Kisah Hari Ini: (5 Februari) Hadirnya Lafran Pane: Kader Muhammadiyah, Penggagas Berdirinya Hijau Hitam


KULIAHALISLAM.COM- Kisah hari ini tepatnya pada tahun 1922 , Lafran Pane lahir di di Kampung Pangurabaan, Kecamatan Sipirok, sebuah kecamatan yang terletak di kaki Gunung Sibualbuali, 38 kilo meter ke arah utara dari "kota salak" Padang Sidempuan, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatra Utara. Sebelumnya ia kerap menulis tanggal kelahirannya, pada 12 April 1922 dimana akhirnya setelah kematiannya, seluruh orang tahu bahwa ia ternyata lahir 5 Februari 1922, bukan 12 April 1922 seperti yang kerap ia gunakan dalam pengakuan resminya.

Lafran Pane adalah anak keenam keluarga Sutan Pangurabaan Pane dari istrinya yang pertama, Lafran adalah bungsu dari enam bersaudara, yaitu: Nyonya Tarib, Sanusi Pane, Armijn Pane, Nyonya Bahari Siregar, Nyonya Hanifiah. Ayah beliau adalah seorang guru sekaligus seniman Batak Angkola di Muara Sipongi, Mandailing Natal. Keluarga Lafran Pane merupakan keluarga sastrawan dan seniman yang kebanyakan menulis novel, seperti kedua kakak kandungnya yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane yang juga merupakan sastrawan dan seniman. Sutan Pangurabaan Pane sendiri tercatat termasuk salah seorang pendiri Muhammadiyah di Sipirok pada 1921. Sedangkan Kakek Lafran Pane adalah seorang ulama Syekh Badurrahman Pane, maka pendidikan keagamaannya didapat sebelum memasuki bangku sekolah.

Pendidikan sekolah Lafran Pane dimulai dari Pesantren Muhammadiyah Sipirok (kini dilanjutkan oleh Pesantren K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Setia dekat Desa Parsorminan Sipirok). Dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah Lafran Pane ini mengalami perpindahan sekolah yang sering kali dilakukan, hingga pada akhirnya Lafran Pane meneruskan sekolah di kelas 7 (Tujuh) di HIS Muhammadiyah, menyambung hingga ke Taman Dewasa Raya (Taman Siswa) Jakarta sampai pecah Perang Dunia II, dimana saat itu ibu kota pindah ke Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Islam (STI) yang semula di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta.

Wawasan dan intelektual Lafran berkembang saat proses perkuliahan yang membawa pengaruh pada diri Lafran Pane yang ditandai dengan semakin banyaknya buku-buku Islam yang ia baca. Pada tahun 1947, tepat diulang tahunnya yang ke 25, ia beserta sekelompok mahasiswa dan pelajar studi Islam mempelopori deklarasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang dikenal dengan warna khas hijau hitam, dan dikemudian hari menjadi organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia (setelah Jong islameten Bond tidak ada,pen). Sebelum tamat dari STI, Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) pada April 1948 dimana menjadi Universitas Gajah Mada (UGM) di tahun 1949. Tercatat juga dalam sejarah Universitas Gajah Mada (UGM), Lafran Pane termasuk salah satu mahasiswa yang pertama kali lulus mencapai gelar sarjana,yaitu tanggal 26 Januari 1953.

Ia mempunyai pandangan bahwa Agama Islam bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, melainkan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya, baik lingkup keluarga hingga lingkup masyarakat dan negara. Berkaitan dengan itu, ia meyakini bahwa Islam berisi peraturan-peraturan dan tuntunan-tuntunan untuk segala aspek kehidupan. Islam dianggapnya sebagai satu kebudayaan yang sempurna, yang tidak merupakan ciptaan masyarakat, sebab merupakan kebudayaan yang diturunkan Tuhan langsung kepada masyarakat Arab, dan berlaku universal.

Kaitan pandangannya dengan kebangsaan adalah beliau menempatkan bahwa Indonesia setelah kemerdekaan, dampak kolonialisme Belanda tidak serta-merta lenyap, khususnya dari mereka yang semata-mata menerima pengajaran di lembaga-lembaga kolonial. Ia mencontohkan pengaruh tersebut adalah pandangan yang menganggap bangsa Barat dalam segala hal lebih dari penduduk lokal. Ia meyakini bahwa jika ajaran Islam dipraktikkan oleh rakyat Indonesia dalam segala lapangan hidup dengan sebaik-baiknya, Belanda tidak mungkin bisa menjajah dan mengekploitasi bangsa Indonesia dalam kurun waktu yang sangat lama. Pejajahan dimungkinkan karena Belanda mengetahui lemahnya pendidikan Islam pada mayoritas masyarakat Indonesia.

Beliau wafat pada tanggal 25 Januari 1991, dan atas jasa-jasanya terhadap Pemerintah Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo menganugerahi Gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 115/TK/Tahun 2017 tanggal 6 November 2017.

 

Referensi

1)      Hariqo Wibawa Satria (2011). Lafran Pane Jejak Hayat dan Pemikirannya. Jakarta: Lingkar.

2)      https://id.wikipedia.org/wiki/Lafran_Pane

Achmad Puariesthaufani

Pemerhati Sejarah & Pergerakan Islam. Lulusan Universitas Mercubuana Jakarta, saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Manajemen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال