Perbedaan Pendapat Ulama Terkait Cara Mengetahui Ayat Mutasyabih


Penulis: Rhike Anggraini Devi Safitri*

Perbedaan pendapat tidak lepas dari lini kehidupan masyarakat. Berbagai persoalan akan suatu hal di perdebatkan untuk kemaslahatan bersama. Perbedaan pedapat juga dirasakan para ulama dalam, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi ayat-ayat Alqur’an untuk mengetahui bagaimana cara mengetahui ayat mutasyabih

Dikutip dari kitab “Mabahits Fi Ulumil Qur’an” karya Syekh Manna Al-Qatthan terjemahan Ummul Qura, Mutasyabih menurut epistemologi berarti tasyabuh yang artinya bila satu dari dua hal serupa dengan yang lain. 

 Dan syubhah adalah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya diantara keduanya. 

Dikatakan pula mutasyabih adalah mutamatsil (menyerupai) dalam perkataan dan keindahan. Jadi, tasyabuh al-kalam adalah kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagaiannya membenarkan sebagaian yang lain serta sesuai pula maknanya.

Dalam hal ini ayat mutasyabih diperselisihkan para ulama, Penyebab adanya perbedaan ini adalah perbedaan pendapat terkait waqaf (tanda berhenti) pada firman Allah Swt. Surah Ali Imran Ayat 7:

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ مِنْهُ اٰيٰتٌ مُّحْكَمٰتٌ هُنَّ اُمُّ الْكِتٰبِ وَاُخَرُ مُتَشٰبِهٰتٌ ۗ فَاَمَّا الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاۤءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاۤءَ تَأْوِيْلِهٖۚ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهٗٓ اِلَّا اللّٰهُ ۘوَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِهٖۙ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۚ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَاب

Artinya:

"Dialah yang menurunkan kitab (Alqur’an) kepadamu (Muhammad). Diantaranya ada ayat-ayat muhkamat, itulah pokok-pokok kitab Alqur’an dan yang lain mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-cari tawilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah SWT. Dan orang - orang yang ilmunya mendalam berkata, “kami beriman kepadanya (Alqur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami. “tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.”

Apakah kalimat, “dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata” sebagai mubtada, dan khobarnya adalah “kami beriman kepadanya (Alqur’an), semuanya dari sisi Rabb kami. Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang yang berakal.

Huruf wawu di dalam ayat tersebut adalah wawu istinaf (huruf permulaan)? Ataukah waqaf pada firman-Nya, “Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti yang mutasyabihat”? Ataukah kalimat tersebut di athaf kan, sementara kalimat wa yaquluun seebagai hal dan waqaf pada firman-Nya, Dan orang - orang yang ilmunya mendalam berkat ?

Pendapat pertama (wawu didalam ayat adalah wawau istinaf) dianut oleh sekelompok ulama, diantaranya Ubay Bin Ka’Ab, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan sejumlah sahabat, juga dari kalangan tabi’in dan lainnya. Mereka bersandar pada semisal Riwayat hakam dalam Al-Mustadrak, dari ibnu Abbas, bahwa ia membaca:

وَمَا يَعلَمُ تَأوِيْلَهُ إِلاّ اللّهُ ، وَيَقُوْلُ الرّسِخُونَ فِى العِلْمِ آمَنّاَ بِهِ

 Artinya:

"Dan tidak ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Allah Swt. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “kami beriman kepadanya (Alqur’an)."

Pendapat kedua (huruf wawu) didalam ayat adalah wawu athaf) dianut oleh sekelompok ulama yang mempelopori para mujahid. Diriwayatkan dari mujahid, bahwa ia berkata, “aku memperlihatkan mushaf epada Ibnu Abbas dari Al-Fatihah sampai surah terakhir. Aku berhenti disetiap ayat dan bertanya kepadanya tentang tafsirnya.” 

Pendapat ini dipilih oleh Imam Nawawi. Ia menyatakan dalam Syarah muslim, “inilah pendapat yang paling sahih, karena mustahil Allah berbicara kepada hamba-hamba-Nya dengan kata-kata yang tidak diketahui seorang pun."

Berbagai persoalan terjadi dan perbedaan dalam ayat mutasyabih. Untuk menyikapi tersebut, beberapa metode dan sikap dapat diterapkan. 

Pertama, mengimani mempercayai dan menyakini makna yang terkandung di dalamnya bukanlah makna lahiriyah yang merupakan sifat-sifat jism (sesuatu yang memiliki ukuran dan dimensi), akan tetapi memiliki makan keagungan dan kesucian Allah tanpa menentukan, menetapkan makna tersebut. metode ini digunakan sebagian ulama salaf pada abad tiga hijriyah.

Kedua, menggunakan metode takwil. metode ini digunakan ulama khalaf dengan cara menentukan makna-makna ayat mutasyabih secara terperinci sesuai penggunaan kata dalam Bahasa Arab. 

Sebagian ulama salaf seperti Ibnu ‘Abbas, Ahmad bin Hanbal, Al-Bukhari juga menggunakan metode ini. Metode ini tepat digunakan khususnya kalangan orang-orang awam untuk menjaga dan membentengi diri dari gonjangan akidah mereka.

Perbedaan pendapat memang ada di kalangan ulama, akan tetapi perbedaan tersebut bertujuan untuk kemaslahatan umat, cara mengetahui ayat mutasyabih. 

Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang baik dan bijak agar dapat menyikapi perbedaan pendapat tersebut mengenai cara untuk mengetahui ayat mutasyabih. 

Penerapam dan metode yang telah dijelaskan diatas semoga membentengi diri dari adanya keraguan-keraguan dalam hati mengenai ayat-ayat Alqur’an mutasyabih. Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka

Al-Qattan, Manna. (2006). Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. (Ainur Rafiq El-Mazni, Terjemahan). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال