Larangan Kekerasan antar Umat Beragama


Kita tahu, semua agama-agama secara praktik ajaran (syari’at) memang tidak sama. Namun, secara esensi ia serupa yaitu mengajarkan kebaikan terhadap sesama. Oleh sebab itu, dialog yang dilakukan oleh kelompok-kelompok lintas agama selalu mengedepankan persamaan esensi. Persamaan esensi inilah yang menjadikan kerukunan dan tali persaudaraan akan menjadi kokoh dan kuat.

Esensi yang dimaksud adalah ajaran kasih-sayang, anti kekerasan, berbuat baik, dan lainnya. Ajaran ini juga termasuk dari bagian etis dalam pluralitas umat beragama. Pertemuan ajaran etis yang sama, itu menandakan semua agama memiliki tendensi saling memenuhi dalam kemanusiaan. Misalnya saling menolong dalam kebaikan. Di dalam Islam sendiri saling tolong-menolong dijelaskan oleh al-Qur’an. Allah swt. berfirman:

يٰۤـاَيُّهَاالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَآئِرَ اللّٰهِ وَلَاالشَّهْرَ الْحَـرَامَ وَلَاالْهَدْيَ وَلَاالْقَلَۤائِدَ وَلَاۤ آٰمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَـرَامَ يَبْـتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗ وَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَـرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْا ۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى ۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban), dan Qalaid (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 2).

Al-Mawardi mengatakan bahwa ayat ini memberikan dua pesan moral. Pertama, bahwa tolong-menolong merupakan ketaqwaan yaitu spiritual vertikal. Kedua, tolong-menolong merupakan kebaikan yang berhubungan dengan horizontal. Secara tidak langsung, seorang muslim ketika muslim melakukan kebaikan dengan orang lain, maka dia mendapatkan ridha dari Allah, dan tentunya kebajikan dari manusia juga.

Menurut Syaikh Tantawi, kata bir (kebaikan) dimaknai perluasan makna dalam berbuat baik. Sedangkan kata taqwa merupakan pensucian jiwa dari segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Hemat penulis, perbuatan tolong menolong merupakan tindakan yang sangat baik. Tidak heran ketika kata bir digandengan dengan kata taqwa, karena berbuat baik sesama manusia merupakan bentuk ketaqwaan seorang muslim kepada Allah swt.

Dalam Islam sendiri, perbuatan kekerasan tentu tidak dibenarkan, bahkan bentuk pemaksaan sekalipun sangat dilarang. Kalaupun ada sebagian kecil seorang muslim melakukan tindakan kekerasan bisa dilakukan crosscheck dalam memahami teks Ilahi. Kesalahan ini biasanya terjadi ketika memahmi teks agama secara skriptualis, yaitu memahami teks secara tekstual tanpa melakukan analisis terhadap realitas. Kelompok seperti ini biasa dikenal dengan fundamentalis agama.

Berbeda dengan pendapat Jasser Auda yang mengatakan bahwa, istilah seperti fundamentalis ini merupakan labelisasi pada masa kontemporer. Istilah ini bukanlah berasal dari bahasa Islam. Demikian juga berbeda dengan Azyumardi Azra, la membagi ke dalam dua tipologi, fundamentalisme Islam pra-modem dan kontemporer.

Fundamentalisme Islam pra-modern muncul disebabkan situasi dan kondisi tertentu dikalangan umat Islam sendiri. Oleh karena Itu, gerakannya lebih genuine dan berorientasi ke dalam umat Islam sendiri. Gejala ini terlihat utamanya dalam konteks munculnya gelombang yang sering disebut sebagai kebangkitan Islam (Islamic Revivalism).

Tipologi kedua, fundamentalisme kontemporer atau bisa disebut sebagai neo-fundamentalisme, bangkit sebagai reaksi terhadap penetrasi sistem dan nilai sosial, budaya, politik, dan ekonomi Barat. Baik sebagai akibat kontak langsung dengan Barat maupun melalui pemikir muslim.

Dalam konteks ini, Maryam Jameelah dan Abd al-Qodir al-Sufi yang sering dijuluki penulis kaum fundamentalis misalnya, menuduh tokoh-tokoh modenisme Islam khususnya tokoh Mesir yang berpengaruh seperti, Sayyid Jamal al-Din Afghani, Muhammad Abduh dan Sayyid Ahmad Khan sebagai agen imperialisme Barat.

Sementara Al-Sufi secara khusus melemparkan tuduhan bahwa pelopor-pelopor modernisme itu adalah agen Free Masonry. Menurutnya, kelompok ini sengaja dibentuk sebagai diperalat oleh organisasi rahasia kaum Yahudi. Yang, tujuannya adalah untuk merusak Islam dan melemahkan kaum muslimin dari dalam Islam.

Tuduhan-tuduhan kelompok fundamentalisme Islam terhadap kaum modernisme Islam, bermuara dari alasan pengaruh oleh paradigma Barat. Menurut Fazlur Rahman, wajar saja mereka menganggap salah, karena sebagai antitesis Barat menolak semua paradigma yang dibawa oleh kaum modernisme. Bahkan, penolakan mereka terhadap Barat sekalipun memiliki tendesi untuk menafikan pluralisme.

Dan, seharusnya penolakan harus didasari dengan doktrin agama bukan dari egoisme. Imam al-Ghazali sendiri menerima pandangan seseorang yang bahkan berbeda teologi. Karena menurutnya, perbedaan itu tidak bisa menafikan pandangan orang lain yang dianggap benar. Bukan justru menolak karena berbeda latar belakang, seharunya yang ditolak adalah terjadi kontradiktif dengan sumber-sumber primer Islam.

Kasus ini terjadi pada masa al-Ghazali yang banyak menolak filsafat. Padahal, banyak filsafat yang justru sejalan dengan ajaran Islam sehingga tidak boleh ditolak. Orang seperti ini menurut al-Ghazali dalam kitabnya al-Munqid min al-Dalal, adalah du’afa’ al-uqul (lemah intlektual).

Kelompok fundamentalis inilah yang sering menafsirkan ayat-ayat secara skriptual. Misalnya keharusan berperang dengan orang kafir dengan alasan di dalam al-Qur’an telah dijelaskan secara eksplisit. Tidak hanya fundamentalis berdasarkan nash, kelompok ini juga berfundamentalis dalam teologi baik itu secara skriptual maupun radikal.

Kelompok teologi-fundamentalis skriptual biasanya memaksakan ketaatan masyarakat kepada yang dianggap Islam dan mengambil jalan kekerasan. Sedangkan teologi-fundamentalisme radikal yang mempercayai ekspansi dan afresi ala pemahaman Islam versi mereka, mereka dapat mengambil jalan kekerasan dan teroris.

Kelompok seperti ini harus diwaspadai agar pluralitas umat beragama tetap berjalan dengan baik. Memberikan edukasi bagi generasi bangsa bahayanya kelompok fundamentalis dalam memahami teks agama, menjadi penting untuk menanggapi dengan memberikan argumen yang kuat tentang larangan berbuat kekerasan apalagi berbuat kekerasan atas agama dan teks agama.

Berbuat kekerasan sangat dilarang keras. Ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh al-Qur’an. Allah swt. berfirman:

لَاۤ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِ ۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْ بِۢاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَاانْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 256). Wallahu a’lam bisshawaab.

Salman Akif Faylasuf

Salman Akif Faylasuf. Alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. Sekarang nyantri di Ponpes Nurul Jadid, sekaligus kader PMII Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال