Metode Pendidikan Ibnu Taimiyah Menurut Prof Dr Abuddin Nata

Prof. Dr. H. Abuddin Nata, lahir di Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 02 Agustus, 1954. Ia mendapat gelar Doktor dalam bidang Ilmu Agama Islam dengan konsentrasi Pendidikan Islam dari Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.   Pada tahun 1999-2000 mengikuti Visiting Postdoctoral Program di Islamic Studies McGill University, Montreal, Kanada. Ia merupakan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam Pandangan Prof. Dr. Abuddin Nata

Gambar Ilustrasi Pengajaran Masa Lalu

Pemikiran Ibnu Taimiyah dalam bidang pendidikan dapat dibagi ke dalam pemikirannya dalam bidang falsafah pendidikan, kurikulum dan hubungan pendidikan dengan kebudayaan. Seluruh pemikirannya dalam bidang pendidikan itu, ia bangun berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah melalui pemahamannya yang enerjik dan jernih. Pemikirannya itu merupakan respon terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Islam pada saat itu yang menuntut pemecahan yang secara stategis melelalui jalur pendidikan.

Falsafah Pendidikan Ibnu Taimiyah

Dasar falsafah pendidikan Ibnu Taimiyah adalah ilmu yang bermanfaat sebagai asas kehidupan yang cerdas dan unggul. Sementara mempergunakan ilmu itu akan dapat menjamin kelangsungan dan kelestarian masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah, menuntut ilmu merupakan ibadah dan memahaminya mendalam merupakan sikap ketakwaan kepada Allah dan mengkajinya merupakan jihad, mengajarkannya kepada orang belum tahu merupakan shadaqah dan mendiskusikannya merupakan tasbih.

Mengajarkan ilmu kepada orang merupakan shadaqahnya para Nabi. Dengan ilmu ini, Allah, Malaikat, hingga ikan yang ada di lautan serta burung yang ada di angkasa memanjatkan salawat dan mengucapkan salam kepada orang yang mengajar kepada orang lain.Sementara orang yang tidak mengajarkan ilmunya seperti dilaknat Allah. Pernyataan Ibnu Taimiyah itu terdapat dalam Kitab Al-Fatwa dan ‘Ilm as-Suluk. Orang yang giat menuntut ilmu yang bermanfaat serta ia melaksanakan kewajiban-kewajibannya atau duduk di majelis ilmu untuk memperdalam pengetahuan yang dapat mempertinggi nama Allah dan Rasul-Nya, termasuk adalah masalah yang lebih utama daripada berzikir kepada Allah.

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa ilmu yang bermanfaat didasarkan pada asas kehidupan yang benar dan utama adalah ilmu yang mengajak kepada kehidupan yang baik yang diarahkan untukberhubungan dengan Al-Haq (Tuhan) serta dihubungan dengan kenyataan-kenyataan mahluk serta memperteguh rasa kemanusiaan. Hal ini menurutnya dapat dibangun dengan dua hal.

Al-Tauhid (Mengesakan Allah)

Menurut Ibnu Taimiyah hal yang penting yang harus mendasar falsafah pendidikan adalah At-Tauhid. Pernyataan bersaksi tiada Tuhan selain Allah mengandung unsur keihlkasan semata-mata mengakui Allah sebagai Tuhan. Pernyataan bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam sebagai utusan Allah mengandung makna bahwa ia hanya membenarkan terhadap apa yang dibawa Rasul-Nya. Orang tersebut tidak akan menghalalkan apa yang diharmkan Rasull dan tidak pula mengharamkan apa yang dihalalkannya.

   Tauhid yang menjadi asas pendidikan menurut Ibnu Taimiyah dibagi atas tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, tauhid asma dan sifat. Yang dimaksud tauhid rububiyah adalah meyakini seyakin-yakinnya bahwa Allah itu Esa, yang menciptakan semua mahluk, mengatur dan membimbingnya. Sedangkan tauhid uluhiyah adalah meyakini bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan yang pantas disebut Tuhan, ditaati dan dipatuhi segala perintah-Nya dan dijauhi segala larangan-Nya. Sementara yang dimaksud dengan tauhid asma dan sifat adalah meyakini bahwa segala yang berjalan dalam kenyataan di alam raya ini merupakan perbuatan dan aturan Tuhan.

Dari dasar tauhid yang seperti itulah dibangun konsep pendidikan baik yang berkenaan dengan tujuannya, kurikulumnya, sisitemnya maupun perkembangannya. Pendidikan sperti inilah yang akan membuahkan hasil yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Beradasarkan tauhid ini, Ibnu Taimiyah mencoba memberikan gambaran mengenai konsep orang yang berilmu, tujuan pendidikan dan kurikulum.

 Dengan dasar tauhid ini, orang alim adalah orang yang menyatakan bersaksi atas ketuhanan Allah lalu mengesakannya. Allah berfirman : “Allah menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu berpegang teguh pada-Nya (Q.S Al-Imran 18). Dengan demikian adanya ketentuan Tuhan mengenai iman dapat menegluarkan manusia dari kegelapan dengan terang benderang dan orang yang beriman digambarkan sebagai orang yang berpegang teguh kepada Tuahannya baik dalam bidang pengetahuan maupun amalnya.

Tabi’at Insaniyah (Kemanusiaan)

Menurut Ibnu Taimiyah bahwa manusia dikarunai tabiat atau kecenderungan mengesakan Tuhan (Tauhid) sebagaimana yang terkandung dalam falsafah pendidikan.Manusia diciptakan Allah dan di dalam dirinya terdapat kecenderungan beribadah hanya kepada Allah tanpa menyekutukannya, sebagaimana jasmani membutuhkan makanan dan minuman.

Keimanan dan kecintaan kepada Allah dapat menjadi dasar yang kuat bagi manusia, pangkal kebahagiaan sumber kebaikan dirinya serta kelangsungan hidupnya. Dengan demikian kehidupan seseorang tidak akan pernah mencapai ketentraman dan kedamaian kecuali jika kehidupannya berjalan sesuai dengan kehendak Allah. Selanjutnya Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa seseorang tidak akan dapat mencapai pengembangan kecenderungan tauhid yaitu dengan sempurna kecuali melalui pendidikan dan pengajaran.

Yang dimaksud ar-risalah adalah pendidikan yang tujuannya membuat hati manusia agama menerima Sesuatu yang bermanfaat dan menolak sesuatu yang merusak dan dalam perjalanan hidup manusia berada dalam dua tarikan ini. Sedangkan ar rasul atau al-syari adalah cahaya yang dilimpahkan Tuhan kepada akal manusia sehingga dapat dia gunakan untuk menimbang Sesuatu yang bermanfaat dalam suatu yang berbahaya. Al-syari terdapat di dalamnya manfaat dari At Tauhid dan iman, keadilan, kebaikan, sedekah amanah, pemaaf, kasih sayang, memerintah yang baik dan dicegah kemungkaran.

Tujuan Pendidikan

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya pribadi muslim yang baik yaitu seseorang yang berpikir, merata dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu yang sejalan dengan apa yang diperintahkan oleh Al-Qur'an dan As-sunnah. Orang semacam ini hidup sejalan dengan Akidah islamiyahnya serta mati dalam keadaan beragama Islam.

Dalam hubungan ini Ibnu Taimiyah mengatakan hendaknya seseorang yang menuntut ilmu agama berupaya memahami tujuan perintah dan larangan serta segala ucapan yang datang dari Rasul. Jika hati seseorang telah meyakini bahwa apa yang dijalaninya itu sebagai yang dikehendaki Rasul maka janganlah berpaling kepada jalan yang lain. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa pribadi muslim yang baik adalah orang yang sempurna kepribadiannya itu yang lulus dalam pikiran serta jiwanya, bersih keyakinannya kemakwan jiwanya melaksanakan segala perintah agama dan jelas pun sempurna.

Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa pendidikan juga harus diarahkan pada terciptanya masyarakat yang baik sejalan dengan ketentuan Al-Qur'an dan Sunnah. Tujuan pendidikan tersebut sejalan dengan pendapatnya mengatakan bahwa setiap manusia memiliki dua sisi kehidupan yaitu sisi kehidupan individual yang mengubah hubungan dan beriman kepada Allah dan sisi kehidupan sosial yang berhubungan dengan masyarakat, tempat dimana manusia itu hidup.

Orang membaca Alquran, giat dalam salat dan puasa tetapi membuat kaum muslimin lainnya bergelimang dosa dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama, saling mendusta dan sebagainya dianggap sebagai ahli bidah. 

Tujuan pendidikan yang ketiga yang harus dicapai oleh kaum muslimin menurut Ibnu Taimiyah adalah mengarahkan umat Islam agar siap dan mampu memikul tugas dakwah islamiyah ke seluruh dunia ini. Untuk mencapai tujuan pendidikan tahap ketiga ini dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan menyebarluaskan ilmu dan makrifat yang mendatangkan Al-qur'an sebagaimana hal itu dilakukan kaum Salaf yakni sahabat dan tabiin. Kedua, dengan cara berjihad yang bersungguh-sungguh sehingga kalimat Allah yang demikian itu dapat berdiri tegak.

Ruang Lingkup Kurikulum

Ibnu Taimiyah membagi ruang lingkup kurikulum ke dalam 4 bagian sebagai berikut. Pertama ilmu agama. Ilmu ini oleh Ibnu Taimiyah dibagi menjadi dua bagian yaitu Ilmu Ijbariyah (ilmu yang dipaksakan) dan Ilmu Ikhtiyariyah (ilmu yang diusahakan). Adapun ilmu yang termasuk ke dalam Ilmu Ijbariyah adalah ilmu yang berkenaan dengan Akidah Islamiyah yang di dalamnya termasuk rukun Islam yang lima yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan salat, membayar zakat, melaksanakan puasa dan mengerjakan Ibadah Haji. Ilmu tersebut harus dipelajari secara seksama dan tidak boleh bertaqlid. Termasuk pula ke dalam ilmu ini adalah yang berkenaan dengan mengetahui yang hak dan yang batil, petunjuk dan larangan yang secara keseluruhan termaktub di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. 

Kedua, ilmu aqliyah. Ilmu ini sebagaimana pada ilmu Syariah dinamai sebagai ilmu-ilmu Syariah aqliyah, karena agama menilai cukup dengan dalil, kemudian menyerahkannya kepada akal dan panca indra untuk membahasnya. Ilmu ini mencakup ilmu matematika ilmu kedokteran, ilmu biologi, fisika, Ilmu Sosial dan lain sebagainya. Tujuan ilmu ini adalah untuk menyaksikan ayat-ayat Allah yang terdapat di alam raya.

Ketiga, Ilmu Askariyah. Ilmu ini diajukan oleh Ibnu Taimiyah dalam rangka menjawab kebutuhan zaman dan memenuhi para peneliti yang menghendaki agar pendidikan tetap sejalan dengan perkembangan masyarakat. Menurut Ibnu Taimiyah salah satu yang berharga bagi masyarakat Islam adalah berpegang pada kaidah tentang pentingnya berjuang untuk membawa umat Islam agar keluar dari kemelut.

Metode Pengajaran Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah membagi metode pengajarannya atas dua bagian yaitu metode ilmiah dan metode iradiyah. Ibnu Taimiyah menamai metode ilmiah karena dengan metode itulah akan dijumpai pemikiran yang lurus dalam memahami dalil, argumen dan sebab-sebab yang menyampaikan pada ilmu dan orang yang menyampaikan cara tersebut dinamai At-Thalib (penuntut ilmu). Metode ilmiah ini didasarkan pada tiga hal yaitu benarnya alat untuk mencapai ilmu, penguasaan secara menyeluruh terhadap seluruh proses belajar dan mensejajarkan antar amal dan pengetahuan.

Metode Ath-Thariqah al-Iradah. Ibnu Taimiyah menamai metode ini dengan Al-Iradiyah karena metode ini merupakan metode yang mengantarkan seseorang pada pengamalan ilmu yang diajarkannya. Seorang pelajar yang menempuh metode ini disebut murid. Tujuan utama metode ini adalah mendidik kemauan seorang pelajar sehingga dia tidak tegak hatinya untuk melakukan sesuatu perbuatan kecuali yang diperintahkan Allah.Dia juga tidak menginginkan sesuatu kecuali mendapat kecintaan dari Allah.

Sumber : Prof. Dr. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, diterbitkan Rajawali Press

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال