Pemikiran dan Gerakan Reformis Islam Imam Fakhruddin Ar-Razi

Ilustrasi Gambar Imam Ar-Razi dari Pamwiyung.com

KULIAHALISLAM.COM - Imam Fakhruddin Ar-Razi lahir di Rayy, Iran tahun 1149 dan wafat di Herat, Afghanistan 1209 M. Ia merupakan seorang ahli tafsir Al-Qur’an, Ahli Ilmu Kalam, ahli Ushul Fikih dan pengamat perkembangan pemikiran, sosial dan kehidupan masyarakat. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar bin Husain at-Taimi al-Bakri. Fakhruddin ar-Razi dikenal dengan nama Imam ar-Razi atau Imam Fakhruddin.

Pendidikan awal diterima dari orangtuanya bernama Dauddin, seorang Ulama dan pemikir yang dikagumi masyarakat Rayy. Filsafat dipelajarinya dari dua Ulama besar bernama Muhammad al-Bagwi dan Majdin al-Jili. Ilmu Kalam dipelajarinya dari Kamaluddin as-Sammani. Kecerdasannya menjadikannya ahli dalam berbagai bidang ilmu baik agaman dan umum seperti kedokteran, matematika, fisika dan astronomi.

Kematangan pengetahuan Imam Fakhrudin ar-Razi membuatnya berani berdialog dengan para tokoh di tanah kelahirannya dan di beberapa daerah lain. Dialog pertama terjadi dengan kaum Mu'tazilah di Khawirzmi (Asia Tengah) dan dengan para ahli agama lainnya, seperti seorang pendeta terkemuka yang dikagumi pengetahuannya oleh masyarakat Kristen. Dialog dengan pendeta ini ditulis dalam bukunya Al-Munazarat Bain an-Nasara.

Imam Fakhruddin ar-Razi meninggalkan Khawarizmi menuju Transoksania (Asia Tengah). Di sini ia disambut hangat oleh penguasa Dinasti Guri yaitu Giyatuddin dan saudaranya, Syihabuddin. Akan tetapi keadaan itu berjalan singkat karena kemudian dia mendapat serangan-serangan tajam dari golongan Karamiah.

Akibatnya ia meninggalkan Transoksania menuju Gazna (Afghanistan). Penguasa Gazna yaitu Alladdin menyambutnya dengan penuh kehormatan dan mendirikan sebuah perguruan baginya. Ke situ datang pula para pencari ilmu dari berbagai daerah di dunia Islam. Beberapa bulan setelah kitabnya yang berjudul Al-Mutalib al-‘Aliyah (Kitab teologi dan filsafat), selesai ditulis, Fakhruddin ar-Razi meninggal dunia dalam usia 60 tahun.

Dalam bidang fikih, Imam Fakhruddin menganut Mazhab Syafi’i. Ia juga ulama yang gigih mempertahankan pemikiran yang dikembangkan kaum Asy’ariah. Sebagai seorang yang mendalami teologi, kajian-kajian teologi dikembangkan melalui pendekatan filasfat. Karena pendekatannya itu, ia dianggap sebagai seorang Muktazilah. Namun konsep dasar Muktazilah pun tidak luput dari kajian dan ktitikannya.

Peranan Imam Fakhruddin ar-Razi dalam pengembangan cakrawala pemikiran umat Islam tak dapat dilepaskan dari perhatian yang diberikan penguasa. Kemunduran semangat intelektualitas dalam Islam sebagai akibat jatuhnya Dinasti Abbasiyah ke tangan bangsa Mongol dalam aspek politik, agama maupun peradaban sangat parah khususnya di daerah-daerah yang dikuasai oleh kaum Sunni.

Keadaan semacam inilah yang mendapat perhatian dari Imam Fakhruddin. Keterpurukan pemikiran filsafat dalam dunia Islam dicoba untuk dihubungkan kembali. Imam Fakhruddin dinyatakan sebagai Tokoh Reformasi dunia Islam pada abad ke-6 Hijriyah sebagaimana tokoh Imam  Abu Hamid Al Ghazali pada abad ke-5 H. Bahkan dia dijuluki sebagai tokoh pembangunan sistem teologis melalui pendekatan filsafat.

Pembahasan teologisnya mengambil bentuk yang berbeda dari pembahasan tokoh-tokoh teologis sebelumnya. Tema tema teologis dikaitkan dengan tema-tema cabang pengetahuan lainnya. Prof. Sayid Hussein an-Nasr menjelaskan bahwa dalam risalah yang berjudul Asrar at-Tanzi, Imam Fakhruddin mengawinkan tema etika dengan pembahasan teologis.

Permasalahan manusia dan kebebasannya yang merupakan ajang perbedaan pendapat yang tak berkeputusan di kalangan kaum mutakallimin, mendapat pembahasan yang berbeda dari Imam Fahkruddin. Menurut pandangannya, manusia dalam melakukan perbuatan atau tidak melakukannya sangat terkait dengan keyakinan terhadap akibat perbuatan yang dilakukannya baik maupun buruk.

Keyakinan tersebut oleh Imam Fakhruddin diistilahkan dengan Ad-Da’iyat ( dorongan melakukan perbuatan) dan as-sarifat ( dorongan meninggalkan atau tidak melakukan perbuatan). Ad-da’iyat dan As-Sarifat dalam mewujudkan perbuatan tidak dapat berdiri sendiri, keduanya membutuhkan satu daya yang disebut Al-Qudrat. Ketiga unsur tersebut adalah ciptaan tuhan yang diberikan kepada manusia karena itu perbuatan yang dilakukan manusia adalah perbuatan manusia.

Mengenai masalah penilaian baik dan buruk, ia membagi ke dalam dua bentuk. Pertama, yang menyangkut kesenangan dan kepuasan manusia sangat bergantung kepada manusia sendiri. Kedua, yang menyangkut hukum, apakah suatu perbuatan harus dilaksanakan atau terpaksa harus ditinggalkan, syariatlah yang menentukannya. Dalam hal terakhir Manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk mengaturnya.

Sebagaimana permasalahan manusia dan perbuatannya, dalam permasalahan Sifat Tuhan, dia mengakui adanya sifat-sifat Tuhan. Akan tetapi sifat-sifat tuhan itu berjumlah lah 8 buah sebagaimana dikembangkan oleh Imam Syafi'i yaitu Wahdaniyah (esa), Al-Hayah (hidup), Al-‘Ilm (berilmu), Al-Qudrah (berkuasa), Al-Iradah (berkehendak), As-Sam’u (mendengar), Al-Basr (melihat) dan Al-Kalam (berkata-kata).

Dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi Tajsim dan Tasykhis (antropomorfis) bagi Tuhan, Imam Fakhruddin memahami sebagai ayat yang Majasi (kiasan) yang perlu ditakwilkan dan dipahamai secara metafora. Tuhan menurutnya adalah Maha Suci dari semua penyerupaan dan penyamaan. Tuhan tidak berjism karena yang berjism memerlukan ruang dan waktu serta memerlukan adanya dimensi.

Setiap yang berdimensi adalah terbatas dan setiap yang terbatas bukanlah Tuhan. Tuhan menurutnya adalah Wajib al-Wujud Li Zatih (Wajib ada-Nya karena Zat-Nya) dan Ia mempunyai beberapa keistimewaan yaitu La Yatarakkab Min Gairih (Tidak tersusun dari unsur lain), La Yatarakabu ‘anhu gairuh (selainnya bukan berasal dari Zat-Nya), La Yakunu Wujuduh Za’idan ‘Ala Mahiyatih (wujud-Nya bukan diluar hakikat-Nya) dan La Yakunu Musytarikan Bain al-Isnain (Ia bukan kombinasi dua unsur).

Dalam masalah fikih, pemikiran yang dikembangkan Imam Fakhruddin melalui karya tafsirnya berjudul Mafatih al-Gaib (Pembuka yang Gaib) sejalan dengan pendapat dan pemikiran Asyafi’iyah pada umumnya. Namun dalam permasalaha  Ushul Fikih, menurutnya Istinbat hukum tidak perlu ditempuh melalui pendekatan analogi (kias).

Imam Fakhruddin menghasilkan kurang lebih 100 karya tulis dalan berbagai aspek pengetahuan. Dalam bidang tafsir Al-Qur’an, terdapat karya monumental yaitu kitab Tafsir Mafatih al-Gayb yang berjumlah 16 jilid, Tafsir Surah Al-Fatihah dan Tafsir Surah Al-Baqarah.

Dalam bidang ilmu kalam, karya tulisanya mencakup beberapa buku diantaranya adalah Al-Matalib al-‘Aliyah Min Al-‘Ilm Al-Illahi terdiri 9 jilid, Asas at-Taqdis (Dasar-Dasar Penyucian), dan banyak lainnya.

 

Sumber : Ensiklopedia Islam

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال