Muharram Mengingatkan Kita Pada Cucu Nabi: Hasan dan Husen


Kita tahu, Sayyidina Hasan dan Husen adalah sahabat sekaligus cucu Rasulullah SAW. Keduanya adalah belahan hati Rasulullah SAW dan pemimpin para pemuda ahli surga. Ayah mereka adalah pemimpin besar, yaitu Ali ibn Abu Thalib. Sementara, ibu mereka Fatimah Az-Zahra, putri kesayangan Rasulullah dan pemimpin wanita surga.

Ummu al-Fadhl, istri al-Abbas, berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, aku bermimpi, salah seorang anggota keluargamu tinggal di rumahku.” Rasulullah menjawab, “Mimpimu itu benar. Fatimah akan melahirkan seorang anak. Susuilah anaknya.” Tak lama kemudian Fatimah melahirkan al-Hasan dan Ummu al-Fadhl menyusuinya.

Dan ketika Husen lahir, kami (juga) memberinya nama Harb, akan tetapi kemudian Rasulullah SAW datang dan bersabda, “Mana anakku! Apa nama yang kalian berikan untuknya?” Aku menjawab, “Aku menamainya Harb.” Beliau bersabda, “Jangan, namanya adalah al-Husen.”

Begitu pun ketika anak kami yang ketiga lahir. Rasulullah saw. datang dan bersabda, “Mana anakku! Apa nama yang kalian berikan untuknya?” Aku menjawab, “Aku menamainya Harb.” Nabi bersabda, “Bukan, tetapi namanya al-Muhsin.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Aku menamai mereka dengan nama anak-anak Harun, yaitu Syubbar, Syubbair, dan Musyabbir.”

Nabi Muhammad SAW merayakan kelahiran cucunya itu, kemudian menyembelih hewan akikah pada hari ketujuh kelahirannya, mencukur rambutnya, dan bersedekah dengan seharga perak seberat potongan rambutnya itu. Wajah al-Hasan begitu mirip dengan Rasulullah SAW Al-Zuhri meriwayatkan bahwa Anas berkata, “Wajah al-Hasan ibn Ali begitu mirip dengan wajah Rasulullah SAW.”

Imam al-Tirmidzi juga meriwayatkan sebuah hadis dari Abdullah ibn Abdurrahman dari Ubaidillah ibn Musa dari Israil dari Ibn Ishaq dari Hani ibn Hani bahwa Ali ibn Abu Thalib RA berkata, “Kemiripan al-Hasan dengan Rasulullah SAW mulai dari dada ke atas, sedangkan al-Husen dari dada ke bawah.”

Ibn al-Atsir meriwayatkan dari Ibn al-A’rabi dari al-Mufadhdhil yang berkata bahwa Allah telah menghijab nama al-Hasan dan al-Husen sampai Rasulullah memberikan nama tersebur untuk kedua cucunya, al-Hasan dan al-Husen. Ibn al-Atsir bertanya kepada Ibn al-A’rabi, “Siapakah (dari keduanya) yang lebih dahulu?” Ibn al-A’rabi menjawab, “Hasan dengan sukun pada huruf sin, dan Hasin dengan fathah pada huruf ha dan kasrah pada huruf sin.”

Iya begitulah cerita kelahiran Hasan dan Husen. Rasulullah sangat menyukai cucunya itu sehingga diriwayatkan bahwa, nabi sering mencium buih yang keluar dari mulut si bayi. Diriwayatkan juga bahwa, Rasulullah sering mengisap lidah si kecil, memeluk, dan menggendongnya. Begitu pun juga, ketika Rasulullah bersujud, si kecil al-Hasan naik ke punggungnya sehingga Nabi SAW memanjangkan sujud menunggu si kecil turun dari punggungnya. Bahkan, Rasulullah sering menaikkannya ke mimbar ketika berkhutbah.

Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari al-Hasan ibn Urfah dari Ismail ibn lyasy dari Abdullah ibn Utsman ibn Khutsaim dari Said ibn Rasyid dari Ya’la ibn Murrah bahwa, Rasulullah SAW bersabda, “Husain adalah bagian dariku dan aku bagian dari Husain. Allah mencintai orang yang mencintai Husain, Husain adalah cucu dari segala cucu.”

Syahdan, suatu waktu Nabi SAW menggendong salah satu cucunya melintasi pasar menuju masjid untuk salat. Sebelum salat, beliau mendudukkan cucunya di sisinya dengan penuh kelembutan kemudian mengimami kaum muslim. Ketika itu, tidak seperti biasanya, Rasulullah SAW memanjangkan sujudnya.

Rupanya, usai salat, sebagian sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, engkau sujud lebih panjang dari biasanya hingga kami mengira telah terjadi sesuatu atau engkau mendapat wahyu.” Nabi menjawab, “Bukan, bukan itu yang terjadi. Namun, si kecil naik ke punggungku dan aku tak mau mengganggunya hingga ia turun sendiri.”

Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa ketika Nabi berkhutbah, al-Hasan dan al-Husen mendekati beliau seraya merengek. Nabi SAW turun dari mimbar kemudian menggendong kedua anak kecil itu, dan melanjutkan khutbahnya: “Shadaqallahu, Mahabenar Allah yang berfirman: sesungguhnya harta dan anak-anak ini adalah fitnah. Aku melihat kedua anak kecil ini berjalan seraya merengek sehingga aku tidak sabar dan menghenrikan khutbahku.”

Dalam riwayat lain dikisahkan bahwa, Rasulullah SAW keluar dari rumahnya untuk memenuhi undangan makan dari salah seorang sahabat. Di tengah perjalanan, nabi melihat al-Husain sedang bermain dengan dua anak kecil lain. Rasulullah SAW mendekatinya dan menjulurkan kedua tangannya untuk memeluknya.

Namun, si kecil berlari ke sana ke mari sambil tertawa-tawa hingga akhirnya Rasulullah dapat menangkapnya. Salah satu tangan Rasulullah memegang tengkuk si kecil dan tangan lainnya memegang dahinya. Lalu Rasulullah SAW menciumnya dan berkata, “Husen dariku dan Aku dari Husen. Allah akan mencintai siapa saja yang mencintai Husain.”

Ibn al-Atsir menceritakan bahwa, al-Hasan ibn Ali sering melakukan perjalanan ibadah haji dengan berjalan kaki. la pernah berkata, “Aku sungguh malu kepada Tuhanku jika aku datang berjumpa dengan-Nya kelak sedangkan aku tidak berjalan kaki menuju rumah-Nya.”

Hasan memiliki perangai yang lemah lembut, dermawan, dan sangat lunak. la sama sekali tidak tertarik terhadap dunia. Abu Bakrah menuturkan, “Suatu ketika Rasulullah naik mimbar, kemudian bersabda, “Putraku ini adalah pemimpin. Melaluinya Allah mendamaikan dua golongan besar.”

Dan sungguh benar sabda Rasulullah SAW itu. Kelak, setelah Ali ibn Abu Thalib wafat, al-Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah meskipun ia tidak suka melakukan itu, semata-mata demi kesatuan dan kedamaian umat Islam.

Mush’ab al-Zubair ibn Bikar mengatakan bahwa, al-Hasan melakukan ibadah haji sebanyak 25 kali dengan berjalan kaki. Dan menurut satu pendapat, orang yang meracuni al-Hasan adalah Ji’dah bint al-Asy’ats, istrinya sendiri.

Menjelang kematiannya, Hasan berkata kepada saudaranya, Husen, “Saudaraku, aku telah minum racun tiga kali.” Husen bertanya, “Siapa yang meracunimu?” Lalu Hasan menjawab “Memangnya apa yang akan kaulakukan. Kau akan memerangi mereka? Aku sudah pasrahkan urusan mereka kepada Allah.” Setelah mengucapkan kata-kata itu, ruhnya yang suci pergi menghadap Ilahi, dan Husen menguburkan jenazah saudara tercintanya di pemakaman Baqi.

Berbeda dengan kematian Husen. Setelah Hasan meninggal, Husen enggan untuk membaiat Yazid ibn Muawiyah. Penduduk Kuffah, yang saat itu dipimpin oleh Ubaidillah ibn Ziyad, menulis surat kepada Husen memintanya datang ke Kuffah agar mereka bisa membaiatnya.

Namun, sebelum tiba di kota itu, rombongannya dicegat pasukan Yazid yang dipimpin oleh Umar ibn Sa’d. Mereka meminta Husen agar tunduk kepada Ibn Ziyad, akan tetapi ia menolak. Akhirnya, terjadilah peristiwa pembantaian yang mengerikan. Husen dibunuh bersama 19 orang keluarganya dan 52 orang sahabatnya. Hingga mereka berhasil memenggal kepala cucu nabi tercinta itu, dan menyerahkannya kepada Ibn Ziyad.

Ibn al-Atsir dalam Asad Al-Ghabah menuturkan, bahwa yang membunuh Sayyidina Husen adalah Sinan ibn Anas al-Nakha’i. Dan, tidak ada yang menunggu para pembantaian itu kelak di akhirat, kecuali hanyalah sebuah siksaan yang begitu sangat pedih. Wallahu a’lam bisshawab.

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال