, wajib bagi seorang wanita yang pada saat salat harus menutupi tubuhnya dengan baik, yaitu menutupi seluruh bagian anggota tubuh kecuali wajah, tangan dan kaki. Bagian wajah wajib ditutupi dengan benar yaitu tidak ada rambut yang terlihat barang satu helai pun. Selain itu, bagian atas pergelangan tangan dan pergelangan kaki juga tidak boleh terlihat.

Rupanya, dalam kitab Maraqi al-Falah diterangkan bahwa, ketika melakukan salat, wanita wajib menutupi auratnya dengan baik tanpa ada orang lain yang hadir atau sebaliknya, dan terlepas dari apakah wanita tersebut menjalankan kewajiban salat dalam cahaya terang ataupun dalam keadaan gelap. Rincinya, untuk area di bawah dagu, batas aurat wanita saat salat dimulai dari titik di mana garis rambut biasanya tumbuh hingga bawah dagu, serta luasnya bagian antara kedua telinga.

Berpakaian Sesuai Syariat Islam

Berpakaian yang benar menurut syariat Islam adalah pertama, menutup aurat kecuali yang memang biasa terlihat. Sesuai dengan penjelasan terkait batasan-batasan aurat wanita. Dalam hal ini, wanita harus menggunakan pakaian yang panjang dan menutupi bagian anggota tubuh yang harus ditutupi kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Ahzab ayat 59.

Kedua, menggunakan pakaian yang longgar. Menutup aurat haruslah maksimal. Artinya, tutuplah dengan kain yang benar-benar bisa menutupi tanpa meninggalkan celah sedikitpun. Karena meskipun pakaian yang dikenakan telah menutupi aurat, tapi masih terlihat lekuk tubuhnya, hal tersebut akan bisa memancing syahwat laki-laki yang melihatnya.

Islam juga mewajibkan wanita untuk menggunakan pakaian yang longgar dan hal ini sejalan dengan ilmu kesehatan yang menganjurkan untuk mengenakan pakaian longgar, hal ini bertujuan agar tubuh kita memiliki ruang gerak yang bebas dan leluasa.

Ketiga, berpakaianlah yang sederhana dan tidak menyerupai laki-laki. Islam sangat membenci penyakit hati seperti iri, dengki, dan sombong. Oleh karena itu, cara berpakaian yang benar secara Islam haruslah dengan cara yang sederhana saja.

Karena demikian? Sebab, apabila wanita memakai pakaian yang berlebihan atau terlalu mencolok, maka akan lebih mudah menarik perhatian pandangan lawan jenis dan juga dapat menimbulkan penyakit hati seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Bahkan, secara tegas Islam melaknat perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki, begitupun sebaliknya. Hal ini dijelaskan secara gamblang dalam dua hadis, yaitu riwayat dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah yang berbunyi, “Rasulullah SAW akan melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria.”

Syahdan, sebagai generasi muslimah millenial, tentunya kita harus mampu membedakan pakaian-pakaian mana yang seharusnya kita kenakan, yang bisa menutupi aurat kita. Jangan hanya mengikuti tren fashion saat ini, tetapi melupakan ajaran Islam yang mewajibkan seorang wanita muslimah untuk menutup aurat agar tidak menarik perhatian lawan jenis. Sungguh yang demikian sangat tidak benar. Waalahu a’lam bisshawaab.

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال