Sejarah Lengkap Nabi Khidhir Riwayat Ibnu Katsir

Sejarah Lengkap Nabi Khidhir Riwayat Ibnu Katsir (gambar Dailymotion.com)

KULIAHALISLAM.COM -  Para Ulama berbeda pendapat tentang Nabi Khidir dalam hal nama, nasab, kenabian dan kehidupannya hingga sekarang. Al Hafizh Ibnu Asakir berkata;
Ada yang berpendapat bahwa Khidir yang dimaskud adalah Khidhir ibn Adam Alaihissalam. Abu Hatim Sahl ibn Muhammad ibn Utsman As Sajastani berkata : Aku mendengar dari guru-guru kami, diantaranya adalah Abu Ubaidah dan yang lainnya berkata anak keturunan Nabi Adam yang paling panjang umurnya adalah Khidhir Alaihisalam yang nama lengkpanya adalah Khidrun ibn Qabil ibn Adam Alaihisalam.
Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa ketika Nabi Adam Alaihisalam hendak menemui ajalnya, beliau memberitahu kepada anak-anaknya bahwa akan datang banjir besar dan angin topan yang melanda umat manusia. 

Nabi Adam berpesan kepada anak-anaknya bahwa jika hal itu terjadi, hendaklah mereka membawa jasadnya bersama mereka di dalam kapal dan menempatkannya kembali di tempat pemakaman yang telah ditentukan kepada mereka. 

Ketika kapal berlabuh di daratan, Nabi Muh memeritahkan kepada anak-anaknya agar pergi membawa jasad Nabi Adam lalu menguburkannya di suatu tempat sesuai wasiat Nabi Adam sebelum wafatnya. Mereka berkata;
Sesungguhnya di daratan tidak ada seorang manusia pun kecuali hanya ada biantang buas. 
Meskipun begitu Nabi Nuh tetap bermotivasi dan memberi semangat kepada mereka untuk melaksanakan wasiat Nabi Adam.

Selanjutnya, Ibnu Abbas berkata;
Sesungguhnya Nabi Adam mendoakan panjang umur bagi siapa saja yang mengiringi dan menguburkan jenazahnya. Khidir lalu melaksanakan wasiat Nabi Adam itu. Allah mengabulkan doa Nabi Adam dan memperkanankan Nabi Khidhir yang menguburkan jenazah Nabi Adam menjadi panjang umurnya dan ia akan hidup sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Ibnu Qutaibah menyebutkan di dalam kitabnya, Al Ma’rif dari Wahab ibn Munnabbih bahwa Nabi Khidir yang sebenarnya adalah Balya. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Balya ibn Mulkan ibn Faligh ibn Abir ibn Syalikh ibn Arfakhsyadz ibn Sam ibn Nuh Alaihislam. 

Ismail ibn Abu Uwais berkata;
Nama Khidhir menurut berita yang sampai kepada kami adalah Al-Mu’mmar ibn Malik ibn Abdullah ibn Nashr ibn al-Azd. Ada Ulama yang berkata nama Khidhir adalah Armiya ibn Halqiya dan ada juga yang berkata bahwa nama aslinya adalah Khidrun ibn Amayil ibn Alyafuz ibn Aish ibn Ishaq ibn Ibrahim al-Khalil Alaihisalam.
Ada Ulama berpendapat bahwa Khidhir adalah putra Fir’aun, ayah angkatnya Nabi Musa. Namun pendapat ini sangat aneh. Ibnul Jauzi berkata;
Muhammad ibn Ayyub meriwayatkannya dari Ibnu Luhai’ah. Keduanya adalah perawi yang lemah. 
Ibnu Jarir berkata;
Pendapat yang sahih adalah bahwa Khidhir itu muncul pada zaman Afraidun ibn Atsfayan hingga menjumpai Nabi Musa. 
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Sa’id ibn Musayyab, ia berkata bahwa Ibunda Khidhir berkebangsaan Romawi dan ayahnya berkebangsaan Persia. Ada yang juga mengatakan bahwa Khidhir adalah orang Bani Israil yang hidup zaman Fir’aun.

Keislaman Nabi Khidhir Alaihisallam

Abu Zar’ah mengemukakan bahwa di dalam Kitab Dala Ilun Nubuwwah;

Shafwan ibn  Shalih ad-Dimasyqi menceritakan kepada kami, Al-Walid menceritakan kepada kami. Sa’id ibn Basyir menceritakan kepada kami dari Qatadah dari Mujahid dari Ibnu Abbas dari Ubay ibn Ka’ab dari Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wasallam bahwa ketika beliau diperjalankan dalam peristiwa Isra Miraj pada malam hari, beliau mencium aroma yang sangat harum dan beliau bertanya 

"Wahai Jibril, aroma apakah yang sangat harum ini ?"

Jibril menjawab : "Ini aroma harum semerbak yang berasal dari makam Masyithah, wanita tukang sisir rambut Fir’aun."

Awal kisahnya menceritakan bahwa Khidhir adalah salah satu orang terhormat dari kalangan Bani Israil. Beliau menyukai dunia kerahiban. Suatu ketika beliau menemui seorang Rahib di tempat ibadah yang mengajarkan Islam kepadanya. 

Setelah Khidhir dewasa, beliau dinikahkan oleh ayahnya dengan seorang wanita. Beliau mengajari istrinya tentang Islam dan berpesan agar istrinya tidak memberitahukan apa yang diajarkannya itu kepada orang lain. Namun Khidhir adalah orang yang tidak berhasrat kepada wanita sehingga ia tidak mempunyai seorang anak karena itu Khidhir menceraikan istrinya.

Nabi Khidhir kemudian pergi hingga sampai ke suatu pulau yang terletak ditengah lautan.Khidhir berpapasan dengan dua laki-laki pencari kayu dan kedua laki-laki itu melihatnya.Alhasil laki-laki yang menyebarluaskan kabar pertemuannya dengan Khidhir dibunuh. Suatu hari ketika wanita itu menyisir rambut putrinya Fir’aun tiba-tiba sisir yang dipegangnya jatuh hingga dengan sepontan berkata “Celaka Fir’aun”.

Selanjutnya, putri Firaun itu memberitahukan hal tersebut kepada ayahnya. Firaun pun kemudian mengirim utusan kepada mereka untuk menyerukan agar pasangan suami istri itu meninggalkan agamanya dan mengikuti ajaran agama Firaun. Akan tetapi suami istri itu menolaknya dan mereka dibunuh. Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda :

Aku belum pernah mencium aroma harum seperti aroma harum yang berasal dari makam suami istri itu. Wanita itu tentu masuk surga.

Ibnu Katsir telah menceritakan tentang kisah Ma’ilah binti Firaun. Adapun identitas suami Masyithah yang memiliki keterkaitan kisah dengan Khidhir secara struktural berasal dari ucapan Ubay ibn Ka’ab atau Abdullah ibn Abbas.

Asal Nama Khidhir

Imam Bukhari berkata, Muhammad ibn Sa’id al-Ashbani menceritakan kepada kami, Ibnu Mubarak menceritakan kepada kami dari Ma’mar dari Hammam, dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda;

Beliau dinamakan Khidhir karena beliau duduk di atas rumput kering berwarna putih (Farwah Baydha’). Namun, tiba-tiba rumput itu bergerak dan tampak dibaliknya warna kehijauan (H.R Imam Bukhari).

Al-Khithabi berkata;

Beliau dinamakan Khidhir karena ketampanan dan keelokan parasnya.

Qabishah meriwayatkan dari Ats-Tsauri dari Manshur dari Mujahid,ia berkata;

Sesungguhnya beliau dinamakan Khidhir karena ketika beliau mengerjakan Shalat di suatu tempat, sekeliling tempat itu akan berubah menjadi hijau karena banyak tanaman yang tumbuh. 

Ketika Nabi Musa dan Yusya’ menjumpai Khidhir, Khidhir berada pada sebongkah batu yang memancarkan air menuju ke lautan. 

Ketika itu Khidhir mengenakan kain penutup kepala dan ujung kain yang dikenakan di bawah kepalanya menjulur hingga kedua kakinya. Nabi Musa mengucapkan salam kepadanya. Kisah antara Musa dan Khidhir telah dijelaskan dalam Alqur’an. Dalam Alqur’an disebutkan :

{قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (66) قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (67) وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (68) قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (69) قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا (70) }

Musa berkata kepada Khidir, "Bolehkah aku mengikutimu su­paya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Dia menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menen­tangmu dalam sesuatu urusan pun.” Dia berkata, "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.”

Allah SWT menceritakan tentang perkataan Musa AS kepada lelaki yang alim itu —yakni Khidir— yang telah diberikan kekhususan oleh Allah dengan suatu ilmu yang tidak diketahui oleh Musa. Sebagaimana Allah telah memberi kepada Musa suatu ilmu yang tidak diberikan-Nya kepada Khidir.

{قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ}

Musa berkata kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu?" (Al-Kahfi: 66)

Pertanyaan Musa mengandung nada meminta dengan cara halus, bukan membebani atau memaksa. Memang harus demikianlah etika seorang murid kepada gurunya dalam berbicara.

Firman Allah SWT:

{أَتَّبِعُكَ}

Bolehkah aku mengikutimu? (Al-Kahfi: 66)

Maksudnya, bolehkah aku menemanimu dan mendampingimu.

{عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا}

supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di anta­ra ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu. (Al-Kahfi: 66)

Yakni suatu ilmu yang pernah diajarkan oleh Allah kepadamu,-agar aku dapat menjadikannya sebagai pelitaku dalam mengerjakan urusanku, yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh. Maka pada saat itu juga Khidir berkata kepada Musa:

{إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا}

Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar ber­samaku. (Al-Kahfi: 67)

Artinya; kamu tidak akan kuat menemaniku karena kamu akan melihat dariku berbagai macam perbuatan yang bertentangan dengan syariatmu. Sesungguhnya aku mempunyai suatu ilmu dari ilmu Allah yang tidak di-ajarkan-Nya kepadamu. Sedangkan kamu pun mempunyai suatu ilmu dari ilmu Allah yang tidak diajarkan-Nya kepadaku. Masing-masing dari kita mendapat tugas menangani perintah-perintah dari Allah secara ter­sendiri yang berbeda satu sama lainnya. Dan kamu tidak akan kuat meng­ikutiku.

{وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا}

Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?(Al-Kahfi: 68)

Aku mengetahui bahwa kamu akan mengingkari hal-hal yang kamu dima­afkan tidak mengikutinya, tetapi aku tidak akan menceritakan hikmah dan maslahat hakiki yang telah diperlihatkan kepadaku mengenainya, sedangkan kamu tidak mengetahuinya.

{سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا}

Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar.” (Al-Kahfi: 69)

terhadap apa yang aku lihat dari urusan-urusanmu itu.

{وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا}

dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun. (Al-Kahfi: 69)

Maksudnya, aku tidak akan memprotesmu dalam sesuatu urusan pun; dan pada saat itu Khidir memberikan syarat kepada Musa, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:

{قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ}

Dia berkata, "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun." (Al-Kahfi: 70)

Yakni memulai menanyakannya.

{حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا}

sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (Al-Kahfi: 70)

Yaitu aku sendirilah yang akan menjelaskannya kepadamu, sebelum itu kamu tidak boleh mengajukan suatu pertanyaan pun kepadaku.

Ibnu Katsir berkata seandainya Khidhir seorang Wali bukan Nabi tentu Nabi Musa tidak mengucapakan seperti kata-kata ayat di atas. Bahkan Nabi Musa meminta agardiperbolehkan mengikuti Nabi Khidhir dalam upaya mendapatkan ilmu yang dimilikinya yang diberikan Allah secara khusus kepadanya. 

Jika Khidhir bukan Nabi maka ia bukan orang yang Ma’shum (terjaga dari dosa). Sementara itu, Nabi Musa sebagai seorang Nabi yang agung dan mulia tentu tidak berkeinginan besaruntuk mendapatkan ilmu pada seorang Waliyang belum tentu pasti Ma’shum. 

Akan tetapi realitanya Nabi Musa sangat bertekad untuk pergi mencari Nabi Khidhir meskipun menghabiskan waktu yang sangat lama. Ulama mengatakan pencarian ini memakan waktu selama delapan puluh tahun.

Setelah Nabi Musa bertemu Nabi Khidhir, Nabi Musa tawadhu, menghormati dan mematuhinya untuk mendapatkan manfaat darinya. Hal ini menunjukan bahwa Khidhir itu seorang Nabi yang mendapatkan wahyu sebagaimana halnya Nabi Musa.

Riwayat Tentang Khidhir Pada Zaman Rasulullah Muhammad SAW

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abu Dawud al-A’ma Nafi’ yang dikenal sebagai pendusta, dari Anas ibn Malik dan dari jalur riwayat Katsir ibn Abdullah ibn Amir ibn Auf yang juga pendusta dari ayahnya dari kakeknya bahwa pada pernah suatu malam Khidhir datang. Lalu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam berdoa seraya mengatakan;

Ya Allah, tolonglah aku untukmendapatkan apa yang bisa menyelamatkan diriku dari segala hal yang aku takutkan. Anugerahkanlah bagiku segala hal yang dirindukan oleh orang-orang yang sholeh.

Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mengutus Anas Ibnu Malik kepada Khidir. Anas mengucapkan salam kepada Khidir dan Khidir pun menjawab salam Anas Ibnu Malik lalu berkata;

Katakanlah kepadanya (Muhammad). Sesungguhnya, Allah melebihkan engkau Muhammad atas semua para nabi sebagaimana Allah melebihkan bulan Ramadan atas bulan-bulan yang lain. Allah juga melebihkan umat engkau Muhammad atas umat-umat yang lain sebagaimana Allah melebihkan hari Jumat atas hari-harinya.

Hadis ini sesungguhnya dusta baik riwayat sanadnya maupun Matan atau isinya. Bagaimana mungkin Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tidak datang sendiri secara langsung menemui Khidir sebagai seorang muslim dan menyerap ilmu darinya ? 

Mereka juga meriwayatkan kisah mereka yang disandarkan kepada guru mereka yang mengatakan : Sesungguhnya Khidhir pernah datang menemui mereka dan mengucapkan salam kepada mereka.

Al Hafizh Abu Al Hasan ibn Munadi menyampaikan hadis tersebut dan beberapa hadis lainnya merupakan hadis yang  isinya mungkar. 

Riwayat Tentang Khidir Bertakziyah Atas Wafatnya Nabi SAW

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Baihaqi dijelaskan bahwa Abu Abdullah Al Hafidz mengabarkan kepada kami, Abu Bakar Ibnu balawiyah mengabarkan kepada kami, Muhammad Ibnu Bisyr ibn Mathar menceritakan kepada kami, Kamil Ibnu tolhah menceritakan kepada kami, Ibad Ibnu Abdul Somad menceritakan kepada kami, dari Anas Ibnu Malik ia berkata bahwa;

Ketika Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam wafat, para sahabat berdatangan dan berkumpul di sekitar jenazah beliau sambil menangis. Tiba-tiba tampak seseorang yang berjenggot lebat, bertubuh besar dan berparas tampan menerobos masuk mendekati jenazah Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sambil menangis. Kemudian, orang itu menghadap kepada para sahabat dan berkata : sesungguhnya pada sisi Allah terdapat penghibur bagi setiap musibah, pengganti dari setiap yang hilang dan penerus bagi setiap yang tiada. Hanya kepada Allah kalian semua akan kembali dan hanya kepada Allah kalian berharap. Allah melihat kepada kalian dalam menghadapi musibah maka perhatikanlah Sesungguhnya orang yang tertimpa musibah itu tidak berada di dalam tekanan dan paksaan.

Para sahabat nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya satu sama lain siapakah laki-laki itu tadi ? Abu Bakar Ash Siddiq dan Imam Ali bin Abu Tahlib menjawab bahwa yang laki-laki itu tadi adalah saudara Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yaitu Nabi Khidhir.

Imam Syafi'i mengemukakan dalam kitabnya bahwa Al Qosim Ibnu Abdullah Ibnu Umar memberitahukan kepada kami dari Ja'far Ibnu Muhammad dari ayahnya dari kakeknya dari Ali bin Husain ia berkata bahwa ketika Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam wafat, orang-orang yang bertakziah mendengar seseorang berkata bahwa 

Pada sisi Allah terdapat penghibur bagi setiap orang yang sedang tertimpa musibah, pengganti bagi setiap orang yang telah wafat dan penerus bagi orang yang telah tiada. Oleh sebab itu berpegang teguhlah kalian semua kepada tali Allah dengan penuh harap terhadap rahmat Allah. Sesungguhnya musibah itu merupakan hamparan pahala. Imam Ali berkata orang yang mengatakan itu tadi adalah Nabi Khidhir.

Dalil-Dalil Yang Menegaskan Nabi Khidhir Telah Wafat

Adapun orang-orang yang berpendapat bahwa Khidhir Alaihissalam itu sebenarnya telah wafat di antaranya adalah pendapat Imam Al Bukhari, Ibrahim Al Harbi, Abu Hasan ibn al-Munadi dan Syaikh Abu al-Faraj ibn al-Jauzi. Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surah al-Anbiya 34; 

Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum engkau Muhammad maka jika engkau wafat Apakah mereka akan kekal ?.

Jika Nabi Khidhir itu adalah manusia, dia pasti termasuk di antara golongan yang disebutkan oleh dalil ayat Al-qur'an di atas secara umum. Ibnu Abbas berkata;

Allah tidak mengutus seorang nabi pun melainkan Allah mengambil perjanjian darinya bahwa kalau Muhammad diutus menjadi seorang nabi maka setiap nabi harus beriman dan menolongnya (Muhammad). Allah juga memerintahkan kepada setiap nabi yang diutus itu untuk memenuhi perjanjian tersebut yaitu jika mereka umat para nabi itu masih hidup mereka wajib beriman kepada nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan membantu Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Hadis yang berasal dari Imam Al Bukhari yang meriwayatkan bahwa Nabi Khidhir sempat menjumpai masa kehidupan Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, di dalamnya masih terdapat pandangan lain. Sementara itu, as-Suhaili lebih mengutamakan pendapat tentang masih hidupnya Nabi Khidhir. 

Al Hafizh Abu al-Qasim as-Suhaili menyatakan bahwa Khidhir menjumpai masa kehidupan Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tapi setelah itu Khidhir wafat. Ibnu Katsir dan para Ulama lainnya mayoritas berpendapat bahwa Nabi Khidhir telah wafat.

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال