Syajarah Ad-Durr Ratu Dinasti Mamluk Mesir Terhebat Sepanjang Sejarah Islam

KULIAHALISLAM Syajarah Ad-Durr merupakan Sultan pertama pendiri Daulah Mamalik di Mesir. Ia wanita kedua yang menjadi penguasa dalam sejarah Islam. Isham Chebaro, penulis buku “ As-Salatin Fi Al-Masyriq Al-Arab”, mengatakan bahwa Syajarah Ad-Dur merupakan seorang hamba sahaya yang berasal dari Armenia. 


Awalnya Syajarah Ad-Durr adalah istri Sultan Ash-Shaleh Ayyub, penguasa tertinggi dan terakhir Daulah Ayyubiah. Ash-Shaleh Ayyub meninggal dunia tanggal 2 Sya’ban 647 H/23 Januari 1249 M disaat kaum Muslimin dan tentara salib masih berlangsung. Wafatnya Ash-Saleh Ayyub membuat situasi negara mengalami kekacauan politik karena belum ada orang yang dapat menggantikannya memerintah negara sekaligus memimpin melawan tentara Salib.

Akan tetapi tiba-tiba istrinya bernama Syajarah Ad-Durr mengambil keputusan untuk mengangkat putra satu-satunya Ash-Saleh Ayyub yaitu Al-Muazhzham Turansyah untuk mengambil alih pemerintahan. Pada masa transisi pemerintahan tersebut, Syajarah Ad-Durr mengelola semua urusan publik bersama Wazir (Perdana Menteri) Fakhruddin Yusuf. Selanjutnya, setelah Turan Shah, saudara laki-laki Salahuddin al-Ayubi dan pemimpin tertinggi Dinasti Mamluk Bahri  tiba di Mesir, ia menyiapkan rencana militer yang dapat mengalahkan tentara Salib. Syajarah Ad-Durr menyerahkan kekuasaan negara pada Turan Sah.Tentara Salib berhasil dipukul  mundur Turan Sah dan Raja Louis IX berhasil ditawan, dengan demikian Perang Salib pun berakhir saat itu.

Berakhirnya Daulah Ayyubiah

Turan Sah memimpin Daulah Ayubiah dengan sangat buruk karena ia memiliki sifat menyebalkan, angkuh dan sombong dan minim pengetahuan politik serta pemerintahan. Ia tidak menghargai perjuangan para pasukan Mamluk atas perang salib. Turan Shah juga menuduh Syajarah Ad-Durr menggelapkan kekayaan ayanya. Syajarah Ad-Durr menjalin kerjasama dengan pasukan Mamluk untuk menghabisi Turan Shah sebelum Turan Shah menghabisi mereka. 

Senin 28 Muharam 648 H/2 Mei 1250 M,  pasukan Mamluk yang dipimpin Farisuddin Aqthai, Baybars Al-Bunduqdari, Qalawun Ash-Shalihi dan Aibak Turkmani bekerjasama dengan Syajarah Ad-Durr melakukan konspirasi untuk membunuh Turan Shah yang berada di Fasakur.

Baybars Al-Bunduqdari menyerbu masuk ke dalam tenda Turan Sah dengan pedangnya. Turan Sah menangkis sabeten pedang tersebut hingga jari tangannya putus. Ia berusaha melarikan diri ke menera kayu tapi tentara Mamluk membakarnya bersama menara sehingga ia lompat dari menara kayu yang terbakar dan terjatuh ke Sungai Nil,  tentara Mamluk menghujaninya dengan panah. 

 Ia sempat memohon agar tidak dibunuh dan berkata ia siap turun tahta tetapi Baybars tetap membunuhnya dan jasadnya dibiarkan di sungai Nil sampai Khilafah Dinasti Abasiyah turun tangan mengubur Turan Sah. Dengan berakhirnya Turan Sah maka berakhir pemerintahan Dinasti Ayyubiah.

Syajarah Ad-Durr (648 M/1250 M)

Setelah kematian Turan Sah, Mamluk menjadi pemegang otoritas dan memiliki pengaruh dan tentara Mamluk memilih Syajarah Ad-Durr untuk mengambil alih tahta kesultanan. Syajarah Ad-Durr merupakan budak berdarah Armenia dan Turki. Ia dibeli oleh Ash-Shaleh Ayyub dan menikahinya. Syajarah Ad-Durr memegang kendali Mesir dengan kuat dan memiliki politik yang baik. Pada saat ia berkuasa, ia menghadiahkan uang dan tanah kepada tentara Mamluk hingga membuat mereka senang. Ia diangkat sebagai Sultan tanggal 2 Shafar 648 H/06 Mei 1250 M.

Pada saat itu Raja Louis IX berada dalam tawanan orang-orang Islam di Mansurah namun daerah Dimyath masih masih menjadi pangkalan tentara Salib Prancis. Hal ini menjadi ancaman langsung bagi Mesir dan Mamluk terutama jika Eropa bergerak mengirim pasukan lain. 

Syajarah Ad-Durr dan Mamluk diwakili Amir Husamuddin Muhammad bin Ali Al-Hidzbani membuka negoisasi dengan pasukan Salib. Mereka mengutus delegasi Malik Ash-Shaleh dan Raja Louis IX mengutus delagasi yang terdiri dari Wiliam (Raja Netherland), John Count of Soisson, Baldwin Dublin dan saudaranya Jei Dublin.

Kesepakatan pun terjalin di antara kedua pihak. Isi dari kesepakatan itu adalah Raja Louis IX mengembalikan kota Dimyath ke tangan Mesir, membebaskan tahanan Muslim, tidak menyerang kawasan pesisir Islam, membayar uang sebesar 500 ribu Dinar sebagai imbalan pembebasan Raja Louis IX dan para tahanan Kristen yang ditahan sejak masa pemerintahan Al-Malik Al-Adil Al-Ayubiyyah dan sekaligus konpensasi atas penjarahan pasukan salib di Dimyath.

 Raja Prancis harus membayar setengah dari jumlah yang disepakati segera sedangkan setengah lagi dibayarkan setelah dia meninggalkan Mesir dan tiba di Akka. Umat Islam berkomitmen merawat orang-orang tentara Salib yang sakit di Dimyath, jangka waktu perjanjian 10 tahun.Ratu Prancis yaitu Marguerite de Provence menyepakati dan membayar uang tebusan suaminya Raja Louis IX. Pada tanggal 3 Shafar 648 H/7 Mei 1250 M, Raja Louis IX mengirim Geofare de Sagin ke Dimiyath untuk menyerahkannya secara resmi kepada umat Islam.

Syajarah Ad-Durr Mengundurkan Diri

Pada Saat Syajarah Ad-Durr memegang tampuk kekuasaan, orang-orang selalu mendoakannya setelah Shalat, mereka berdoa : “ Ya Allah…jagalah pemimpin tentara Shalahiyah, ratu kaum Muslimin, pemelihara urusan dunia dan agama, dengan menggunakan Hijab yang rapi, menutup tubuh dengan cantik, ibunda dari Khalil, istri dari Sultan Al-Malik Ash-Shalih”. Khalil sendiri merupakan putra Sultan Al-Malik Ash-Shalih yang meninggal saat kecil.  Namanya terukir indah di setiap uang koin pada zaman itu.

Banyak terjadi pergolakan setelah Syajarah Ad-Durr naik tahta. Sebagian tentara Mamluk tidak setuju pembebasan Raja Loius IX dan sebagian Ulama menentang kepemimpimpiannya sebab ia seorang perempuan serta Amir-Amir kecil dari Ayubiah ingin megambil alih kekuasannya. Khilafah Abbasiyah di Irak menentang kepemimpinan Syajarah Ad-Durr, mereka mengambil Hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam : “ Tidak akan baik keadaan suatu kaum yang mengangkat wanita sebagai pemimpin yang mengurusi mereka”.

Setelah 80 hari Syajarah Ad-Dur naik tahta, ia mengundurkan diri dari tahta kerajaan. Para petinggi Mamluk menyarankan ia menikahi Izzuddin Aybak At-Turkmani Ash-Shalih dan setelah itu Syajarah akan mengalihkan kekuasaannya pada suaminya Izuddin Aybak. Izuddin Aybak At-Turkami Ash-Salih sengaja dipilih Mamluk karena ia dianggap lemah sehingga nantinya Mamluk dengan mudah melengserkannya.

Setelah pernikahan mereka, Izuddin Aybak naik tahta. Perpecahan kaum Muslimin dimanfatkan tentara salib untuk menyerang kembali umat Islam. Disisi lain Sultan Izuddin berniat menceraikan Syajarah Ad-Dur dan menikahi putri Sultan  Mosul. Mengetahui rencana Sultan Izuddin, Syajarah pun akhirnya membunuh suaminya pada bulan April 1257 M/655 H. Awalnya ia berusaha menutupi perbuatannya dengan cara merekayasa pembunuhan tersebut dengan mengatakan bahwa suaminya tewas terjatuh dari kuda.

Namun para Mamalik akhirnya berhasil membuatnya mengakui bahwa ia telah membunuh suaminya. Syajarah Ad-Durr dihukum para Mamalik atas perbuatannya, ia dipenjara di dalam menara benteng lalu mengangkat Ali putra Izzuddin Aybak untuk menjadi Sultan. Sebagian pasukan Mamalik tidak setuju kalau Syajarah Ad-Durr dihukum karena ia memiliki jasa besar atas Kesultanan Dinasti Mamalik dan Mesir. Ummu Ali yang merupakan istri pertama Izzudin Ayabak membalas dendam, ia menyuruh pelayan ramai-ramai memukuli Syajarah Ad-Durr hingga tewas dan jasadnya dilemparkan dari atas benteng hingga berhari-hari jasadnya dibiarkan sampai membusuk, kemudian baru dimakamkan.

Imam Adz-Dzahabi mengatakan “ Ia dimakamkan dekat pemakaman Sayidah Nafisah, selama hidup, ia meminjamkan banyak harta dan perjalanan hidupnya cukup baik namun ia harus meninggal karena kecemburuan”. Ibnul Imad berkata “ Syajarah Ad-Durr memiliki keperibadian yang sangat baik, cerdas, pandai dan pintar. Namanya pernah disebutkan dalam doa-doa dan mimbar-mimbar, ia pernah menjadi ratu”.

 

 


Sumber : Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, dalam buku “Bangkit dan Runtuhnya Bangsa Mogol” dan  Dr. Muhammad Suhail Taqqusy dalam buku “Bangkit dan Runtuhnya Dinasti Mamaluk”, diterbitkan Pustaka Al-Kautsar

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال