Tafsir Al-Qur'an Jalalain Terkenal di Alam Melayu dan Indonesia

KULIAHALISLAM.COM - Tafsir Al-Qur’an Jalalain merukan karya dari Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al Mahali yang lahir di Mahalli, Mesir tahun 791 H dan wafat 864 H dan Abu Al Fadl Abdur Rahman bin Abu Bakar bin Muhammad Jalaluddin As Suyuti (849-911 H). 

Disebut “Jalalain” yang berarti dua Ulama tafsir Al-Qur’an yang bernama Jalal. Kitab Tafsir Al-Qur’an Jalalain terdiri dari dua Jilid. Jilid yang pertama memuat mukadimah dan tafsir surah Al Baqarah hingga akhir Surah Al Isra’ merupakan larya Jalaluddin As Suyuti.

Jilid kedua memuat tafsir Surah Al Kahfi hingga Surah An Nas, Surah Al Fatihah yang diletakan sesudah Surah An Nas dan Tatimmah (penutup). Kecuali bagian penutup, jilid kedua merupakan karya Jalaluddin Al Mahalli. Bagian penutup merupakan karya Jalaluddin As Suyuti. Meskipun tafsir ini dibuat oleh dua orang, metode penafsiran yang digunakan sama karena apa yang dilakukan oleh Jalalludin Al Mahilli diikuti oleh As Suyuti.

Asy Suyuti menyelesaikan konsep penafsirannya selama empat puluh hari, sejak awal Ramdan 870 H. Penyelesain seutuhnya terlaksana setahun kemudian. Penulisan tafsir Jalalain dilatarbelakangi oleh dua hal. Pertama, merosotnya bahasa Arab yang disebabkan oleh kontak yang terjadi antara bangsa Arab dan bangsa Persia, Turki, dan India. Akibatnya bahasa Arab tidak lagi dimengerti oleh orang-orang Arab asli karena susunan kalimatnya mulai berbelit-belit mengikuti susunan bahasa ‘Ajam.

Hal ini juga melanda kosakata bahasa Arab, semakin hari, semakin banyak koasakata ‘Ajam yang masuk kedalamnya. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah Zuyu al-Lahn (keadaan ketika penyimpangan mudah diketahui), banyak kaidah-kaidah Nahu (garamatikal) dan Saraf (morfologi) dilanggar. 

Kedua, adanya keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah sumber bahasa Arab yang otentik. Karena itu untuk mendapatkan kaidah-kaidah bahasa Arab yang benar, pengkajian dan pemahaman terhadap Al-Qur’an harus dilakukan.

Dengan latar belakang seperti itu dapat dipahami cara penafsiran yang dilakukan dalam kitab ini. Selain menjelaskan maksud sebuah kata, ungkapan atau ayat, kitab ini menjelaskan faktor kebahasaan dengan menggunakan cara-cara berikut;

Langsung menerangkan kata-kata dari segi sarafnya jika hal itu dianggap penting untuk diperhatikan dengan mengambil bentuk struktur (Wazn) katanya, menerangkan makna kata atau padanan kata (sinonim) jika dianggap belum dikenal atau mengandung makna yang agak khusus dan menjelaskan fungsi kata (subjek, objek, predikat atau yang lainnya) dalam kalimat. Menurut ilmu tafsir, cara penafsiran seperti itu disebut metode Tahlili (analisis).

Karena caranya seperti itu, tafsir Jalalain tersaji sebagai sebagai baris-baris tulisan biasa. Yang membedakan antara teks Al-Qur'an dan tafsirnya adalah tanda kurung; teks Al-Qur'an berada di dalam dua tanda kurung sedangkan penafsiran dan penjelasan bahasa tanpa tanda kurung. Tafsir Jalalain menggunakan judul Tafsir Al-qur'an Al-'Azim yang ditulis dengan ukuran besar dan di bawahnya dituliskan nama kedua penulis dengan ukuran tulisan lebih kecil.

Dalam bentuknya yang klasik, tafsir Jalalain tidak hanya memuat kitab tafsir tetapi juga kitab-kitab lain. Tafsirnya sendiri berada di dalam kotak persegi empat besar di tengah. 

Pada bagian sampingnya (Hasyiyyah) ditulis empat kitab lain yaitu Lubab An Nuqul Fi Asbab An Nuzul, kayak terkecil dari Jalaludin As Suyuthi yang merupakan kitab penting dalam menjelaskan latar belakang turunnya ayat-ayat Al-Qur'an; Fi Ma'rifah an-Nasikh Wa al-Mansukh (Mengetahui Nasikh dan Mansukh) karya Imam Abi Abdullah Muhammad bin Hazm, Alfiyyah Fi Tafsir Garib Alfaz Al-Qur'an karya Imam bin Zar'ah Al Iraqi yang berisi penjelasan kosakata Al-Qur'an yang dianggap Garib (aneh) dan Risalah Jalilah karya Imam bin Al Qasim bin Salam yang berisi penjelasan makna beberapa kosakata dengan menyebutkan asal kata tersebut (dialek kabilah Arab).

Keempat kitab yang mendampingi tafsir Jalalain antara lain bertujuan memudahkan pemahaman terhadap Al-Qur'an. Sebagian besar Mufasir berpendapat bahwa Asbab An Nuzul merupakan sarana penting untuk membawa pemahaman kepada makna yang lebih tepat.

Begitupula halnya dengan An Nasikh Mansukh. Meskipun demikian, ada juga Mufasir yang menganggapnya tidak begitu penting Asbab An Nuzul atau tidak mengakui An Nasikh Mansukh karena dinilai menodai kehebatan Al-Qur'an. Selain itu, dua kitab lainnya bertujuan untuk memberikan panduan agar pembaca tidak terjebak dalam kesulitan kata, atau menghindari lahn (kekeliruan).

Tafsir Jalalain telah dikenal alam Melayu sejak abad ke-17 M, bahkan ada kemungkinan tafsir itu sudah populer pada abad itu. Hal ini terbukti dari banyaknya manuskrip tafsir tersebut di Museum Nasional Jakarta.

Pada abad itu Abdur Rauf Singkel telah membuat tafsir dalam bahasa Melayu yang berjudul Turjuman Al Mustafid (Penjelasan Masalah yang Berguna) yang dianggap kitab tafsir pertama di tanah Melayu yang mempunyai hubungan dengan Tafsir Jalalain. Pada mulanya Turjuman Al Mustafid dianggap saduran versi Melayu dari Tafsir Al Baidawi. 

Kesimpulan ini ternyata tidak tepat karena ternyata Turjuman Al Mustafid adalah saduran versi Melayu dari tafsir Jalalain yang dilengkapi dengan beberapa kutipan dari Tafsir Al Baidawi dan uraian yang luas tentang Surah Al Kahfi dan Tafsir Al Khazin. Kenyataan tersebut memberi dugaan bahwa tafsir Jalalain sudah dikenal sebelum penyaduran itu. 

Keunggulan tafsir Jalalain adalah bahasanya mudah dipahami, uraiannya singkat dan jelas serta ada penjelasan tetang Asbab An Nuzul. Kelebihan lainnya adalah berkaitan dengan pandangan di dalamnya baik secara fikih maupun teologi sejalan dengan paham yang dianut oleh orang-orang Melayu pada umumnya. Orang-orang Melayu menganut fikih mazhab Syafi'i dan teologi Abu Hasan Ali bin Ismail Al Asy'ari. Jalaludin As Suyuti merupakan salah seorang murid Ibnu Hajar Al Asqalani.

Popularitas tafsir Jalalain di alam Melayu secara tidak langsung ditandai pula dari kemunculan Kitab Tafsir Murah Lubaid Li Kasyf Ma'na Al Qur'an Al Majid (Kitab yang Tebal Isinya untuk Mengungkap Makna Al-Qur'an Al Majid) yang merupakan karya Imam Muhammad Nawawi Al Bantani. Di Indonesia, kitab tafsir ini dikenal dengan nama Tafsir Al Munir. Tafsir ini terhitung tafsir menengah dan banyak dipelajari di Indonesia dan Malaysia.

Tafsir Al Munir melengkapi dan memperluas cara penafsiran tafsir Jalalain dengan merujuk pada Kitab Al Futuhat Al Ilahiyyah (Keterbukaan Ilahi karya Al Jamal (Sulaiman bin Umar Al Ujaili Al Azhari) berisi komentar (Syrah) tentang tafsir Jalalain. 

Selain Futuhat, kitab-kitab lain yang menjadi rujukan Imam Nawawi adalah Mafatih Al Gaib (Pembuka Kegaiban karya Fakruddin Ar Razi), As Siraj Al Munir (Lampu Nan Menyala) karya Muhammad Al Khatib As Sibini), Tanwir  Al Miqbas (Benderang Bara Api karya Ibnu Abbas) dan Irsyad  Al 'Aql As Salim Ila Masyyi Al-Qur'an Al Karim (Penuntun Bagi Akal yang Lurus untuk Memahami Al-Qur'an, karya Abu'l Su'ud).

Di samping itu terdapat pula kitab tafsir Hasyiyyah Al Allamah As Sawi yang dikenal Tafsir As Sawi. Kitab tafsir karya Syekh Ahmad As Sawi Al Maliki yang berisi komentar cukup luas atas Tafsir Jalalain. 

Tafsir As Sawi banyak dipelajari di Indonesia.  Hingga sekarang tafsir Jalalain masih banyak dipelajari di Indonesia. Banyak pesantren yang masih menggunakannya sebagai kitab pelajaran pokok. Penterjemahan terhadap tafsir ini telah banyak dilakukan dan dicetak ulang baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.

Dari Berbagai Sumber

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال