Mengungkap Fenomena Iluminasi Mushaf Nusantara


Oleh: Nailatul Tashfiyah*

KULIAHALISLAM.COM - Setelah tersebarnya beberapa mushaf di berbagai wilayah, penyalinan mushaf dimulai dengan landasan semangat para pendakwah dalam menyampaikan ajaran Islam. 

Saat itu, para ulama’ sedang mengajarkan Alqur’an kepada masyarakat, sehingga tidak mungkin jika menggunakan satu mushaf saja. Maka, dilakukanlah penyalinan mushaf disertai dengan hiasan-hiasan dekoratif atau yang disebut dengan iluminasi.

Jika dibedakan antara mushaf kuno dengan sekarang, bisa dikatakan terletak pada iluminasinya. Jika mushaf kuno masih menggunakan hiasan yang dilukis secara manual, yakni dengan tangan, serta dihias berdasarkan kreativitas dari seniman masing-masing. Tetapi, jika mushaf sekarang sudah menggunakan alat mesin cetak tanpa campur tangan manusia. 

Iluminasi dalam kajian mushaf menjadi bagian penting dalam manuskrip kuno. Korelasinya  dengan budaya menunjukkan latar belakang mushaf tersebut ditulis serta usaha dari para penulis untuk memasukkan nilai-nilai dan budaya masing-masing dari setiap daerah. Selain itu, juga untuk memberikan efek tertentu dalam mushaf Alqur’an.

Adapun fenomena iluminasi tersendiri yang terdapat dalam setiap mushaf. Fenomena yang dimaksud adalah hiasan yang dilukiskan baik berupa simbol atau gambar yang memiliki arti dan mengandung nilai filosofi tersendiri. 

Disamping sebagai penghias naskah untuk memperindah teks, juga sebagai pendukung dalam ayat-ayat suci Alqur’an yang dilambangkan dengan simbol yang terkandung makna-makna tersendiri. Oleh karena itu, iluminasi merupakan salah satu karya seni dalam kajian mushaf Alqur’an yang sifatnya tidak sepele.

Gambaran yang dimaksud dalam iluminasi mushaf Alqur’an termasuk furu’iyah atau dalam artian lain tergantung sikap kita untuk menanggapinya. Jika hiasan itu berarti bagi sang pembaca, maka akan memberikan kesan tersendiri dari pembaca ketika membaca mushaf tersebut. 

Pembagian Iluminasi Mushaf

Untuk pembagiannya, iluminasi terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan hiasan-hiasan yang terdapat dalam awal,tengah, dan akhir mushaf. Hiasan pertama terdapat pada dua halaman yang terletak dalam surah Al-Fatihah dan awal surah Al-Baqarah. 

Untuk hiasan kedua terdapat perbedaan pendapat. Ada yang menempatkan pada awal surah Al-Isra’, awal juz 16, dan terakhir ada yang menempatkan pada kata وليتلطف  yang terdapat dalam surah Al-Kahfi ayat 19 yang secara umum dikenal sebagai pertengahan ayat. Tetapi, dalam manuskrip kuno condong meletakkannya pada awal juz 16. Terakhir, hiasan dua halaman yang terletak dalam akhir surah Al-Falaq dan An-Nas seperti mushaf batik Cirebon. 

Bagian kedua iluminasi meliputi kepala-kepala surah yang terdapat didalam mushaf dan bisa dikatakan sebagai simbol untuk mengetahui judul nama surah. Dan bagian terakhir iluminasi, yakni gambar-gambar yang terdapat diluar kedua bagian tersebut. Seperti berupa tanda juz, hizb, atau gambar-gambar lainnya yang terdapat diluar.  

Fenomena Iluminasi Dalam Mushaf

Dalam setiap iluminasi, kolofon, dekorasi, serta hiasan-hiasan yang terdapat dalam setiap mushaf memiliki nilai-nilai tersendiri, terlebih nilai filosofis. Menurut beberapa penelitian memaparkan bahwa ditemukannya salah satu yang menjadi ciri khas mushaf nusantara, yakni bercorak floral (tumbuhan), bunga, dan khas dari setiap daerah masing-masing yang muncul didalam mushaf. 

Contohnya dapat didapatkan  pada mushaf Banten yang berlatarkan motif bunga dengan variasi warna emas. Ada pula mushaf Minangkabau dengan mengedepankan budayanya sehingga iluminasinya menampilkan khas rumah adat Minangkabau. 

Dan terakahir, terdapat dalam mushaf Al-Banjari dengan memperlihatkan macam-macam hiasan lukisan yang berwarna-warni, seperti pohon beringin, pohon kelapa, tempat tinggal yang disertai dengan lampu lentera khas banjar. 

Adapun maksud dari gambaran tersebut  menunjukkan untuk melambangkan tempat yang digunakan dalam menimba ilmu agama. Melalui aspek unsur kreativitas lokal, baik dalam iluminasi, ornamen, maupun kaligrafi berkembang luas dan menjadi suatu khas. 

Bahkan dalam bentuk makhluk “Zoomorphic” seperti gabungan antara tiga hewan yang terdapat dalam iluminasi khas Sumedang yang membentuk segitiga. 

Dalam setiap bentuk segitiga tersebut, masing-masing terdapat tulisan lailahaillah muhammad ar-rosulullah  yang digambarkan dengan seekor hewan mirip dengan hewan yang dilambangkan seperti kereta kerajaan dalam museum Geusan Ulum Sumedang atau dikenal dengan istilah “Kereta Naga Paksi”. 

Kereta naga paksi terstruktur menjadi tiga bagian hewan dalam satu tubuh, yakni kepala yang membentuk gajah, badan yang membentuk ular, serta sayap yang membentuk sayap dari burung garuda. 

Kereta naga paksi juga memiliki persamaan dengan kereta keraton Cirebon yang terkenal, yaitu “Paksi Naga Liman” yang menggambarkan gabungan tiga bagian hewan dalam satu tubuh, seperti gajah, naga, dan sayap garuda. Menurut simbolik, gajah menggambarkan makna ilmu pengetahuan, naga menggambarkan sumber kekuatan fisik, serta sayap garuda menggambarkan kesetiaan.

Dari setiap simbol diatas, masing-masing mendeskripsikan sebuah pemerintahan dalam dua kerajaan tersebut. Hal ini bisa dilihat melalui filosofi dari setiap bentuk-bentuk hewan ataupun dari segi istilah. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk mengkaji mengenai iluminasi dalam sebuah mushaf nusantara, agar bisa menemukan serta mengklaim nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Wallahu a'lam bi al-shawab. 

Daftar Referensi;

  1. Lenni Lestari, Mushaf Nusantara: Perpaduan Islam Dan Budaya Lokal, Jurnal At-Tibyan, Vol. 1 No. 1 (2016). 
  2. Asep Saefullah, Ragam Hiasan Mushaf Kuno, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 5. No. 1 (2007). 

*) Mahasiswa IAT UIN Sunan Ampel Surabaya.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال