Mengenal KH Masykur Ulama Indonesia dari NU


KULIAHALISLAM.COM - KH Masykur lahir di Singosari, Malang tahun 1315 H/30 Desember 1902 dan wafat di Jakarta pada 19 Desember 1992. KH Masykur merupakan seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pernah menjabat sebagai Menteri Agama RI selama empat periode yaitu dalam kabinet Amir Syarifuddin, kabinet Hatta, kabinet RI Peralihan dan kabinet Ali-Wongso-Arifin. Dalam kabinet yang terakhir, KH Masykur mewakili partai NU.

Ketika berusia 9 tahun, Ia menyertai kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji. Sepulang haji, Ia diantarkan ayahnya ke pondok pesantren Bungkuk pimpinan Kiai Thahir. Selesai belajar di pesantren Bungkuk, Singosari, Ia pindah ke pesantren Sono yang terletak di Buduran, Sidoharjo untuk belajar ilmu saraf dan nahwu.

Empat tahun kemudian dia pindah ke pesantren Siwalan Panji yang juga di Sidoharjo untuk mendalami ilmu fikih. Selanjutnya, ia pindah ke pesantren Tebuireng, Jombang yang dipimpin oleh KH Hasyim Asy’ari untuk belajar ilmu Hadis dan ilmu tafsir Alquran.

Setelah menamatkan pelajaran di pesantren Tebuireng, Masykur berangkat ke Bangkalan, Madura untuk belajar qiraat Alquran di pesantren Kiai Khalil. Selanjutnya Ia pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu di pesantren Jamsaren.

Sewaktu di Jamsaren, Solo, usianya sudah berangkat dewasa. Selesai menamatkan pelajaran di Jamsaren, ia kembali ke Singosari. Di sana, ia membuka madrasah yang diberi nama Misbahul Wathan (Pelita Tanah Air). Ia kemudian memilih cucu Kiai Thahir, gurunya di pesantren Bungkuk, menjadi istrinya.

Pernikahan itu dilangsungkan pada tahun 1923. Setelah 16 tahun hidup bersama, istrinya meninggal dunia tanpa memiliki seorang anak. Pada tahun 1939, atas saran Kiai Khalil dari Genteng, KH Masykur menikahi adik almarhum istrinya yang bernama Fatimah. Setahun kemudina, mereka dikaruniai seorang putra bernama Syaiful Islam.

Ketika masih di Singosari, KH Masykur sudah aktif di NU sebagai Ketua Cabang Malang. Ia juga turut dalam Laskar Hisbullah. Menjelang kemerdekaan, ia diangkat menjadi Anggota Sidang Persiapaan Kemerdekaan Indonesia.

Sewaktu sidang membahas soal dasar negara, KH Masykur dengan tegas mengatakan bahwa dasar negara yang akan dibangun hendaknya tetap Islam karena mayoritas penduduk beragama Islam. Ia didukung tokoh-tokoh Islam seperti Abdul Kahar Mudzakkir (pernah menjadi Rektor Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta).

Pada bulan November 1947, KH Masykur dipanggil Presiden Soekarno ke Yogyakarta yang saat itu Ibukota RI. Dalam pertemuan itu, KH Masykur ditawari menjadi Menteri Agama. Ia diangkat menjadi Menteri Agama dalam kabinet Amir Syarifuddin ke-2 dan pindah ke Yogyakarta.

Sewaktu Belanda kembali melakukan agresi militernya, KH Masykur ikut melakukan perjuangan kehilangan griliya. Ia pernah ikut pasukan griliya di bawah pimpinan panglima besar Jenderal Sudirman.

Selanjutnya dalam kabinet Hatta ke-2, KH Masykur diangkat kembali menjadi Menteri Agama oleh Presiden. Kabinet Hatta ke-2 tidak berlangsung lama, sebab pada bulan Desember 1949 dibentuk lagi kabinet yang diberi nama dengan kabinet RI Peralihan.

Pada tahun 1952, KH Masykur terpilih menjadi Ketua Dewan Presidium Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kemudian ditetapkan menjadi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Karena NU berbentuk partai, berarti KH Masykur adalah ketua umum partai.

Dalam pengusulan kabinet Ali Wongso Arifin, KH Masykur dipilih lagi menjadi Menteri Agama mewakili Nahdlatul Ulama. Ketika menjadi Menteri Agama, timbul gagasannya untuk membuat Alquran raksasa yang akan kelak menjadi pusat ke generasi mendatang.

Dengan bantuan Haji Abu Bakar Atceh, Haji Syamsiar dan Salim Fahmi Langkat, gagasan itu kemudian diwujudkan dalam kenyataan. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta mendukung gagasan KH Masykur membuat karya monumental tersebut. Alquran Pusaka itu kini tersimpan dengan baik di Masjid Baiturrahim, Istana Negara, Jakarta.

Dalam era orde baru, KH Masyur dipilih menjadi Ketua Sarbumusi (Sarekat Buruh Muslimin Indonesia) salah satu lembaga NU. Di bawah kepemimpinannya, Sarbumusi mengalami kemajuan.

KH Masykur pernah menghadiri undangan Uni Soviet (Rusia) kepada Sarbumusi untuk mengadakan peninjauan dan studi komparasi terhadap kegiatan kaum Buruh di sana. Kesempatan itu digunakannya untuk mengamati perkembangan agama Islam.

Pada waktu NU berfusi ke dalam PPP, KH Masykur pernah terpilih sebagai Ketua Fraksi PPP di DPR yang sedang giat membahas RUU Perkawinan. Pada usianya yang semakin lanjut, KH Masykur masih tetap dimintai pendapatnya oleh pengurus PBNU. Usaha terakhir yang dirintisnya adalah mendirikan Universitas Sunan Giri Malang. Pada tahun 2009, KH Masykur ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional

Dari Berbagai Sumber

 

Rabiul Rahman Purba, S.H

Rabiul Rahman Purba, S.H (Alumni Sekolah Tinggi Hukum Yayasan Nasional Indonesia, Pematangsiantar, Sumatera Utara dan penulis Artikel dan Kajian Pemikiran Islam, Filsafat, Ilmu Hukum, Sejarah, Sejarah Islam dan Pendidikan Islam, Politik )

Post a Comment

Previous Post Next Post

Iklan Post 2

نموذج الاتصال