Sejarah Kodifikasi Alquran Pertama Setelah Wafatnya Rasulullah


Penulis: Wachyu Ambarwati*

Upaya kodifikasi Alqur’an dilakukan pada masa Rasulullah SAW dan pada masa khulafaur Rasyidin. Setiap upaya dalam kodifikasi Alqur’an memiliki ciri khas dan keistimewaan masing-masing, kodifikasi pertama dilakukan pada masa khalifah Abu Bakar. 

Adapun penulisan Alqur’an dilakukan pada masa nabi Muhammad SAW dengan cara menghafal, mencatat, serta menyusun urutan wahyu ayat dan surah dalam mushaf sesuai petunjuk langsung dari Rasulullah SAW. 

Setelah wafatnya Rasulullah kepemimpinan umat Islam beralih kepada sahabat Abu Bakar As-Shiddiq. Pada saat kepemimpinan khalifah pertama ini terdapat berbagai tantangan sosial politik yang luar biasa.

Adapun salah satu problem besar yang dihadapi khalifah Abu Bakar yaitu peperangan sahabat dengan kelompok pembangkang (murtad) dari beberapa suku di Arab pengikut Musailamah Al-Kadzab yang terjadi di Yamamah, sehingga perang ini disebut dengan perang Yamamah. 

Ketika perang Yamamah berlangsung dengan sengit dan menyebabkan banyaknya para sahabat ahli Alqur’an yang gugur dalam peperangan tersebut. Jumlah sahabat yang gugur yaitu mencapai 70 sahabat, hal ini membuat kekhawatiran atau keresahan umat Islam. 

Sehingga sahabat khalifah Umar bin Khatab menemui khalifah Abu Bakar, ia merekomendasikan kepada khalifah Abu Bakar guna melakukan kodifikasi terhadap Alqur’an karena khawatir dengan banyaknya sahabat ahli Alqur’an yang gugur sehingga menyebabkan musnahnya Alqur’an.

Pada awalnya khalifah Abu Bakar bingung dan ragu dengan usulan khalifah Umar bin Khatab, ketika Khalifah Umar berhasil meyakinkan dan menjelaskan dari segi kemaslahatannya akhirnya khalifah Abu Bakar mulai yakin dan hati, pikirannya terbuka. 

Kemudian memanggil sahabat yaitu Zaid bin Tsabit untuk mengodifikasi Alqur’an dalam sebuah mushaf. Dalam salah satu riwayat Bukhari bahwa Zaid bin Tsabit bimbang dan ragu tetapi kemudian hati dan pikirannya terbuka.

Dalam salah riwayat yang cukup panjang, Zaid bin Tsabit menceritakan perjalanan dalam menunaikan amanah tersebut ia berkata, 

“Abu Bakar memberitahukan kepadaku tentang orang yang gugur dalam perang Yamamah. Sementara itu, sahabat Umar telah datang kepadaku dan berkata: pertempuran Yamamah telah mengakibatkan banyaknya penghafal Alqur’an yang gugur. Saya khawatir akan akan bergugurnya para penghafal yang lain dalam peperangan-peperangan lain sehingga banyak bagian Alqur’an yang hilang. Saya sarankan anda untuk memerintahkan pengumpulan Alqur’an. Kemudian aku berkata kepada Umar “Bagaimana mungkin aku malakukan sesuatu yang Rasulullah tidak pernah melakukan?” Umar berkata: Demi Allah ini merupakan hal yang baik. Umar terus mendesak untuk melakukan hal tersebut, sampai akhirnya Allah SWT melapangkan hatiku dan juga menyambut baik pendapat Umar.”

Selanjutnya Zaid berkata: “Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku; “Sesungguhnya kamu adalah pemuda yang cerdas dan aku tidak meragukan kemampuanmu. Kamu dului merepukan penulisa wahyu untuk Rasulullah saw., sekarang telusuri jejak Alqur’an dan kumpulkanlah dalam satu mushaf. Zaid menjawab; “Demi Allah, seandainya aku disuruh memindahkan gunung, maka pekerjaan ini tidak lebih berat dari pada perintah yang dibebankan kepadaku (mengumpulkan Alqur’an). Lalu zaid berkata: Kenapa anda berdua (Abu Bakar dan Umar) melakukan sesuatu yang Rasulullah tidak pernah melakukan? Abu Bakar menjawab : Demi Allah itu adalah pekerjaaan yang baik. Setelah berulangkali Abu Bakar mendesakku, akhirnya Allah SWT melapangkan hatiku sebagaimanna dilapangkannya hati Abu Bakar dan Umar .

Kemudian Zaid bin Tsabit menelaah Alqur’an yang tertulis seperti terletak di atas pelepah kurma, batu-batu tulis, dan juga yang tersimpan dalam dada-dada para sahabat atau yang disebut dengan hafalan para sahabat. Setelah itu dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit dan akhirnya ia menemukan dua ayat bagian akhir surah at-Taubah pada catatan Abu Khuzaimah al-Anshari yang tidak didapatkan pada orang lain yaitu at-Taubah ayat 128-129.

Pada saat menjalankan tugasnya, Zaid mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh Abu Bakar dan Umar yaitu mengumpulkan Alqur’an dengan kehati-hatian dan tingkat akurat yang sangat tinggi. Yaitu tidak hanya bersumber dari hafalan dan catatan yang telah dibuat oleh Zaid sendiri, akan tetapi harus berasal dari dua sumber yaitu:

Tulisan atau catatan yang pernah dibuat pada zaman Rasulullah Hafalan para sahabat yang setiap sumber harus disertakan atau dikuatkan dengan dua orang saksi yang dapat dipercaya.

Zaid bin Tsabit akhirnya berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hingga tersusunlah sebuah mushaf dengan tingkat akurasi yang tinggi dari sumber mutawatir dan diterima oleh umat Islam secara ijma’. Dan apabila terdapat ayat-ayat Alqur’an yang telah di nasakh maka tidak lagi dituliskan. Ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa dengan urutan berdasarkan petunjuk nabi Muhammad SAW namun surah demi surah belum tersusun sebagaimana seharusnya.

Demikianlah mushaf yang telah tersusun atas prakarsa atau ide dari khalifah Umar bin Khatab dan atas bimbingan khalifah Abu Bakar yang memerintahkan tugas mulia kepada Zaid untuk menghimpun lembaran-lembaran Alqur’an dan bantuan dari para sahabat. 

Selanjutnya mushaf tersebut disimpan oleh khalifah Abu Bakar, ketika Abu Bakar meninggal mushaf disimpan oleh Umar dan setelah Umar meninggal, mushaf disimpan oleh Hafshah. Dalam upaya kodifikasi Alqur’an ini tidah hanya sampai pada masa khalifah Abu Bakar saja tetapi berkelanjutan sampai pada masa khalifah Utsman bin Affan yang disebut dengan upaya kodifikasi Alqur’an yang kedua.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال