Mengenal Perbedaan Konsep Ilmu Makkiyah dan Ilmu Madaniyah dalam Islam


Penulis: Nizhar Khasyiya Rahman Al-Haris*

Ilmu Makki dan Madani merupakan di antara salah satu topik perbahasan yang terdapat dalam Ulum Alquran. Jika ditelusuri kitab-kitab tradisional, kita dapat lihat perbincangannya berlegar di dalam ruang lingkup pendefinisian, metode ulama dalam mengenali Makki dan Madani, ciri-ciri dan gaya bahasa surah-surah Makkiyah dan Madaniyyah, klasifikasi surah-surah Makkiyyah dan Madaniyyah serta kepentingan mempelajari Ilmu Makki dan Madani (Al Zarkasyi, 1953, Al Suyuti, 1974 & Al Zarqani, 1943). 

Ilmu-ilmu tradisional Islam ini merupakan satu warisan agama yang perlu dipelihara serta dihidupkan sesuai dengan peredaran zaman dan ia adalah apa yang dimaksudkan dengan merelevansikan ilmu-ilmu Islam.

Pengertian Ilmu Makki dan Madani

Al Suyuti (1974) mengatakan bahwa para ulama terbagi kepada tiga pendapat dalam memahami al-Makki dan al-Madani. Pendapat yang paling masyhur menyatakan bahwa al-Makki adalah apa-apa ayat atau surah yang diturunkan sebelum hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah manakala al-Madani adalah apa yang diturunkan selepas penghijrahan, sama ada ianya diturunkan di Madinah mahupun di Mekah, pada tahun pembukaan Kota Mekah mahupun pada tahun hajj al-Wada’ dan walaupun ianya diturunkan pada mana-mana siri permusafiran baginda Rasulullah SAW.

Pendapat kedua pula berpendapat bahawa al-Makki adalah apa-apa ayat atau surah yang diturunkan di Mekah walaupun proses penurunan tersebut berlaku selepas penghijrahan Baginda SAW manakala al-Madani adalah apa yang diturunkan di Madinah.

Manakala pendapat ketiga berpendapat bahawa al-Makki adalah apa yang ditujukan kepada penduduk Mekah manakala al-Madani adalah apa yang ditujukan kepada penduduk Madinah.

Sekiranya diteliti ketiga-tiga pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahawa pendapat pertama merupakan pendapat yang paling rajih serta menjadi pegangan majoriti ulama (Fadhal Hassan Abbas, 1997). Hal ini kerana, pendefinisian al-Makki dan al-Madani daripada sudut masa ia diturunkan adalah lebih holistik dan mencakupi ayat-ayat yang diwahyukan oleh Allah SWT. 

Manakala pendapat kedua tertolak sama sekali kerana terdapat ayat-ayat Alquran yang diturunkan di tempat selain Mekah dan Madinah. Kelompongan yang sama juga terdapat pada pendapat ketiga kerana terdapat ayat-ayat Alquran yang ditujukan kepada selain masyarakat Mekah atau masyarakat Madinah.

Para ulama antusias untuk menyelidiki surat-surat Makkiyah dan Madaniyah. Mereka meneliti Alqur'an ayat demi ayat dan surat demi surat untuk ditertibkan sesuai dengan turunnya, dengan memperhatikan waktu, tempat, dan pola kalimat. Lebih dari itu, mereka mengumpulkan antara waktu, tempat dan pola kalimat. 

Cara demikian merupakan suatu kecermatan yang memberikan kepada peneliti gambaran mengenai kebenaran ilmiah tentang ilmu Makkiyah dan Madaniyah. Itulah sikap ulama kita dalam melakukan pembahasan-pembahasan terhadap Alqur'an dan juga masalah lain.

Abul Qasim Al Hasan bin Muhammad bin Habib An Naisaburi menyebutkan dalam kitabnya At-Tanbih 'Ala fadhli Ulum Alqur'an, 

"Di antara ilmu-ilmu Alqur'an yang paling mulia adalah ilmu tentang nuzul Alqur'an dan wilayahnya; urutan turunnya di Makkah dan Madinah, tentang hukumnya yang diturunkan di Makkah tetapi mengandung hukum Madani dan sebaliknya; yang diturunkan di Makkah, tetapi menyangkut penduduk Madinah dan sebaliknya; serupa dengan yang diturunkan di Makkah, tetapi pada dasarnya termasuk Madani dan sebaliknya. Juga, tentang yang diturunkan di Juhfah, di Baitul Maqdis, di Tha'if atau di Hudaibiyah. Demikian juga tentang yang diturunkan di waktu malam, di waktu siang; diturunkan secara bersama-sama," atau yang turun secara tersendiri; ayat-ayat Madaniyah dalam surat-surat Makkiyah; ayat-ayat Makkiyah dalam surat-surat Madaniyah; yang dibawa dari Makkah ke Madinah dan yang dibawa dari Madinah ke Makkah; dan yang dibawa dari Madinah ke Habasyah;" yang diturunkan dalam bentuk global dan yang telah dijelaskan; serta yang diperselisihkan sehingga sebagian orang mengatakan Madani dan sebagian lagi mengatakan Makki. Itu semua ada dua puluh lima macam. Orang yang tidak mengetahuinya dan tak dapat membeda-bedakannya, ia tidak berhak berbicara tentang Alqur'an."

Ciri-ciri Makki

  1. Ayat dan surahnya pendek dan susunannya luwes dan jelas.
  2. Ayat-ayatnya lebih puitis (bersajak), karena yang ditantang adalah masyarakat yang ahli dalam membuat puisi.
  3. Makiyyah banyak menyebut qasam (sumpah), tasybih (penyerupaan), dan amtsal (perumpamaan).
  4. Gaya bahasa al-Makkiyah jarang bersifat konkret, realistis dan materialis, terutama ketika berbincang tentang kiamat.
  5. Surah-surah al-Makkiyah mengandung lafadz kalla, yaitu di dalam Alquran lafadz ini berulang sebanyak 33 kali dalam 15 surah.
  6. Surah-surahnya mengandung seruan (يأيها الـناس) “Hai sekalian manusia”, dan tidak mengandung seruan (يأيها الذين آمنوا) “Hai orang orang yang beriman.”

Mengajak kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai kebenaran risalah, kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan mala petakanya, neraka dan siksaannya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.

Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat; dan penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zhalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya

Ciri-ciri Madani

  1. Surah-surahnya berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta kemasyarakatan dan kenegaraan.
  2. Surah-surahnya mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian.
  3. Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik termasuk Madaniyyah, kecuali surat Al-Ankabut yang di nuzulkan di Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang termasuk Madaniyyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
  4. Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba, dan lain-lain.
  5. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam menerangkan hukum-hukum agama.

Perbedaan antara Makki dan Madani 

Kebanyakan ayat-ayat makiyyah memakai konteks kalimat tegas dan lugas karena kebanyakan objek yang di dakwahi menolak dan berpaling, maka hanya cocok mempergunakan konteks kalimat yang tegas. Baca: Al-Mudatsir, Al-Qamar.

Sedangkan ayat-ayat madaniyyah kebanyakan mempergunakan konteks kalimat yang lunak karena kebanyakan objek yang di dakwahi menerima dan taat. Baca: Al-Maa’idah.

Kebanyakan ayat-ayat makiyyah adalah ayat-ayat pendek dan argumentif, karena kebanyakan objek yang di dakwahi mengingkari sehingga konteks ayat mengikuti kondisi yang berlaku Baca: At-Thurr. 

Sedangkan ayat-ayat madaniyah kebanyakan panjang-panjang serta menjelaskan hukum dengan terang dan menggunakan ushlub yang terang pula. Baca: Al-Baqarah.

Kebanyakan ayat-ayat makiyyah berisikan penetapan tauhid dan akidah yang benar, khususnya yang berkaitan dengan Tauhid Uluhiyyah dan Iman kepada hari kebangkitan sedangkan ayat-ayat madaniyyah kebanyakan berisikan perincian masalah ibadah dan muamalah karena objek yang di dakwahi sudah memiliki akidah dan tauhid yang benar sehingga mereka membutuhkan perincian mengenai Ibadah dan Muamalah.

Ayat-ayat madaniyyah menjelaskan secara rinci tentang jihad beserta hukum-hukumnya dan kaum munafik beserta segala permasalahannya karena kondisi memang menuntut demikian. Hal itu timbul ketika disyari’atkannya jihad dan timbulnya kemunafikan. Berbeda halnya dengan surat makiyyah.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال