Beberapa Hal Yang Dimakruhkan dalam Berwudu

Wudu merupakan asbab sah atau tidaknya salat. Hal ini dikarenakan ketika seorang muslim salat tanpa berwudu tanpa adanya halangan secara syariat, maka otomatis salatnya tidaklah sah. Dalam berwudu itu sendiri ada beberapa hal yang hendaknya diperhatikan oleh muslim yang akan melaksanakannya.

Diantaranya ada syarat wudu, rukun, kesunahan, pembatal dan kemakruhan. Tulisan kali ini akan membahas berkaitan dengan hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudu. Tujuannya supaya ketika kita berwudu dapat sempurna serta terhindar dari hal-hal yang dibenci. Karena definisi makruh itu sendiri berkonotasi sebagai hal yang dibenci, meskipun tidak menjerumus kepada perilaku yang berujung dosa. 

Perihal Definisi Makruh Serta Pembagiannya Menurut Hanafiah

Dalam memahami istilah makruh, para ulama mayoritas membaginya kepada dua macam, yaitu makruh tahrim dan makruh tanzih. Makruh Tahrim menurut ulama Hanafiah sebagaimana dikutip dari kitab Fiqih 4 Mazhab, adalah makruh yang mendekati status haram. Sedangkan Makruh Tanzih adalah makruh yang tidak mendapatkan hukuman apabila dikerjakan, namun mendapatkan sedikit pahala ketika ditinggalkan.

Makruh Tanzih merupakan jenis makruh yang menjadi lawan dari mandub atau sunnah. Lebih lanjut Ulama Hanafiah mengatakan hal yang tergolong Makruh Tahrim adalah wudunya seseorang yang meninggalkan sunnah muakkadah yang telah dijelaskan tanpa adanya udzur. 

Sedangkan yang tergolong Makruh Tanzih seperti membasuh air wudu ke muka dengan menamparkannya, berkumur serta beristinyaq dengan tangan kiri, membersihkan kotoran hidung dengan tangan kanan dan lain sebagainya. 

Perihal Definisi Makruh Serta Pembagiannya Menurut Syafiiah

Ulama Syafiiah berkata sebagaimana dikutip dari kitab Fiqih 4 Mazhab, Makruh adalah meninggalkan sesuatu yang dituntut oleh syariat dengan tuntutan yang tidak tegas. Sekedar informasi, dalam hukum Islam itu sendiri terbagi menjadi 5 macam, yaitu Wajib, Sunah, Mubah, Makruh dan Haram. 

Sedangkan sesuatu yang dituntut oleh syariat dengan tuntutan yang tidak tegas merupakan definisi dari apa yang dinamakan sunnah. Maka dari itu dapat diambil kesimpulan, bahwa yang dinamakan Makruh adalah meninggalkan kesunnahan. 

Dalam menjalankan atau meninggalkan hal yang makruh itu sendiri, seorang mukallaf dihukumi dengan dua hal, yaitu ketika ia menjalankan hal makruh ia tidak mendapat dosa ataupun pahala, namun jika ia meninggalkannya, maka ia pun akan mendapatkan pahala. 

Adapun menurut Syafiiah, hal-hal yang tergolong kemakruhan dalam berwudu terangkum dalam meninggalkan kesunnahan-kesunnahan wudhu yang tidak disepakati kewajibannya, maksudnya sebagian ulama ada yang mengatakan sunnah sementara yang lain mengatakan fardhu atau rukun dalam berwudhu. 

Ulama Syafiiah juga membagi Makruh ke dalam dua bagian, sama dengan Ulama Hanafiah. Adapun contoh dari Makruh Tanzih menurut Syafiiah adalah berlebihan dalam menggunakan air, berbicara ketika berwudhu, bersungguh-sungguh dalam berkumur dan beristinsyaq padahal ia sedang berpuasa serta berwudhu di tempat yang mutanajjis (tempat yang terkena najis). Termasuk kemakruhan jenis Tanzih yang lain adalah melebihi 3 kali dalam usapan maupun basuhan anggota wudu.

Hal ini disebabkan Ulama-ulama Syafiiah menyamakan antara anggota wudhu yang dibasuh dengan yang diusap semuanya disunnahkan tiga kali, kecuali jika ia memakai khuff di kakinya, aka makruh hukumnya mengusap lebih dari sekali ketika mengenakan khuff. 

Itulah kiranya pembahasan kali ini, pada intinya kita selaku umat muslim Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafiiah tentu mengambil pendapat dari Ulama Syafiiah. Adapun tujuan ditulisnya pendapat dari kalangan Hanafiah, bisa dijadikan sebagai wawasan tambahan yang berguna dalam menghormati pendapat dari yang orang lain pegang. 

Penulis: Adam Kartiko, Mahasiswa Semester 5 Program Studi Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, Berminat terhadap kajian-kajian Sejarah dan Hukum Islam (Fiqih)


Redaksi

Redaksi Kuliah Al Islam

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال