Hidup Berdampingan dengan Non Muslim


Penulis: Febriansyah Lazuardi Ahmad*

Hidup rukun antar umat beragama merupakan salah satu cita-cita bersama dalam konteks kebhinekaan. Masyarakat Indonesia dari dahulunya sudah berbeda budaya, agama dan norma sosial tetapi ini merupakan nilai kekayaan yang khas dan layak untuk dijaga dan dilestarikan di Negara Indonesia tercinta ini.

Manusia sebagai pemeluk agama adalah makhluk sosial yang membutuhkan adanya hubungan dengan manusia lainnya, hal ini dilakukan bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga ia harus bersosialisasi walaupun berbeda agama. 

Dalam ajaran Islam, toleransi merupakan sikap yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ketika berinteraksi dengan masyarakat Madinah, baik pada sesama muslim maupun kepada non muslim. Oleh karenanya, sikap toleran merupakan perwujudan dari visi akidah Islam dan masuk dalam kerangka sistem teologi Islam. 

Maka, toleransi beragama harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi toleransi dan saling menghargai antarsesama. Bukan hanya muslim dengan muslim, tapi juga dengan non muslim. Ini merupakan sikap yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai teladan bagi umat manusia.

Tetapi, toleransi dalam keberagaman tentu saja ada batasannya. Dalam Islam, toleransi yang dilarang adalah toleransi dalam masalah keyakinan kepada tuhan yang disebut dengan (akidah). 

Artinya dilarang mempertukarkan akidah atau turut serta dalam peribadatan agama lain atau mengikuti ajaran agama lain. Sejarah membuktikan betapa Islam menjunjung tinggi berbagai perbedaan. 

Sikap toleran berarti tidak ada pemaksaan kehendak pribadi atas orang lain. Toleransi ini dianjurkan dalam segala bidang kehidupan, terutama sekali dalam bidang kehidupan keagamaan. Firman Allah SWT. Dalam Alqur’an :

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Artinya: 

"Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS. Al-Kâfirûn: 6).

Ayat Alquran tersebut memberi pelajaran kepada kita betapa toleransi yang diajarkan Alquran telah sampai pada pokok-pokok kehidupan, yaitu soal keyakinan. 

Di mana kita harus menghormati keyakinan orang lain. Namun, dalam sikap saling menghormati itu kita tetap ada batasannya, yaitu agamamu agamamu dan agamaku agamaku.     

Tentulah agama juga mempengaruhi jalannya kehidupan sosial di masyarakat, demikian juga pertumbuhan masyarakat itu mempengaruhi pemikiran terhadap setiap pemeluk agama. 

Agama dalam masyarakat tentunya saling pengaruh mempengaruhi, semua agama mengajarkan untuk saling menghargai sesama manusia. Oleh karena itu, semua umat beragama wajib saling menghargai dan menghormati.

Dengan demikian, dalam kehidupan bermasyarakat hendaknya dikembangkan sikap sikap tersebut serta sikap bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup. Dari kerukunan hidup itu akan terpancar sikap toleransi antar-umat beragama.     

Dalam kehidupan bermasyarakat, hubungan antara umat manusia merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. Baik itu terjalin secara individu maupun antara komunitas satu dengan lainnya. 

Tidak terkecuali hubungan pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama non islam. Agama tidak pernah berhenti untuk mengatur tata kehidupan manusia. Tujuan salah satunya adalah bahwa agama dapat memberi arah yang menuju kepada tujuan hidup yang bahagia, dunia maupun akhirat. 

Oleh karena itu, kerukunan dalam berinteraksi sosial dan juga adanya toleransi antar umat beragama bukan sekedar hidup berdampingan yang pasif saja akan tetapi lebih dari itu, yaitu untuk berbuat baik dan berlaku adil antara satu sama yang lainnya.   

Hubungan antar umat beragama tidak selamanya harmonis. Meskipun doktrin agama masing-masing menganjurkan keharmonisan, kedamaian, kerukunan, saling menghormati, menjunjung tinggi prinsip kebersamaan. 

Namun dalam realitas historis empiris, doktrin agama, keputusan majelis ulama keputusan konsili atau juga hasil kesepakatan sidang dewan gereja-gereja sedunia yang bagus-bagus tersebut belum dengan sendirinya dapat terlaksana seperti yang diidam-idamkan oleh masing-masing pihak. 

Karena masih terjadi banyak faktor “kepentingan” politik, ekonomi, sosial, pertahanan keamanan yang ikut mewarnai pergumulan, dinamika yang menjadikan pasang surut hubungan antar umat beragama baik itu agama Islam maupun non Islam.      

Agama tidak cukup dipahami sebagai metode hubungan penyembahan manusia kepada Tuhan serta seperangkat tata aturan kemanusiaan atas dasar tuntutan kitab suci. Akan tetapi, perbedaan keyakinan dan atribut-atribut justru berdampak pada segmentasi kelompok-kelompok sosial yang berdiri sendiri. 

Secara sosiologis, agama selain dapat dijadikan sebagai alat perekat solidaritas sosial, tetapi juga bisa menjadi pemicu disintegrasi sosial. Perbedaan keyakinan penganut agama yang meyakini kebenaran ajaran agamanya, dan menganggap keyakinan agama lain sesat telah menjadi pemicu konflik antar penganut agama.      

Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. 

Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.

Jadi dalam kehidupan sosial, kebersamaan sangat diperlukan antar umat beragama, karena akan memberikan dampak positif baik pada diri kita maupun lingkungan. 

Memberikan rasa kebersamaan yang tinggi dan kasih sayang antar sesama manusia semakin terasa bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang harus saling menjaga satu sama lain. Dengan begitu peselisihan, pertengkaran, permusuhan, tak akan ada lagi jika kita selalu menjaga kebersamaan dalam kehidupan sosial dan lain sebagainya.

*) Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Prodi Studi Agama-agama.

Editor: Adis Setiawan

Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال