Khilafah dan Perang Dunia (bag.1)


Hari ini, aku kembali menyelami buku metodologi mempelajari alquran. Sebuah buku gratis yang ditawarkan imran Nazar Hosein agar kita bisa memahami keanehan dunia hari ini. Aku terhenti tepat di halaman 172. Kenapa aku berhenti?? Aku teringat dengan materi yang disampaikan oleh dosen kami Prof. Ali Munhanif, M.A., Ph.D, sekarang beliau baru saja diangkat menjadi warek di UIN Jakarta. Di kelas beliau menyampaikan tentang penyebab kesultanan ottoman runtuh. Di mata kuliah wawasan politik islam dan timur tengah itu aku mendengar langsung pengakuan naif beliau. Beliau menjelaskan tentang restorasi khilafah. Jika khilafah ingin kembali maka harus ada perang dunia dulu. Setidaknya itu lah keyakinan beliau yang aku pahami.

Mengapa Harus? Ya.. kita ingat bahwa perubahan model kekuasaan berubah karena ada peperangan. Adanya perang dunia satu dan dua itu lahirlah model kekuasan dari kerajaan otokrasi menjadi republik demokratis. Dimana negri-negri tidak lagi tunduk pada satu kekuasaan ottoman, dan negri-negri itu mendirikan kekuasaan mereka sendiri-sendiri. Mereka punya bendera, punya lagu nasional sendiri. Ternyata perang punya dampak langsung terhadap model kekuasaan bangsa-bangsa yang ada di dunia ini.
Kini aku bisa semakin mengerti, mengapa perang dunia itu bisa terjadi? Bukannya perang ini cukup aneh. Model perang yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Perang yang sebelumnya hanya melibatkan tentara terlatih kini harus melibatkan rakyat sipil. Sebuah perang sipil berskala dunia pertama yang pernah terjadi dalam sejarah, bahkan sejarah revolusi industri.
Dengan metodologi penafsiran quran yang ditawarkan, Imran menjelaskan bahwa perang tersebut sengaja memang diciptakan oleh segolongan orang yang ingin mengembalikan tanah yerusalem kembali di kuasai oleh Israeli. Dengan skenario yang epik, perang tersebut diciptakan untuk melucuti kekuasaan islam terhadap bumi Palestina tersebut. Lalu ada peristiwa melegenda yang disebut dengan revolusi Bolshevik tahun 1917. Pertanyaannya siapa yang menciptakan perang tersebut? Adakah alquran menyebutkan itu? ternyata ada.
Baca Surat Al Anbiyaa (21): 95-96
وَحَرَامٌ عَلَى قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا أَنَّهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
“Dan tidak mungkin bagi (penduduk) suatu negeri yang telah Kami binasakan bahwa mereka akan kembali”
حَتَّى إِذَا فُتِحَتْ يَأْجُوجُ وَمَأْجُوجُ وَهُمْ مِنْ كُلِّ حَدَبٍ يَنْسِلُونَ
“Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya’juj dan Ma’juj dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi”
Hosein mengaku yakin bahwa negeri yang dimaksud dalam ayat di atas adalah yerusalem. Dan Israel telah mengakuisisi kota tersebut dalam dalil kedaulatannya. Bahkan dalil hukum tersebut menyebutkan bahwa Ibu kota Israel adalah yerusalem. Meski banyak negara yang belum mengakui yerusalem sebagai ibukota Israel. Hosein merasa aneh dan unik karena pada tahun 90an saat beliau di NewYork. Karena tidak ada satu pun ulama lain yang punya interpretasi yang sama dengannya. Kesendiriannya tersebut lah yang membuatnya tidak ingin melanjutkan penafsirannya tentang siapa yajuj majuj yang berusaha mengembalikan kota tersebut.
Rasa kesendirian dan keraguan tersebut lalu mendadak menjadi semangat membara. Ghirah itu muncul sejak beliau menyadari bahwa guru beliau Maulana Dr. Muhammad Fazlur Rahman Ansari (1914-1974) sebenarnya punya penafsiran yang sama. Bahkan 1 abad sebelumnya, guru dari guru beliau tersebut yakni maulana Muhammad Iqbal (1877 – 1938), seorang penyair filosofis juga menafsirkan hal yang sama. Hanya saja beliau merasa aneh, mengapa gurunya itu tidak mengajarkan atau minimal “memberi kisi-kisi” kepadanya selama berguru selama 7 tahun? Sebuah misteri yang beliau ingin pecahkan. Namun, beliau berprasangka baik bahwa gurunya itu sengaja menyembunyikan penafsiran tersebut kepada dunia untuk memancing ulama lain memahami ayat ini. ayat ini sangat sulit dicernah jika ulama tidak merasakan efek langsung dari perjanjian tersebut. atau penafsiran tersebut sulit diterima jika dunia islam tidak merasakan akibat langsung dari perjanjian zionis tersebut.
Terakhir Para pembaca, aku kutipkan langsung penafsiran beliau tentang yerusalem & yajuj majuj:
“This interpretation of the quran in which i identified the ‘town’ as Jerusalem, allowed me to go on to recognize the presence of Gog and Magog in the JudeoChristian Zionist alliance in modern western civilization, since they were the ones responsible for bringing the Jews Back to Jerusalem to reclaim it as their own some 2000 years after Allah had expelled them from that town and had banned such return. It was only after I had interpreted the ‘town’ as Jerusalem, was the road opened for me to write my bestselling book entitled ‘Jerusalem in the Qur’ān’.”
“Interpretasi Al-Qur’an ini, di mana saya mengidentifikasi ‘kota’ tersebut sebagai Yerusalem, membuat saya terus menyadari kehadiran Ya’juj dan Ma’juj dalam aliansi Zionis Yahudi-Kristen di peradaban barat modern, karena merekalah orang-orang yang bertanggung jawab atas kembalinya orang Yahudi ke Yerusalem untuk mengklaimnya sebagai milik mereka setelah 2000 tahun Allah mengusir mereka dari kota tersebut dan melarangnya kembali. Setelah saya menginterpretasi ‘kota’ tersebut sebagai Yerusalem, barulah terbuka jalan bagi saya untuk menulis buku terlaris saya yang berjudul ‘Yerusalem dalam Al-Qur’an’. Oleh: Julhelmi Erlanda (Mahasiswa S3 Ilmu Qur’an-Tafsir Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal & Universitas PTIQ Jakarta)

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال